01

157 11 0
                                    

Langkahnya yang tergesa-gesa kontras dengan ruangan apartemen yang minim perabotan. Menyambar cardigan cokelat yang teronggok di punggung sofa, pria berusia 27 tahun itu mengaktifkan mode multitasking dengan mengenakan cardigan, sepatu, dan menghabiskan selembar roti tawar di mulut bersamaan. Cepat-cepat mengunci pintu apartemen, ia langsung tancap gas dan berlari menuju lift yang berada di ujung koridor.


Untuknya yang bekerja sebagai seorang guru, bangun kesiangan benar-benar kesalahan fatal. Apalagi hari ini ada apel pagi untuk menyambut siswa baru. Juga hari ini adalah awal semester baru untuk siswa lama, kalau sampai para siswa melihatnya terlambat, dia pasti akan menjadi contoh yang buruk. Dan kalau sampai ada murid yang menjadikannya alasan untuk terlambat, itu lebih dari buruk.


Sampai di parkiran sepeda, pria bersurai almond itu berjongkok membuka kunci sepeda dan menarik keluar sepeda dari parkiran. Memasukkan tas ke dalam keranjang depan, ia segera naik dan mengayuh sepeda secepat yang dia bisa. Beruntungnya lingkungan sekitar apartemen disini lumayan sepi, jadi dia tak perlu khawatir akan menabrak sesuatu. Mengecek jam tangannya sejenak, ia menghitung dalam hati perkiraan sampainya dia di sekolah.


Kalau jarak dari sini ke sekolah dibulatkan jadi 2KM, lalu menghitung sisa waktu yang kupunya adalah 15 menit, apa aku bisa mengayuh dengan kecepatan 7,5KM/jam? Aish, mikir apa aku! Apa aku salah hitung?! Batinnya yang mulai panik sendiri.


Menyerah untuk berpikir, pria itu terus mengayuh melewati jalan demi jalan. Dari keluar kawasan pemukiman menuju jalan besar. Lalu berhenti sejenak untuk menunggu lampu lalu lintas. Dan kebut lagi hingga akhirnya menemukan jalan menanjak yang berada di pertigaan jalan. Terus mengayuh sampai atas, ia mengambil jalan kanan dimana jalanan mulai menyempit dan disepanjang sisinya ditumbuhi oleh pohon sakura. Seolah disambut dengan hujan kelopak, pandangannya terkesima untuk sesaat lalu kembali fokus menuju gedung yang hanya tinggal beberapa meter lagi di depan mata. Tampaknya ia masih belum terlambat meski di depan sana sudah banyak siswa-siswa yang berlari kecil melewati gerbang.


Aduh, gawat. Sempat betul dia bengong begini.


Begitu sampai di depan gerbang sekolah, ia menghela napas lega dan menatap kearah dua siswa OSIS yang berdiri di sisi kiri gerbang, nampaknya sudah bersiap menutup gerbang. Inginnya menyapa dengan senyum, tapi seorang guru harus selalu terlihat berwibawa.


"Selamat pagi," sapanya.


Dua siswa OSIS itu agak tersentak lalu membalas sapaan. "Selamat pagi, Eve-sensei!"


Mengangguk sekali, Eve turun dari sepedanya. "Perintahkan yang dibelakang untuk segera menyusul."


"Baik!" seru mereka kompak.


Tak lama setelah Eve menjauh mendorong sepedanya, dua murid OSIS itu mulai menyeru para siswa yang masih diluar untuk mempercepat lari mereka. Seruan dua anak OSIS itu terdengar sedikit panik. Padahal mereka hanya perlu menyuruh para siswa yang diluar agar lebih cepat. Sampai di parkiran sepeda, Eve langsung mengecek kembali jam tangannya. Aah, sudah 5 menit lagi rupanya.


Ikut bergegas menuju gedung aula serbaguna yang berada tepat di belakang gedung sekolah, Eve akhirnya sampai dan berdiri di sisi lapangan dan bergabung dengan barisan pengajar kelas 3. Disisinya, pria bersurai raven yang mengenakan kemeja biru polos menyapa dengan senyum. "Tumben sekali kamu hampir telat, Eve-kun."


Membalas dengan anggukan kecil, Eve menyahut dengan tawa kecil. "Aku kelepasan membuat catatan ajar untuk 3 minggu semalam. Jadinya begini."

YOKU  ||  SouEveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang