08

161 11 11
                                    

Membawa keranjang buah di tangan, Urata sesekali membungkuk saat berpapasan dengan suster yang lewat di koridor rumah sakit dan akhirnya tiba di depan salah satu pintu rawat inap. Menggeser pintu, Urata mendengus ringan begitu menatap pasien di dalam kamar tengah sibuk memangku laptop entah sedang mengetik apa. Barulah saat Urata masuk dan menutup pintu, Eve baru menyadari adanya tamu di kamarnya.


“Ah, pagi, Urata-san,” sapanya begitu menoleh dengan senyum lebar.


Berbanding terbalik dengan Eve yang pasang senyum manis, Urata justru menaikkan satu alisnya dan melempar tatap sengit. Menarik kursi di dekat ranjang, Urata meletakkan keranjang buah ke meja nakas dan melipat kedua tangan di depan dada. “Aku sudah dengar dari Soraru. Jadi, boleh kukatakan satu hal padamu?”


Menjauhkan tangannya dari laptop, Eve tertawa canggung. “Uuh ... itu salahku. Aku terlalu ceroboh.”


“Tch!” membuka laci meja, Urata mengeluarkan piring kecil dan pisau buah dari sana. Mengupas segel plastik pada keranjang, pria surai cokelat itu mengambil satu apel dan mulai mengupas buah. “Kemampuan penilaian yang merepotkan!”


“Haha ... “ Eve menggaruk pipinya. “Apanya yang kemampuan.”


“Daripada itu, aku yakin dokter sudah menyuruhmu untuk istirahat total,” ucap Urata tajam, tak beralih sedikit pun dari apel yang sudah terkupas separuh di tangannya, “dan aku juga yakin suster yang datang untuk memeriksa juga pasti mengingatkanmu untuk istirahat. Apa aku salah?”


Memahami dengan jelas kalau itu adalah teguran, maka Eve menggenggam tangannya erat dan menunduk lesu. “ ... salahku.”


Menyuguhkan empat potong apel pada Eve, Urata mengambil sisanya dan mengelap pisau dengan tisu basah. “Omong-omong anak muridmu sudah datang menjenguk?”


“Kalau mereka sampai sempat datang, itu artinya tugas yang kuberikan kurang banyak,” jawab Eve cepat.


“Astaga, kau ini! apa salahnya kalau mereka datang menjenguk, huh?!”


“Tidak ada, sih. Hanya saja ... “ Eve meraba kompres pada pipinya. “Aku merasa tidak enak dilihat.”


Mendengus sebal, Urata menggigit jatah apelnya di tangan untuk kemudian beralih pada laptop yang masih menyala di pangkuan. “Lalu, apa yang sedang kau kerjakan disana?”


“Soal ujian,” jawab Eve sembari menyuap sepotong apel.


Tatap jengah bersirat yang-benar-saja-kau-keparat secara instan dilempar oleh Urata. Yang seperti itu harusnya dikerjakan pada saat bulan menjelang ujian saja. Sekarang masih awal tahun. Masih terlalu awal untuk membuat soal ujian tengah semester.


“Aku tahu kau kurang kerjaan. Tapi harusnya kau tahu kapan harus bekerja dan istirahat, dasar maniak.”


Merasa tidak melakukan hal yang salah, Eve mengernyitkan dahinya. “Justru kalau dikerjakan dari jauh-jauh hari, aku takkan kesusahan, kan?”


“Argh, baiklah! Suka-sukamu!” sergah Urata yang sudah muak meladeni kekeraskepalaan Eve.


Setelah hening sekian saat untuk menikmati buah tangan, Eve mengambil apel lainnya dan mengupas kulitnya sendiri. “Omong-omong ... apa yang terjadi setelah itu?”


“Tidak banyak,” jawab Urata santai, “hanya Shoose yang langsung menelpon wali murid anak-anak yang terlibat dan mengancam sedikit. Biar bagaimanapun, sekolah yang nyaris miring moral seperti itu butuh seseorang seperti Shoose dan Soraru.”

YOKU  ||  SouEveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang