21

69 8 26
                                    

Pagi itu, udara masih terasa sejuk meski matahari mulai merangkak naik. Eve menghela napas berat sembari berlari secepat mungkin dari halte bus. Tubuh mungilnya yang berbalut kemeja putih polos dan celana kain hitam bergerak lincah melewati keramaian kota. Tas selempang cokelatnya berayun mengikuti irama langkahnya yang tergesa. Keringat mulai membasahi dahinya, membuat beberapa helai rambut menempel di sisi wajah, namun dia tak bisa membiarkan dirinya terlambat.


Suara derap langkahnya bergema di trotoar yang mulai ramai oleh pejalan kaki - sebagian besar adalah para pekerja kantoran yang terburu-buru dengan secangkir kopi di tangan. Aroma roti segar dari toko roti di sudut jalan bercampur dengan wangi kue dari toko-toko yang membuka lebar-lebar ventilasi mereka, menciptakan perpaduan aroma yang bahkan akan membuat anak-anak pun akan menoleh dan tertegun.


Beristirahat sejenak di depan tanjakan jalan, Eve mendongak dan menatap gedung putih yang terletak tepat di puncak jalan. Gedung yang dia yakini sebagai sekolah putri itu membuat Eve semakin merasa harus bergegas. Maka, ia mempercepat langkahnya menaiki tanjakan yang cukup curam. Jantungnya berdegup kencang bukan hanya karena kelelahan, tetapi juga karena rasa cemas akan persiapan geladi resik drama yang akan digelar hari ini. Sepatu pantofel nya mengetuk-ngetuk aspal dalam ritme yang semakin cepat, sementara pikirannya dipenuhi bayangan tentang murid-muridnya yang pasti sudah menunggu.


Ketika akhirnya mencapai gerbang hitam sekolah yang cukup megah, dia melihat dua sosok familiar menunggunya. Ito tampak sedang mengecek jam tangannya untuk kesekian kali. Sementara Yuusei menyandarkan tubuhnya ke dinding sambil sesekali mengetukkan kakinya ke tanah. Meski wajah mereka terlihat tenang, gelagat tubuh yang menunjukkan ketidaknyamanan karena terus diperhatikan para siswi yang lewat membuat Eve merasa bersalah.


Eve berhenti sejenak, mengambil sapu tangan dari saku celananya untuk mengelap keringat. Dengan cermat, dia merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dan memastikan penampilannya tetap rapi meski setelah berlari jauh. Kemeja putihnya sedikit kusut di bagian lengan, tapi setidaknya masih terlihat cukup baik.


" Ito, Yuusei, selamat pagi!" sapa Eve dengan suara lembutnya yang khas, sedikit terengah karena berlari.


"Pagi, Eve-sensei!" balas Ito dengan senyum khasnya. "Kita langsung ke aula saja, yuk?"


Mereka berjalan melewati koridor-koridor panjang yang dihiasi lukisan-lukisan klasik dan jendela-jendela tinggi yang membiarkan cahaya matahari pagi menerobos masuk, menciptakan pola-pola bayangan yang indah di lantai marmer putih. Sembari berjalan, Ito menjelaskan dengan detail tentang persiapan panggung yang telah dilakukan. Tangannya bergerak-gerak saat mendeskripsikan dekorasi dan tata lampu yang telah dipasang. Adapun Yuusei, pemuda itu sesekali menambahkan informasi, terutama tentang ruang ganti yang telah dialokasikan untuk masing-masing kelas.


"Murid-murid yang lain sudah berkumpul di aula untuk geladi resik," tambah Yuusei, matanya melirik ke arah pintu ganda besar yang menuju ke aula utama. “Yah, itu pun kalau semuanya baik-baik saja.”


“Hm?” Eve mengerjap gugup.


“Aah, haha ... semoga saja tidak lagi, ya,” harap Yuusei cemas.


Begitu mereka memasuki aula yang luas itu, atmosfer yang menyambut mereka sangat berbeda dari yang Eve bayangkan, atau justru malah sesuai dengan prediksi Ito. Ketegangan yang pekat menyelimuti ruangan dengan langit-langit tinggi dan lampu-lampu panggung. Suara-suara berdebat menggema di dinding-dinding, menciptakan ketegangan yang tidak menyenangkan.


Di tengah ruangan, di bawah cahaya lampu sorot yang sudah dinyalakan untuk latihan, dua sosok berdiri berhadapan seperti dua petarung di arena. Naruse tengah beradu argumen sengit dengan seorang siswi berambut panjang keemasan yang berkilau di bawah terpaan cahaya. Keduanya berdiri dengan pose yang sama - tangan terlipat di dada dan tatapan tajam yang saling beradu, menciptakan ketegangan yang nyaris bisa diraba.

YOKU  ||  SouEveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang