16

93 8 4
                                    

Ada banyak hal yang Eve rasa berubah setelah festival olahraga. Meski bukan sekali dua kali para siswa yang ia lewati akan sempat berhenti dan diam-diam meliriknya, namun tatapan mereka berubah dari yang menelisik jadi memerhatikan. Tidak tanggung-tanggung sampai ada siswa yang begitu berani melihatnya dari atas ke bawah. Awalnya Eve sempat berpikir kalau dia cukup menganggap tindakan para siswa itu sebagai angin lalu. Tetapi semakin lama, Eve jadi tidak tahu harus bagaimana begitu situasinya berkembang menjadi sesuatu yang tidak terduga.


“Sensei, kamu ... komite keamanan, kan?”


Menoleh kearah siswa yang memanggilnya, Eve berbalik dan menatap satu-persatu tiga siswa di depannya. “Begitulah. Hanya saja tugasku sedikit berbeda dari Shoose-sensei dan Urata-sensei. Apa ada yang ingin kamu sampaikan?”


“Uh, begitu.” Siswa itu melengos, sedikit mengerucutkan bibirnya.


Melihat adanya kegelisahan di raut siswa itu membuat Eve semakin penasaran sekaligus khawatir. “Apa ada sesuatu yang terjadi?”


“Eh, tidak. Aku tidak masalah! Maksudku aku tidak melakukan sesuatu. Aah, aku ngomong apa sih!!”


“Bicaralah pelan-pelan. Akan kudengarkan. Masih ada waktu 10 menit lagi sebelum bel masuk,” ujar Eve seraya memeriksa jam tangannya.


Dua anak di belakang tampak menatap penuh harap pada punggung kawannya, seolah mereka sedang mengirim dukungan lewat pancaran mata mereka yang berbinar-binar. Tak lama kemudian, siswa itu pun meraih tangan Eve dan memberikan secarik surat langsung ke tangan Eve.


“It-itu! Anggap saja itu item darurat!”


“ ... ya?”


“Pokoknya kamu— eh, salah, sensei harus hati-hati sama mereka! Terutama empat teratai neraka!”


“Empat teratai apa...?”


Begitu bel berbunyi, tiga siswa itu membungkuk sebelum kemudian bergegas pergi meninggalkan Eve yang mematung di depan pintu kelasnya. Baru pria almond itu akan membuka surat, pintu kelas terbuka dan Ito dengan senyum khasnya menyapa.


“Sudah yang ke berapa kali?” tanya Ito.


Membaca surat yang hanya berisikan nama lengkap dan nomor telepon sejenak, Eve mengulum senyum canggung. “Aku tidak lagi menghitung setelah yang ketujuh.”


“Wah~ kau dengar itu, Hans?” Ito menoleh kearah Hans yang tak lama muncul dari belakang Ito, menorehkan senyum ramah.


“Memangnya anak itu bilang apa?” tanya Hans.


Meychan yang sejak tadi menyaksikan dari jendela dan masih berdiri di atas meja menyahut. “Hati-hati sama empat teratai neraka, katanya.”


Melipat kembali surat, Eve melangkah masuk dan memberi isyarat pada Meychan untuk turun lewat lirikan mata. Begitu semua anak telah duduk di kursi masing-masing, Eve membuka sesi pelajaran kali ini.


Memasuki awal musim panas, semua warga sekolah menaruh seluruh fokus mereka pada satu hal, yaitu ujian semester. Baik dari guru yang harus mulai menyicil pembuatan soal dan sebagainya, para murid juga harus lebih fokus untuk pendalaman materi. Sejauh ini, kelas yang Eve tangani cukup terkendali mengingat dirinya hanya mengisi kelas untuk beberapa kelas di kelas dua dan kelas utamanya. Hanya saja, pelajaran yang Eve ampu adalah satu dari pelajaran yang cukup fatal, yaitu matematika. Sehingga mau tak mau ia harus membuat berbagai macam skenario pemaparan agar semua muridnya dapat memahami materi dengan mudah. Walau sudah diupayakan begitu, tetap saja akan ada satu atau dua anak yang memiliki kinerja otak yang berbeda.

YOKU  ||  SouEveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang