XVI. Night 2

3.3K 587 227
                                    

"Kau belum pernah berciuman?" Eiran bertanya seraya menarik diri dari Yuriel namun tidak begitu jauh, wajahnya masih sangat dekat dengan wajah Yuriel dan bisa melihat dengan jelas ekspresi tidak enak yang tercipta disana.

"Rasanya menjijikan." Komentar Yuriel jujur, tak tahu harus bagaimana mendeskripsikannya tetapi memang begitu terlebih saat saliva dari dua orang berbeda menjadi satu. "Aku ingin muntah."

Yuriel mengusap bibirnya dengan lengan baju beberapa kali hingga sensasi menjijikan itu lenyap meski masih ada aroma khas yang sayup-sayup merasuk hidung. Bukan aroma yang menjijikan, itu manis dan mengandung mint hanya saja sulit menjelaskannya lewat kata-kata.

"Bagaimana orang-orang gemar melakukan hal menjijikan ini?" Tanyanya masih dengan kritik yang sama.

Eiran pura-pura cemberut. "Seharusnya jangan mengelapnya secara langsung, kau akan menyinggung patner-mu."

"Kau bukan patnerku." Ucap Yuriel tegas.

"Ini latihan," masih dengan senyum yang sama Eiran berusaha menggapai puncak kepala Yuriel dan mengusapnya. "Kau... jangan menampar Tyler jika pria itu melakukan hal barusan kepadamu."

"Besok dia akan datang ke bar paling terkenal di sini, melihat-lihat para gadis itu diambil salah satunya. Untuk membawanya pulang." Jelas Eiran memberitahu. "Kau akan ada diantara gadis itu dan pastikan kau cukup menarik perhatian. Mengerti?"

Yuriel tidak menjawab, tapi dia mengerti. Eiran tak perlu jelaskan sepuluh kali atau sampai mulutnya robek. Misinya adalah menarik perhatian Tyler lalu mengambil liontin yang dipakai oleh pria itu saat dia lengah kemudian pergi kembali pada Eiran dan kelompoknya.

"Sekarang bisa kau pergi?" Yuriel berbalik dan memergoki Eiran baru saja akan mengusap bagian belakang kepalanya.

Tangan pria itu ada di udara, terbuka jari-jarinya dan si pemilik terkekeh. "Aku ingin memastikan kau tidak melompat dari balkon karena menyesali perjanjiannya."

"Kita sudah sepakat." Sahut Yuriel mendesis.

"Aku tahu, itu hanya alasan agar aku tetap berada disini." Katanya dengan kepercayaan diri penuh.

"Makan sesuatu." Pintanya seraya mengulurkan sebuah kantung ke hadapan Yuriel.

Gadis itu tidak menolak, dia memang lapar dan mengulurkan tangannya masuk ke dalam kantung. Mendapati potongan stroberi dari kantung tersebut lalu memakannya.

"Beberapa orang menjual buah yang sudah digoreng, itu... aneh." Komentarnya sambil menatap ke arah Yuriel yang kembali memasukan tangan ke dalam kantung dan mengambil potongan buah lainnya untuk di makan.

"Mereka menggoreng nanas. Apa-apaan?" Katanya masih dengan nada 'merasa aneh' yang sama seperti sebelumnya.

"Lain kali aku akan membeli itu dan memberikannya padamu." Yuriel menanggapi usai menelan makanannya.

Eiran menatap lamat, fokusnya tidak tertuju pada buah lagi. Dia mencoba membaca isi hati Yuriel dan mendapati fakta kalau gadis itu merindukan sang ayah. Bahkan Eiran bisa merasakan kasih sayang besar seorang anak terhadap ayahnya dan penyesalan karena tidak pernah mengapreasiasi balik.

"Kau sangat sayang sekali pada ayahmu, ya?" Pertanyaan itu sukses membuat Yuriel menoleh dan mengangguk, dia tidak mengelak kali ini sebab itulah kenyataan.

"Dia yang terbaik." Yuriel tersenyum kecil, tiba-tiba suasananya menjadi haru. "Mau tebak kenapa?"

"Kenapa?" Eiran menebak padahal sudah tahu karena isi pikiran Yuriel pun dapat dibaca olehnya.

"Ketika aku menangis karena ibu, ayah memberiku uang dan bilang 'pergilah ke toko dan carilah sesuatu untuk menghiburmu' lalu aku pergi dan membeli buku. Buku-buku bacaan. Suatu hari aku pernah sangat butuh sebuah buku, ibu tidak memberikannya. Tetapi, esoknya buku itu sudah tergantung dalam plastik di gagang pintu kamarku yang ada dibagian luar. Aku melihatnya, ada harga yang tertera disana dan lebih mahal. Ayahku pasti membelinya dari supermarket bukan dari toko buku. Dia juga orang pertama yang memberiku hadiah buku lainnya di ulang tahunku yang ke sepuluh. Ibu masih memiliki luka terhadap anak perempuan di masalalu karena dulu dia tidak mendapat perlakuan baik hanya karena lahir sebagai perempuan. Jadi,  tidak tidak terlalu akrab denganku. Aku tidak membencinya." Tutur Yuriel tanpa sadar menjelaskan dengan kalimat panjang dan lebar. "Aku tidak pernah membenci mereka."

The BloodlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang