03

196 13 6
                                    

Memandangi keramaian di halaman sekolah, Eve beralih pada langit sore dan melanjutkan perjalanan menuju ruang guru. Sesampainya disana, Eve segera menuju mejanya yang berada tepat di dekat jendela lalu menatap sejenak lapangan sekolah yang ramai dengan anak-anak yang melakukan aktivitas klub olahraga. Puas melihat, Eve mengalihkan fokus pada buku ajar yang menumpuk di atas meja dan memisahkan bahan ajar yang akan di pakai besok. Memasukkan sisanya di dalam laci paling bawah, Eve mengunci laci tersebut dan memasukkan bahan ajar untuk besok di laci paling atas. Menyandarkan punggung ke kursi, Eve merogoh lengan cardigan-nya dan mengeluarkan sebutir permen coklat.


Untuk awal pertama kembali debut sebagai wali kelas hari ini setidaknya tidak terlalu buruk. Eve berniat untuk meninggalkan kesan tegas dan kuat pada anak muridnya dengan menunjukkan sedikit keahlian pengamatannya. Ia harap dengan menunjukkan bahwa dirinya bisa membaca karakter mereka, anak-anak itu akan berpikir untuk tidak coba-coba membohonginya seperti yang dilakukan murid-muridnya di masa lalu. Sempat terbesit dalam otak kalau rencananya kali ini sedikit kekanakan. Tapi mau bagaimana lagi. Hasil renungan dari kejadian di masa lalu adalah dia terlalu keras pada muridnya. Kali ini ia akan mencoba untuk toleransi namun tetap ingat untuk terus bersikap tegas.


Benar juga. Membicarakan murid, Eve sama sekali tidak menyangka akan bertemu murid mengagumkan itu di kelasnya. Dia bahkan menjadi salah satu anak dalam naungannya. Mengulum permen coklat dengan senyum merekah, Eve mengingat kembali sebaris nama dari pemuda yang amat melekat dalam pikirannya.


Aikawa Sou ... kan? namanya mengingatkanku pada teman lama, pikirnya. Dahinya mengerut disusul kemudian pandangan matanya berubah sedih. Bagaimana kabarnya sekarang, ya.


Merogoh lengan kiri, Eve menarik keluar satu bungkus pie coklat dan membuka bungkusnya. Lanjut makan snack dengan nyaman dan menonton lapangan.


Pintu depan dibuka oleh seorang guru yang baru kembali dan menyapa, “otsukare~”


Beberapa guru lain membalas sapaan serupa dan berbincang. Mereka semua berkumpul di salah satu meja yang tak jauh dari pintu depan. Eve menoleh sejenak kearah kerumunan guru itu untuk kemudian kembali beralih pada jendela.


“Hahaha! Oh, benar, Eve-sensei!” panggil si guru yang baru saja datang.


Kaget dengan seruan itu, Eve menoleh dan menyahut, “Ada apa?”


“Tadi kulihat beberapa anak kelas tiga pergi menuju ke halaman belakang sekolah. Mungkin salah satunya ada anak muridmu? Di sana sering jadi basecamp untuk murid badung merokok, kan?”


Eve berpikir sejenak untuk kemudian menjawab. “Murid saya tidak ada yang merokok.”


“Ah, masa? Kau, kan, baru kenal mereka hari ini.”


“Bibir mereka tidak ada yang keruh. Fisik mereka tumbuh dengan bagus. Mungkin mereka lebih sering berkelahi ketimbang merokok.”


“Wah, jangan-jangan mereka kesana mau berantem? Tidak mau susul mereka?” timpal guru yang lain.


“Rata-rata murid saya memiliki pekerjaan. Pada jam segini, mereka mungkin sedang kerja part time.”


Kerumunan guru itu menyipit dan diam-diam menatap Eve dengan tatapan merendahkan dan berbisik-bisik. “Lihat itu, dia keras kepala sekali.”


“Haha, padahal hanya guru gagal.”


“Lihat saja nanti, anak-anak kelas 3 tidak ada yang berakhlak bagus. Kita lihat seberapa lama dia bisa terus membela murid-muridnya.”

YOKU  ||  SouEveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang