Sebetulnya Eve tidak terlalu berharap kalau kelasnya akan memenangkan banyak lomba. Lagipula sejatinya festival itu adalah event besar untuk bersenang-senang. Tapi melihat papan skor total seluruh pertandingan di lapangan utama membuatnya ternganga. Dia memang tahu kalau anak-anak kelasnya adalah anak-anak yang pintar, tapi sampai mendominasi seluruh pertandingan itu di luar imajinasinya. Apa kelas yang dia pegang saat ini adalah sarangnya anak-anak jenius? Jika memang begitu Eve semakin tidak boleh menjadi guru yang lemah. Dia harus terlihat berwibawa agar para muridnya tidak malu karena punya wali kelas sepertinya. Dan untuk mencapai tujuan itu, dia harus terus menemani murid-muridnya agar mereka tidak merasa ditinggalkan dan tidak diperhatikan.
"Serius, deh. Dia setia banget," celetuk Kiyo yang mendongak kearah tribun lantai 2 gedung olahraga. Dimana teman-teman dan wali kelasnya itu menonton pertandingan basket.
Yoshitsugu yang menghampiri sembari memasang pelindung siku ikut mendongak dan membalas, "apa serisih itu?"
"Risih, tau! Kayak diawasi orang tua!"
Akame tertawa di sela pemanasan tubuhnya. "Aku dengar dia lagi mencoba mengenal kita."
"Bullshit banget?"
"Serius. Aku tahu dari Sou." Ivu yang selesai melakukan pemanasan di belakang Kiyo dan Yoshitsugu meregangkan lehernya. "Jujur saja aku masih skeptis, tapi dia keras kepala banget."
Tak jauh di dekat Ivu, pemuda bersurai putih pendek menyodorkan botol isotonik pada Ivudot. Menerima botol itu, Ivu meneguk beberapa kali lalu melempar botol kearah Akame. "Menurutmu gimana, Bunchan?"
Pemuda yang dipanggil Bunchan itu tidak menjawab. Tetapi matanya ikut tertuju pada Eve kemudian sedikit tersipu. Melihat reaksi ini, Ivu tertegun lalu tertawa lepas.
"HAHA!! Begitu ya! Dia betulan kayak orang tua!" Seru Ivudot.
Atmosfer yang memenuhi gedung olahraga terasa sangat berapi-api dengan sorakan bersahut-sahutan dan juga yel-yel dari pemandu sorak di sisi lapangan. Begitu peserta di babak pertama memasuki lapangan, seluruh penonton menyerukan nama kelas mereka begitu menggebu-gebu. Melihat sekitarnya penuh antusias, Eve memerhatikan murid-muridnya yang ternyata jauh lebih tenang dibanding dugaannya. Sepertinya mereka ingin lebih fokus menonton daripada ikut bersorak.
"Ayo taruhan, yang maju ke babak dua pasti kelas 3-2," ucap Aotaro yang duduk didepan Eve. Araki yang duduk disamping Aotaro mendecih. "Itu, sih, gak usah dikasih taruhan. Kau menyebalkan."
"Sebenarnya kelas 3-1 banyak yang kuat, tapi begitulah. Atletis sama cekatan beda, ya." Yahiko melipat satu kakinya keatas, sudah terlihat bosan padahal pertandingan belum dimulai.
"Tahu begini harusnya aku bawa cemilan yang banyak. Suntuk, lho."
"Parah banget, sialan."
Percakapan murid-murid itu sedikit menggelitik keingintahuan Eve. Begitu peluit ditiup, Eve menaruh atensi sepenuhnya pada pertandingan basket yang segera disambut sorak meriah. Tapi entah mengapa sorakan euforia semua orang berangsur-angsur menghilang. Seolah mereka juga sudah bisa menduga siapa yang akan menjadi pemenang babak pertama tanpa harus melihat poin akhirnya. Padahal belum lama tadi semua orang begitu heboh menyambut pertandingan yang akan dimulai, tapi setelah melihat pertandingan antara kelas 1 dan kelas 2, euforia semua penonton telah larut menjadi rasa bosan.
"Tuh, kan, apa kataku!" Aotaro menyeringai puas disusul kemudian gelak tawa yang lain yang mana membuat Eve mengernyitkan alis.
Dia tahu kalau murid-muridnya tidak bermaksud untuk menghina apalagi merendahkan peserta di bawah sana. Tapi mendengar percakapan mereka membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOKU || SouEve
Short Story⭐Utaite Fanfiction ⭐ Satu-satunya harapan Eve setelah berdamai dengan dirinya di masa lalu adalah "perubahan". Hanya saja, sudah terlambat baginya untuk menyadari bahwa Sou adalah eksistensi yang dapat memporak-porandakan seluruh perubahan dalam hid...