09

156 10 13
                                    

Satu minggu berlalu tanpa terasa. Eve yang sudah kembali ke rumahnya minggu sore kemarin akhirnya dapat mengisi kekosongan absennya hari ini. Meletakkan buku-bukunya di mejanya, Eve membuka jendela dan menikmati semilir angin pagi yang menyapa wajah dan masuk ke dalam ruang guru yang masih kosong. Menghirup sejuknya udara dalam-dalam, Eve menarik kursi dengan kakinya dan duduk menopang pipi di tepi jendela. Kebebasan sederhana seperti ini sangatlah ia syukuri. Apalagi pemandangan langit yang masih semi biru gelap terasa sangat menenangkan batin. Merebahkan kepala pada lengan, Eve memejamkan mata agar dapat menikmati suasana pagi lebih rileks lagi.


“Sudah kuduga kau akan datang di pagi buta, sensei.”


Refleks bangun, Eve berbalik dan menatap kaget pada Sou yang berdiri tepat dibelakangnya. Teralih pada tumpukan lembar di tangan pemuda itu, Eve menunjuk benda tersebut. “Laporan?”


Sou mengangguk. “Laporan.”


Menerima kertas laporan, Eve membuka lembar demi lembar dan membacanya cepat. Sekian menit berlalu, Eve menutup lembar laporan dan mendongak dengan senyum pada Sou. “Kerja bagus. Nanti pimpin diskusinya, ya!”


Sou memalingkan wajahnya dan mendengus. “ ... aku tahu.”


Eve yang berbalik untuk menaruh laporan di mejanya tertegun kala memerhatikan tangan Sou yang meletakkan sebuah bungkus permen seukuran genggaman tangan ke atas mejanya. Memandang ingin tahu kearah Sou, pemuda itu menunjuk kearah bungkus permen dengan wajah datar. “Aku memungutnya.”


Begitu Sou pergi dari ruang guru, Eve membuka bungkus permen hati-hati untuk kemudian terperangah melihat tumpukan permen coklat favoritnya di dalam sana. Langsung mengambil satu permen, ia buka plastik segel permen semangat dan melahapnya.


“Dasar anak itu. Masa guru dikasih permen. Memangnya anak-anak,” dumelnya sembari bersenandung senang memakan permen yang kedua.


Sekitar jam 8, Eve mengecek jadwal mengajarnya di buku absen dan tiba di depan pintu kelasnya. Segera menggeser pintu, Eve yang baru akan berseru malah jadi ternganga. Hampir semua siswa di dalam kelas berkumpul di tengah-tengah, seperti sedang mengerumuni sesuatu. Mereka semua pun juga memasang ekspresi kaget dan nyaris melongo.


“ ... apa yang kalian lakukan?” tanya Eve begitu ia berhasil mengendalikan diri.


Kerumunan itu saling melempar pandang untuk kemudian Ito mengambil inisiatif dengan menghampiri Eve. “Eum ... ini ... bukan hal yang serius, sih. Hanya saja kalau tidak kami atasi, nanti malah akan jadi sangat merepotkan.”


Kedua manik Eve perlahan menyipit. Melihat dari gelagat si ketua kelas, Eve tahu kalau Ito tidak berbohong. Hanya saja masih ada yang disembunyikan. “Apa aku tidak boleh tahu apa itu?”


“Tidak,” jawab Ito tegas. Hal yang cukup tak terduga oleh Eve. Melihat anak-anak murid lainnya yang juga memberi sorot mata yang sama, Eve memutuskan untuk menghargai para muridnya. “Baiklah, panggil aku kalau kalian sudah membereskannya.”


“Kamu bisa masuk, kok, sensei. Kita yang akan membawanya keluar,” sergah Nico.


“Eh?”


Ivu dan Wolpis dengan cepat menghampiri Eve dan merangkul lengan kiri-kanannya. “Masuk, masuk~” ajak Ivu.


“Eum, sebenarnya apa yang kalian lakukan—“


“Aah~ bukan hal penting, kok~ sungguh~ semuanya sudah diatasi dengan sa~ngat baik~!” Sahut Wolpis yang berusaha menghalangi area pandang Eve dengan bahunya.

YOKU  ||  SouEveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang