P R O L O G U E

1.7K 168 41
                                    

"Hanya membaca saja tidak cukup untuk membuatmu pintar. Semua peneliti di Akademiya itu adalah contoh yang paling pas."

Benar, pemuda ini tidak ada ubahnya sama sekali. Setiap kali ia mulai mengatakan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, meski proyek penelitiannya berjalan dengan semestinya, dia tidak akan berhenti untuk mulai berbicara dan mengomentari kinerjanya.

"Bukan berarti tidak berguna sama sekali," kata gadis itu akhirnya. "Benar begitu?"

"Kau benar." Pemuda itu berhenti melangkah dan bersedekap. "Harus kuakui, kalau mereka benar-benar mendapatkan sumber yang sangat cerdas dan sangat kredibel."

"Tentu saja."

Kendati demikian, walaupun harus dia akui kalau kerjasama kelompok penelitian ini buruk—sangat buruk malah—hasilnya terlampau sempurna. Jalannya memang sulit, tapi dia sangat bersyukur karena berakhir seperti harapannya. Dia benar-benar hampir menangis darah demi menyelesaikan proyeknya yang satu ini.

Kalau saja bukan karena campur tangannya untuk mengumpulkan bahan dan sumber informasi, dan kecakapan akademis pemuda ini, sudah dipastikan penelitian ini akan gagal di tangan para peneliti yang pemuda ini anggap "kurang kompeten" itu.

Iya, pemuda itu, Alhaitham. Mahasiswa dengan nilai ujian masuk tertinggi di Sumeru Akademiya, jurusan Haravatat. Jelas semua orang tahu kalau Alhaitham bukan orang yang cocok bekerja sama dalam kelompok—itu kalau tidak ada gadis ini di sampingnya, [Name].

[Name], tentu saja. Kekasih sang jenius muda Alhaitham, hanya gadis itu yang sanggup menahan omongan tajam pemuda itu setiap kali mereka memulai proyek penelitiannya. Anggota kelompok lain tidak akan ada yang berani berbicara dengan Alhaitham tanpa melalui dirinya.

"Masih terlalu pagi untukku... Ayo, kita minum segelas kopi dulu," ucap Alhaitham padanya.

"Aku tidak," balas [Name] seraya melanjutkan langkahnya. "Aku belum makan sejak pagi ini, jadi aku akan lewatkan kopinya. Terima kasih."

"Kau lapar? Makan saja sekarang."

Dan begitulah percakapan [Name] dengan kekasihnya itu berakhir. Setelahnya, dia pergi begitu saja seolah tidak mendengar apa yang baru saja dikatakan Alhaitham padanya.

Ini bukan pertama kalinya dan [Name] merasa itu tidak akan jadi masalah—seharusnya. Namun tiba-tiba Alhaitham menahan tangannya dan sedikit menarik dirinya hingga ke belakang.

"Ada apa denganmu?" tanya pemuda itu.

"Tidak ada," balas [Name] dengan acuh, dia melepaskan tangan Alhaitham darinya. "Seperti katamu, aku akan makan sekarang dan kau bisa pergi untuk menikmati kopimu."

"[Name]?"

"Pergi saja. Lagi pula kau pasti merasa lebih nyaman sendiri setelah tugas hari ini."

Orang akan mengira mereka berdua sedang bertengkar, padahal tidak begitu. Alhaitham bukan orang yang suka menghadapi masalahnya dengan berlarut-larut, dia cenderung melewatkannya begitu saja saat ia rasa masalahnya sudah selesai. Alasannya sederhana, dia tidak menyukai masalah apa pun yang menyangkut dirinya.

Dan [Name], entah bagaimana, terbiasa dengan itu sehingga tampak tidak peduli dengan apa pun yang terjadi padanya. Ya, meski baru ia sadari jika dia baru bersikap seperti itu selama beberapa hari terakhir ini.

"Baiklah," kata Alhaitham akhirnya.

Kemudian pria itu pergi tanpa mengatakan apa pun lagi, meninggalkannya sementara [Name] juga pergi dari sana untuk mengisi perutnya.

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Rasa makanan yang melewati mulutnya hari itu hampir terasa hambar. [Name] sangat yakin kalau seharusnya dia tidak merasa seperti ini, tapi itu mungkin berkat topik percakapan dia dengan teman-teman satu kelompok penelitiannya ini.

[21+] To Find Something Again | Alhaitham x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang