SEASON II: ៍ོ̇ ⸙::06 ─ ࿆⃧፝ ྅

228 17 2
                                    

"hm.."

"..."

"hmm.."

"..?"

"hmmm..."

"k-kenapa, kar?" rin yang gondok karena sejak tadi diperhatikan dengan tatapan seolah dirinya adalah tersangka maling, akhirnya buka suara, bertanya.

"hmm.. lo kenapa rin?"

"a-apanya?" rin saat itu sedang menyembunyikan sesuatu. setelah percakapan mereka tadi, akira bilang, kalau kara tidak boleh tahu soal masa depan dan sebagainya. jadi, sekarang rin merasa kalau kara menyadari sesuatu.

sebenarnya kara bukan mempermasalahkan soal kelakuan aneh rin sebelum makan malam sih. justru dia ingin bertanya, kenapa rin tiba-tiba jadi lembut pada akira. bahkan!!! rin menemani akira sampai anak itu akhirnya tertidur.

"kenapa tumben mau deket-deket akira?" kara bertanya frontal.

rin menghela napas. ternyata itu yang kara khawatirkan. "pengen aja. soalnya muka dia agak mirip sama lo. jadi sekarang ini kayak lagi ngeliat lo versi kecil."

kara memicingkan matanya. "bukannya mata sama rambut persis kayak lo?"

"i-iya.. tapi mukanya mirip lo," rin mendadak canggung sendiri karena takut kara menangkap gelagat anehnya.

"hm.." kara menyenderkan tubuhnya di sisi kasur. dia bersama rin sedang duduk di lantai saat ini.

matanya dengan jeli menatap wajah rin, setiap senti memperhatikan wajah yang hampir sempurna itu. lalu tanpa sadar, kara menyentuh wajah rin. dari mata, hidung, bibir, sampai ke telinga. kara tidak ingat kapan terakhir kali wajah rin bisa membuatnya hampir gila.

"kenap—,"

sebelum rin sempat bertanya, kara sudah lebih dulu maju untuk mencium bibir rin. dimulailah adegan yang sebaiknya tidak kalian tiru.

*sebagian narasi telah dihapus*

"i-iya?"

"cinta.."

kara menatap rin penuh tanda tanya. "apa?"

"cinta... lo. gue cinta sama lo," rin memeluk kara kemudian, menaruh kepalanya di pundak kurus gadis itu.

sementara kara sendiri, mulai merasa pipinya memanas. pasti wajahnya merah padam, lebih merah daripada bekas tamparan. pasti!

*sebagian narasi telah dihapus*

***

paginya, rin terbangun. dia tidur di lantai sepanjang malam. tadinya ada kara di sampingnya, tapi dia memindahkan gadis itu ke atas kasur. takut nanti kedinginan.

masih pukul 4 pagi. masih ada waktu sebelum matahari terbit. rin memilih untuk memperhatikan wajah tenang akira. syukurlah anak itu masih ada di sini. semalam sebelum rin tidur, dia memikirkan soal obrolannya dengan akira. tapi dia masih ragu dan takut kalau semua ini hanyalah penipuan belaka.

maklum lah, dia sering kena tipu bachira saat jajan takoyaki. harganya 12 ribu, tapi bachira meminta 20 ribu, katanya ongkos kirim.

"dor.." kara ikut terbangun, dia menyentuh pipi rin dengan jari telunjuknya.

"kenapa bangun? tidur lagi aja. masih lama," kata rin. sifatnya mulai kembali seperti semula.

"niatnya mau belanja. soalnya nggak ada bahan makanan di sini yang bisa dimasak buat makannya akira. gue kan kalo makan pesen di online terus," kara bergerak duduk, merenggangkan sendi-sendinya.

"mau gue temenin?" rin menawari.

"lo pulang aja, rin. nanti dicariin bunda," kara turun dari kasur dan menguncir rambutnya menjadi satu.

"diusir?"

"bukan. nggak enak sama bunda lo kalo di sini terus," kara keluar kamar untuk cuci muka dan sikat gigi, bersiap pergi, rin mengekorinya.

"gue udah izin, semalem."

"oh. yaudah. tapi lo tetep gak boleh ikut. temenin akira di sini."

rin mendengus.

"gue pergi dulu. jangan tinggalin akira!" tunjuk kara sebelum dia hilang dari balik pintu rumah.

"i-iya," rin mengangguk paham. sepertinya dia akan jadi tipe suami takut istri nantinya. yah.. bukan karena dia lemah, tapi justru karena dia terlalu menyayangi kara. bahasa kasarnya, bublok. bucin goblok.

kembali lagi ke kara, dia bisa menggunakan waktu sebanyak 10 menit untuk sampai di supermarket. tidak banyak yang dia beli. lagian, saldo milik aiku yang dia pegang sudah mulai menipis. jadi kara belanja seadanya.

begitulah niat dia awalnya, tapi begitu melihat banyak sekali cemilan untuk anak-anak, kara jadi gatal ingin membelikannya untuk akira. apa ya ini? mungkin semacam naluri seorang ibu?

tanpa pikir panjang, kara memasukkan banyak sekali cemilan untuk akira. sereal, jelly, susu, yoghurt, biskuit, wafer, dan sejenisnya. kemudian sebelum dia makin kalap, kara segera mengantri untuk mengakhiri sesi belanjanya. takut saldo kartu kreditnya habis, dan dia bisa dibunuh aiku. bercanda.

"ada tambahannya, kak?" si kasir perempuan bertanya.

baru kara ingin menjawab 'udah', sepasang jepitan berwarna pink dengan bentuk kelinci di tengahnya mengambil alih atensi. sepertinya itu cocok untuk akira, jadi kara mengambil sepasang dan menaruhnya di meja kasir. "sekalian ini, mas," katanya, kemudian memberikan kartu kredit.

ini cukup aneh sih. saat kara ingin membelikan sesuatu untuk akira, dia tidak berpikir panjang, tapi begitu dia ingin membeli kebutuhan skincare-nya, dia harus menunggu sampai ada diskon dulu. tidak tahulah. yang penting akira tidak menangis lagi.

"mau pakai kantong belanja atau kardus, kak?" si kasir bertanya lagi.

dan kara melotot, "s-sebanyak itu ya, mbak?" dia terkejut sendiri karena belanjaanya ternyata cukup banyak.

si kasir perempuan tertawa canggung.

"pake kardus aja deh," kata kara pada akhirnya. meskipun sekarang dia bingung, bagaimana caranya membawa dua kardus besar itu ke rumahnya?!

kara sih kuat, tapi kan dia harus melewati jalan tikus yang sempit dan juga jembatan goyang kalau mau menghemat waktu.

sial sekali. mana sudah keburu dibayar. ya sudah lah, mau bagaimana lagi. que sera sera. what ever will be, will be.

saat kara membawa dua kardus itu keluar dari supermarket, dia misuh misuh sendiri. selain karena jadi perhatian orang-orang, dia kesal karena tidak ada yang mencoba membantu. yah, maklum sih, mereka juga punya urusan masing-masing.

jangan heran juga kenapa supermarket ini sudah buka pagi-pagi buta, karena memang bukanya 24 jam.

saat kara berjalan belok masuk gang, kardus di atas diangkat seseorang, kara yang terkejut, segera menoleh ke belakang.

"ELO!!!"

shidou ryusei pelakunya.

***

[✔] [1] pluviophile ; itoshi rinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang