SEASON II: ៍ོ̇ ⸙::03 ─ ࿆⃧፝ ྅

233 22 0
                                    

setelah mempercayakan anak kecil bernama akira itu pada reo dan chigiri, rin menyusul kara yang masuk ke dalam kamarnya.

tanpa mengetuk, rin langsung membuka pintu dan menutupnya kembali sebelum mendekati kara yang menidurkan diri dengan bantal menutupi seluruh kepalanya.

"kara," rin menarik tangan gadis itu untuk duduk, tapi kara menepisnya dengan mudah.

"jangan ngomong lo. gue lagi males denger suara lo. jangan di sini juga. gue males liat muka lo." kata kara, tanpa menyingkirkan bantal yang menutupi wajahnya.

"lo lebih percaya anak itu daripada gue? lo lebih percaya nagi daripada gue? apa gue keliatan mau ninggalin lo?"

mendengar pertanyaan rin, kara menjawab "iya" lalu tubuhnya berguling demi menghindari berdekatan dengan rin, tapi sayangnya—

bruk.

—dia terjatuh ke lantai dengan posisi terbaring.

"AAAAA!!! S-SAKIT.." kara merengek sambil memegangi lengannya yang beradu dengan lantai kamarnya. dia begerak duduk, membuat rambutnya jadi acak-acakan.

rin segera berjalan menghampiri gadisnya itu, lalu berjongkok untuk menyesuaikan tinggi mereka..

ah, dia nangis. melihat kara yang bar-bar ini akhirnya bisa meneteskan air matanya, rin justru tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum. tangannya pun gemas mengusap kepala kara seperti sedang menenangkan anak kecil yang menangis.

"cup.. cup.." rin bergumam pelaaaaaaaan sekali. sampai kara yang jaraknya dekat saja tidak bisa mendengarnya. "gue, nggak akan ninggalin lo. janji."

"BOHWWOONGGG.. lo mau ninggalin gue pergi nanti.." hidung kara berair, airnya keluar menetes ke bawah. "lo aja bisa mutusin ikut pelatihan itu tanpa mikir panjang. lo aja nggak cemburu gue deket-deket cowok lain. lo nggak pernah nunjukin rasa sayang lo ke hal-hal kecil.. abis ini lo pasti ninggalin gue.."

"enggak.." suara rin berubah lembut sekali. sampai kalian sendiri tidak akan percaya kalau rin bisa bersikap demikian.

"gue nanti sendirian lagi.." tapi kara tak mau mendengar kata-kata rin dan masih betah menangis dengan posisi tangan rin mengelus kepalanya.

rin kemudian membawa tubuh kara yang sedang terlihat lemah itu ke pelukannya. "gue suka lo, nakara. gue cinta, sayang, peduli, sama lo."

tangisan kara berhenti sejenak. suara rin terdengar jelas di samping telinganya, dia terkejut mendengar kata-kata itu barusan.

"gue serius nggak pernah deket sama cewek sebelum lo. dan akira itu.. dia bukan anak gue. seandainya bachira atau nagi bener, gue bakal berusaha.."

"..?"

".. biar nikahnya sama lo. gue janji," rin melepas pelukan, dan mengusap mata kara yang berair itu dengan jari-jarinya.

"tapi kan ada banyak kemungkinan.. siapa tau—,"

"dia bukan anak gue, dan gue bakal berusaha supaya nikahnya sama lo. itu aja yang harus lo pikirin sekarang. jangan pikirin yang lain, ya?" rin memberi sebuah ciuman ringan di bibir kara, lalu tersenyum.

"hmm.. i-iya.." kara yang jarang sekali menerima perlakuan seperti ini, mendadak linglung.

"pinter," tangan rin lalu terangkat lagi untuk mengusap kepala kara. cukup lama, sampai akhirnya kara tenang sendiri dan tangisannya pun berhenti.

brak brak. pintu digebrak. entah siapa pelakunya.

"keluar woy. masih siang udah ke kamar aja. urusin nih anak lo, rin." isagi si mulut sampah ternyata.

"mau keluar atau di sini dulu?" rin bertanya pada kara.

"lo mau keluar?" kara cemberut.

rin langsung terkena serangan jantung. bercanda. tapi serius. jarang sekali bisa melihat kara dalam mode tidak berdaya seperti ini! entahlah rin harus berterimakasih pada akira atau tidak. karena lewat kehadiran anak itu, kara mengeluarkan sisi manjanya.

"lo mau gue di sini?" rin tersenyum lebih jelas sekarang, tangannya tidak tahan untuk tidak memberikan usapan di kepala kara.

"keluar aja. tapi gue ikut," kara mengulurkan tangannya. rin dengan sukahati menggenggam tangan itu dan menuntunnya keluar kamar.

ada isagi dengan wajah dongkolnya yang pertama mereka lihat setelah membuka pintu.

"apaan?" rin memberi tatapan tajamnya pada isagi.

"akira nggak tau ibunya siapa. kayaknya tuh anak bohong deh," isagi berbisik dengan gelagat ibu-ibu julid.

rin menoleh ke arah kara yang masih sesenggukan. "ya kan? bohong dia."

"hm.." kara memalingkan wajah. takut isagi menyadari kalau——

"LAH?! LO NANGIS, KAR??" isagi melotot menatap kara yang sejak tadi tertutup tubuh tinggi rin. "BENTAR. TAHAN BENTAR," dia mengambil ponsel yang ada di saku celananya, kemudian memotret kara.

"WOY SINI WOY!! RAJA IBLIS AKHIRNYA TURUN TAKHTA," isagi dengan mulut bocornya, segera memberitahu berita yang menurutnya super penting itu.

"ngapain sih lo?" rin protes, isagi tak peduli.

bachira dan yang lainnya segera datang bergerombol.

"dih, bocahnya nangis," reo menahan tawanya. begitu juga dengan chigiri dan nagi.

"pft.. yhaa nangis yhaa... lemah.. yhaa... cupu," bachira meledek sambil mengacungkan ibu jarinya ke bawah. (👎👎)

"yhaa...!!" nagi, chigiri, reo, dan isagi kompak menunjuk kara. lain dengan kunigami yang masih menjaga akira di ruang tamu.

genggaman tangan antara rin dan kara pun terlepas. si gadis melangkah maju dengan tatapan membunuh dan kuda-kuda untuk membanting isagi, melepaskan tulang-tulang dari tubuhnya.

tapi sebelum itu, rin menangkap kepala kara dan membelokkan arah jalannya menuju tubuhnya sendiri untuk dia peluk.

"biar gue aja nanti yang mukul mereka," rin bohong kok. dia tidak suka keributan. tapi yang penting, kara tenang dulu. karena sekali dia terpancing emosi, dunia sedang tidak baik-baik saja.

kara menurut membiarkan tubuhnya yang terasa lelah itu bersender ke tubuh rin.

"bubar, bubar. ngeliat orang bucin rawan muntah," nagi membubarkan pasukan tak berguna itu untuk kembali ke ruang tamu.

akhirnya, orang-orang sableng itu tidak ada yang membantu sama sekali, dan malah membuat ruang tamunya berantakan seperti kapal pecah karena mereka bermain ps di sini.

ketika kara siap untuk emosi kesekian kalinya, rin ada di sana, segera memeluknya lagi. "nanti gue yang beresin. kalo lo capek, istirahat aja di kamar."

"i-iya.." kara tersenyum. dia bingung harus sedih atau bahagia hari ini.

"mama! papa!"

suara akira segera membuat rin dan kara praktis menoleh dengan tatapan tanda tanya.

"mama! ehe.." akira menunjuk kara dengan senyuman lucunya.

"m-mama..?"

"mungkin dia nganggep lo mamanya," kata rin, panik. dia pikir kara akan emosi lagi, tapi ternyata tidak.

"emang aku mama kamu?" kara merendahkan tubuhnya, menatap akira dengan tatapan songong.

"iya! mama!" akira tersenyum lagi.

".. !!" kemudian kara menyadari satu hal. dia mengangkat tangannya untuk menggeser poni panjang yang menutupi sebagian wajah akira demi melihat dengan jelas rupa wajah anak ini.

melihatnya, kara jadi merinding sendiri. "r-rin.."

"kenapa?" rin segera membungkuk, kemudian ikut terkejut melihat wajah akira. ".. !! ini.."

akira saat itu, memiliki bulu mata tebal di bagian bawah kelopak matanya seperti ciri khas dari itoshi bersaudara, serta dua warna mata yang berbeda. mata sebelah kanannya, berwarna slim teal, sangat mirip dengan warna mata milik rin, sementara mata sebelah kirinya, berwarna dark grey, sangat mirip dengan warna mata milik..

.. kara.

***

[✔] [1] pluviophile ; itoshi rinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang