14

131 8 61
                                    

Suara peluit panjang menggema di lapangan sekolah, menandai kembalinya pertandingan sepak bola antar kelas 3 dan kelas 5. Setelah kecelakaan yang terjadi pada Naruse hanya menghasilkan kartu kuning, pihak kelas 5 semakin terlihat semena-mena. Untungnya Eve masih bisa menenangkan anak-anak dengan bantuan Ito yang mengajak mereka untuk lebih waspada. Awalnya Naruse berniat untuk digantikan dengan yang lain, tapi pemuda pink fanta itu malah bangun dari kursi sembari mengikat rambut sebahunya ke belakang. Tidak perlu bagi Eve untuk bertanya karena bara amarah tersorot begitu jelas dari mata pemuda itu.


Setelah kembali ke lapangan Eve diposisinya memandang tajam ke arah Murakami, akar dari penyakit moral murid-murid kelas 5. Memang sudah terlambat untuk berharap perangai anak-anak itu bisa diperbaiki, mengingat usia mereka yang sudah tergolong matang untuk ukuran remaja. Tetapi ada banyak cara untuk menyembuhkan anak-anak yang sudah terkontaminasi itu.


"Ingat strategi kita," bisik Ito kepada rekan-rekan setimnya saat mereka berkumpul sebelum kick-off. "Kita akan menggunakan formasi 4-3-3 dengan pressing tinggi. Jangan biarkan mereka menguasai bola terlalu lama."


Peluit berbunyi, dan bola mulai bergulir. Tim kelas 3 langsung menerapkan strategi mereka untuk menekan pertahanan lawan dengan agresif. Sachi yang mengisi penyerang sayap kiri berhasil melewati dua pemain bertahan kelas 5 dengan gerakan yang lincah. Ia mengumpan bola ke tengah, di mana Sou, striker utama, sudah bersiap. Namun, sebelum Sou sempat menyentuh bola, ia merasakan tarikan kuat pada bajunya. Diam-diam, pemain nomor 7, bek tengah kelas 5, menyikut kuat rusuk Sou tanpa terlihat wasit. Sou yang otomatis limbung mau tak mau harus merelakan bolanya direbut oleh lawan. Mengusap rusuknya, ia mengeraskan rahang dan menemukan Eve fokus memerhatikan lawan. Pemuda itu menghela napas lega sebelum kemudian mencoba mencari celah yang bisa ia manfaatkan.


Lagipula percuma untuk mengadu pada wasit mengenai kondisi tadi. Harus Sou akui kalau barusan itu adalah cara yang nekat tapi efektif. Hanya saja memikirkan teman-temannya akan mengalami hal serupa membuatnya sedikit merasa jengkel.


Kelas 3 terus mencoba membangun serangan, tapi tanpa diduga kelas 5 tidak kalah tangguh dalam bertahan. Mereka bahkan terlihat akan melancarkan serangan balik yang berbahaya.


Pada menit ke-20, pemuda dengan nomor 10 yang mengisi gelandang kelas 5 berhasil melewati lini tengah kelas 3 dengan mudah. Pemuda mengumpan bola ke depan, di mana striker kelas 5 dengan nomor punggung 9 sudah berlari kencang. Striker kelas 5 pun berhasil mengejar bola dan berhadapan satu lawan satu dengan Aotaro yang menjaga gawang.


Aotaro keluar dari sarangnya, berusaha menghadang si striker. Namun, sebelum ia sempat menjangkau bola, striker itu tiba-tiba terjatuh di dalam kotak penalti. Wasit langsung meniup peluitnya dan menunjuk titik putih.


"Penalti!" Seru wasit lantang.


"OI!! YANG BENAR SAJA!! AKU BAHKAN BELUM MELAKUKAN APAPUN!!" Raung Aotaro tak terima.


Seruan protes keras juga terdengar bersahut-sahutan dari sisi lapangan. Meski begitu, wasit tampaknya tak merasa kalau keputusannya salah. Baik pemain di lapangan dan para siswa yang berada dekat di garis bata lapangan yakin striker itu hanya berpura-pura jatuh sehingga Aotaro akan disalahkan.


Yahiko yang tak jauh dari gawang menghampiri Aotaro. "Tenang, kita masih punya banyak kesempatan," ujarnya menyemangati.

YOKU  ||  SouEveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang