"Apalagi urusanmu sekarang, Yasuo?" sembur Naruse ketus.
Berdiri di antara dua siswa berbadan tinggi besar, seorang siswa dengan tiga tindik di telinga kiri dan bersurai coklat panjang menatap dengan penuh permusuhan. "Dimana guru kecil itu?"
"Sejak kapan Urata ada di lantai 3, sialan," jawab Meychan.
Ekspresi semua orang mendadak berubah dan melirik Meychan dengan tatapan yang tak tahu harus menanggapi bagaimana.
Ivudot nyaris kelepasan tertawa. "Yah, Meychan gak salah sih, tapi—"
"Tutup mulutmu, Ivu," potong Nico agak jengkel.
Pemuda bersurai cokelat kemerahan yang dipanggil Yasuo itu menyarungkan kedua tangan di dalam sakunya. Dua siswa yang menemani bertukar pandang sembari terkikik. "Lihat itu. Tampaknya si cantik sudah jadi pacar bersama," ucap siswa di sebelah kiri.
"Brengsek, hahaha!" sahut siswa di sisi kanan.
Buru-buru menahan Ivu, Nico diam-diam melirik kearah Sou yang sudah melotot marah di belakangnya. Merasakan situasi semakin menegang, Eve yang tidak bisa apa-apa karena dihalangi oleh tubuh besar Sou hanya bisa menilai situasi lewat pendengarannya.
"Harus bagaimana, ya?" Seulas senyum tersungging di wajah Yasuo selagi tangannya mengibas-ibas selembar kertas di tangannya. Ada sekian saat Naruse dan Meychan mengerjap heran sampai kemudian mereka mengenali kertas yang dipegang Yasuo.
"Surat panggilan?!" pekik Naruse.
Semua orang di dalam kelas juga membelalakkan mata. Jika Yasuo datang kemari untuk mengacau, mereka bisa langsung menghajar habis satu kelas kalau perlu. Namun, adanya kertas di tangan ketua kelas 5 itu membuat mereka tidak bisa bertindak begitu saja. Meski biasanya surat panggilan begitu takkan berpengaruh pada siswa yang sudah biasa melakukan pelanggaran, tetapi sekarang Yasuo memanfaatkan fungsi surat itu agar dapat bertemu dengan Eve.
Yuusei mendecakkan lidah kesal. "Bajingan itu memanfaatkan surat pelanggaran dari keamanan, ya."
Wolpis menoleh ke belakang. "Bagaimana ini, Sou?"
Sou mengepalkan kedua tangannya. Untuk kemudian dengan berat hati menyingkir dari kursinya dan membiarkan Eve keluar. Menatap wajah muridnya yang tertekuk dengan senyum tipis, Eve menepuk bahu Sou beberapa kali dan melakukan hal yang sama ke tiap murid yang ia lewati. Sesampainya di depan pintu, Eve mendongakkan sedikit kepalanya dan beradu pandang dengan Yasuo yang menyeringai puas.
"Selamat siang, sensei." Yasuo menyodorkan surat pemanggilan kearah Eve. "Harusnya aku menghadap Shoose-sensei atau Urata-sensei. Tapi keduanya sedang tidak ada. Jadi, hanya kamu yang tersisa sebagai bagian komite, kan?"
Sepasang manik aqua Eve sedikit menyipit. Dia anak yang cerdas, ya.
"Berhubung waktu istirahat akan segera selesai, kamu bisa datang langsung ke ruang konseling setelah pulang sekolah. Aku akan menunggu disana," jawab Eve tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOKU || SouEve
Short Story⭐Utaite Fanfiction ⭐ Satu-satunya harapan Eve setelah berdamai dengan dirinya di masa lalu adalah "perubahan". Hanya saja, sudah terlambat baginya untuk menyadari bahwa Sou adalah eksistensi yang dapat memporak-porandakan seluruh perubahan dalam hid...