SEASON II: ៍ོ̇ ⸙::02 ─ ࿆⃧፝ ྅

208 22 0
                                    

hari minggu pagi, biasanya kara isi dengan santai-santai, memakan cornflakes sambil nonton handy many di tv cable rumahnya. tapi semenjak dia pacaran dengan rin, rasanya hari minggu itu sudah seperti neraka untuknya.

rin selalu mengajaknya pergi olahraga, jogging, ke gym, dan sebagainya. kara yang menekuni taekwondo hanya sampai usia 14 tahun, tentu saja tubuhnya sudah jompo karena terlalu banyak rebahan. tapi rin sepertinya tidak mau membiarkan hal itu terjadi.

menoleh ke belakang, rin menghentikan lari kecilnya untuk menunggu kara yang tertinggal beberapa langkah di belakang. wajah cantik ceweknya itu yang penuh keringat, membuat pagi rin sedikit lebih menyenangkan.

"capek?"

"kaki.. kaki gue.. keram.." kara mengatur napasnya yang memburu sambil berpegangan pada tubuh rin, darah rendahnya kumat. sementara tangan rin naik untuk mengusap dahi kara yang berkeringat.

"bisa jalan, 'kan?" rin bertanya, pura-pura bego saja dulu.

"enggak. gendong." kara memasang ekspresi memelas.

"bisa itu. kaki lo masih utuh," rin tertawa diam-diam.

"setan lo, rin." katanya, sambil menendang kaki rin. kalau bukan pacar, rin pasti sudah dari lama dihabisinya.

"kalo masih punya tenaga buat nendang, berarti masih bisa jalan. cari tempat duduk aja, gue beliin lo minum dulu," rin melepaskan genggaman tangan kara di lengannya, lalu bersiap untuk pergi dari sana.

"rin ih!"

"apa?"

wajah kecut kara sepertinya tak bisa membuat rin sadar apa yang dia mau. "enggak. udah sana pergi."

"oke."

"kalo gue gak tau malu, udah pingsan nih gue sekarang juga." begitu isi pikiran kara. kalau taman pagi ini sepi, pasti dia sudah pura-pura tidak bisa bangun supaya rin peka kalau dia mau digendong. tapi ya sudah lah. sepertinya kalau kara pingsan pun, rin akan tetap menyuruhnya untuk berdiri sendiri.

karena begitulah rin sejak awal.

5 menit menunggu, rin kembali dengan dua minuman kemasan di tangannya.

"kenapa bukan fanta? kenapa air putih doang?" kara protes. lagi panas begini memang enak kalau menuruti hawa nafsu, tapi..

"gak boleh. lo udah sering banget minum gituan. gak bagus buat kesehatan."

... kara lupa kalau pacarnya ini seorang atlet sepak bola. bentuk kepedulian rin memang sedikit menyebalkan sih.

mau tidak mau, kara meminum air yang rin berikan, lalu memulai pembicaraan yang baru. "eh iya, kata bunda, lo ditawarin ikut pelatihan sepak bola nasional ya?"

rin yang hendak meminum minumannya, menghentikan gerakan secara reflek. "iya. bulan depan."

"lo ikut?"

"ikut. kayaknya."

kara murung lagi. pelatihan itu diadakan di tempat yang jauh, secara terisolasi, dengan jangka waktu yang lama. ini serius rin menerima tawaran itu begitu saja tanpa memikirkannya?

"boleh?"

kara menoleh, "apa?"

"ikut pelatihannya." rin menutup botol minumannya dan memiringkan tubuhnya condong ke arah kara.

"boleh. ikut aja. kesempatan bagus, kan? siapa tau bisa jadi pemain timnas," kara tersenyum lebar. seperti tidak ada beban sama sekali di pundaknya.

rin sendiri, diserang kebingungan. sumpah, dia tidak mau meninggalkan kara sendirian. dia juga sebenarnya tidak mau hari-harinya berjalan tanpa kara nantinya, tapi.. rin yang tidak mau memikirkan hal-hal buruk itu, langsung menarik kara ke pelukannya.

[✔] [1] pluviophile ; itoshi rinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang