“Apa ini? Kuesioner?” Tanya salah satu murid.
Eve menatap satu persatu murid-murid yang menatap lembar kuesioner. Beberapa tampak penasaran bercampur heran. Sisanya memerhatikan isi soal dengan waspada termasuk Sou di kursi belakang.
“Karena materi semester ini telah selesai lebih awal, jadi ku ganti dengan isi kuesioner. Disana ada 50 soal dengan lima pilihan ganda. Pilihlah jawaban yang sesuai atau mendekati jawaban yang kalian inginkan,” jelas Eve.
Karena satu minggu lagi ia harus menghadiri rapat wali kelas, maka hanya ini satu-satunya cara yang bisa ia lakukan untuk menambah informasi. Ia sudah membagi tiap 10 soal menanyakan satu topik. Dengan begitu ia mungkin dapat mengerti sudut pandang yang dimiliki oleh para murid sedikit lebih banyak. Tidak ingin membuang-buang waktu, Eve memberi aba-aba. “Semuanya, aku mengharapkan jawaban terbaik kalian.”
Para murid mengangkat pulpen dan mulai membaca soal dengan teliti. Eve menarik kursi dan duduk memerhatikan seisi kelas yang tenang sebelum kemudian menjatuhkan fokus pada buku di tangannya. Tidak sempat menyadari sepasang mata biru keabuan Sou memerhatikan dari kursinya. Sekilas ada kecurigaan tersirat dalam pandangan itu sebelum akhirnya pemuda itu mendengus pelan dan beralih ke lembar soal. Lagipula sepanjang yang Sou ingat, alasan utama seorang guru di sekolah ini membagikan lembar kuesioner tidak lain adalah agar mereka terlihat kompeten saat rapat. Soal-soal yang diberi juga kebanyakan menjurus kearah penilaian personal guru tersebut. Tapi melihat 10 soal awal yang bertanya mengenai pandangan siswa terkait kondisi sekolah, Sou jadi menyimpan sedikit harapan.
“Sou! Lihat, deh, nomor 3!” Bisik Isu dari samping. Segera mencari nomor 3, Sou membaca soal cepat untuk kemudian melebarkan seringai.
03 Apakah keamanan dan ketertiban di dalam sekolah terjamin?
o Sangat terjamin
o Terjamin
o Cukup
o Kurang terjamin
o Tidak terjamin
“Orang ini benar-benar ...” Sou memutar penanya dan segera mengerjakan soal. Tidak hanya Sou yang tampaknya puas dengan lembar kuesioner saat ini, beberapa anak di kelas pun sama antusias hingga beberapa terlihat tampak sedang menahan senyum. Seolah mereka sudah menanti soal-soal yang mampu mewakili isi hati mereka sebagai pelajar di sekolah ini.
Lima belas menit terlewati dengan hening. Eve menutup buku di pangkuan lalu mengedarkan pandangan ke seluruh kelas. “Sudah selesai?”
“Sensei!” Akame tiba-tiba mengangkat tangannya. “Boleh tidak aku menambahkan opini di samping jawaban?”
“Opini?” Eve menaikkan satu alisnya.
“Atau semacam pernyataan tambahan gitu. Boleh, gak?” tambahnya.
“Oh~! Menarik juga! Aku juga mau, dong, sensei!” Seru Naruse dari kursi belakang.
Eve melipat kedua tangannya di depan dada, merenung sejenak. Sekian menit berlalu, Eve akhirnya memberi persetujuan. “Kalian bisa tambahkan dengan kalimat yang ringkas. Mengerti?”
Para murid pun bersorak senang dan lanjut mengerjakan soal. Atau lebih tepatnya menambahkan jawaban versi mereka yang sebetulnya sama sekali tidak dibutuhkan dalam kuesioner. Akan tetapi Eve merasa tambahan jawaban itu mungkin akan memberi informasi tambahan untuknya memahami kepribadian mereka.
Yah, aku memang sudah sering melihat gaya tulisan mereka. Hanya saja aku tidak bisa menyimpulkan hanya dari sana saja, batin Eve.
Pada akhirnya lembar kuesioner itu pun dikumpulkan tepat pada saat bel istirahat berbunyi. Para murid mengumpulkan lembar jawaban itu sekalian pamit dan keluar kelas. Bermaksud menata lembar yang sudah ditumpuk, tangan Eve terhenti di udara saat lembar terakhir diletakkan paling atas dan Sou adalah orang terakhir yang mengumpulkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOKU || SouEve
Short Story⭐Utaite Fanfiction ⭐ Satu-satunya harapan Eve setelah berdamai dengan dirinya di masa lalu adalah "perubahan". Hanya saja, sudah terlambat baginya untuk menyadari bahwa Sou adalah eksistensi yang dapat memporak-porandakan seluruh perubahan dalam hid...