SEASON II: ៍ོ̇ ⸙::05 ─ ࿆⃧፝ ྅

206 22 1
                                    

saat kara sedang mandi dan rin sedang menghubungi orang rumah untuk memberi kabar kalau dia akan pulang terlambat, akira mengendap-endap sendirian ke meja makan.

tadi saat kara hendak menyuruhnya mandi setelah potong rambut, akira menempelkan sebuah kertas di bawah meja makan menggunakan nasi. apapun lah yang penting bisa nempel.

tapi saat akira mau kembali, dia terkejut karena rin sudah ada di depannya.

"ngapain?"

"mau ambil ini.." akira bergumam, takut ketahuan.

"apaan itu?" rin mencoba mengambil kertas tersebut dari tangan akira, tapi anak itu malah menjauhkannya.

"kalo mau tau, boleh, tapi papa engga boleh kasih tau mama," kata akira.

"kecil-kecil udah bisa gertak." rin mendengus. "ya."

"katanya cuma papa yang boleh baca catetan itu," akira nyengir. dia memberikan kertas tersebut pada rin.

"kata siapa?" rin bertanya lagi, tapi akira tak menjawab. lagi pula, perhatiannya sudah terpaku pada catatan di atas kertas kecil itu. isinya, demi Tuhan membuat rin ketakutan.

tahun 20--
itoshi rin (18 tahun). kalo lo baca catetan ini, artinya lo udah ketemu akira. kara itu pinter, jadi dia pasti bikin kesimpulan sendiri soal kedatangan akira. nama lengkapnya itu, itoshi akira. mungkin lo gak percaya, tapi dia anak lo dan kara di masa depan. apa buktinya? gue buktinya.
gue itoshi rin, diri lo sendiri umur 29 tahun di masa depan. di masa ini, mesin waktu udah bisa diciptain, walaupun penggunaan masih cacat dan terbatas. jadi gue ngirim akira dan catetan ini ke masa di mana kara masih hidup, dan lo belum pergi.

rin membalik catatan itu dengan tangan gemetar. membaca bagian belakangnya.

di masa depan, lo nggak ikut pelatihan nasional dan milih untuk kuliah di tempat yang sama kayak kara. kuliah semester 2 lo dapet ipk 4, dan lo ditawarin pekerjaan dengan gaji bagus. setelah lo lulus kuliah, lo milih untuk nikahin kara. di sinilah awal masalahnya. kara hamil diumur 23 tahun, dan saat dia hamil itu.. dia jadi korban kecelakaan. dia bilang untuk prioritasin kandungannya supaya akira bisa lahir, artinya dia ngorbanin nyawanya sendiri.

mengira catatan ini hanyalah kebohongan semata, rin sadar akan sesuatu. kalau tulisan ini sama persis dengan tulisan tangannya.

lembar kedua.

apa yang lo pahamin dari catetan gue sejauh ini? salah satu langkah yang harus lo ambil biar kara tetep hidup di masa depan, adalah ngorbanin akira. lo ikut pelatihan nasional itu selama 7 tahun jadi lo nggak akan nikahin kara diumur 22-23 tahun, kalo saat itu kara nggak lagi hamil, mungkin dia masih bisa ditolong. lo ngembangin karir lo jadi pesepak bola, dan nikahin kara sedikit lebih lambat dari yang gue lakuin. soal kecelakaan itu, gue udah ngelakuin percobaan sebelumya, tapi kejadiannya gak bisa dihindarin. gimanapun, kara bakal tetep ngalamin kecelakaan. tapi kita bisa nyelametin dia dan bikin situasi di mana nyawanya itu satu-satu yang jadi prioritas kita. setelah lo tanda tanganin kontrak untuk ikut pelatihan nasional, saat itu akira bakal hilang. karena akira cuma lahir waktu umur kara 23 tahun. jadi di masa depan lo atau gue, gak bakal ketemu sama akira lagi.

"rin? itu apaan?" suara kara yang sangat tiba-tiba itu membuat rin terperanjat, sehingga dia buru-buru menyembunyikan catatan itu digenggaman tangannya.

"mama!!" untunglah akira segera mengalihkan perhatian kara dengan berlari dan memeluknya. jadi rin masih sempat untuk memasukkan catatan itu ke kantong celananya tanpa kara sadari.

rin memperhatikan akira yang sedang memeluk kara erat-erat. kemudian, anak perempuan itu tersenyum ke arahnya, tapi dengan senyum kesedihan.

bagaimana kehidupan di masa depan itu? bagaimana akira menjalani kehidupannya tanpa kara sebagai ibunya? dia bahkan perlu waktu yang lebih lama untuk mengenali kara, berarti di masa depan itu, dia tidak pernah punya kesempatan untuk bertemu dengan kara, ya?

apa benar rin harus percaya catatan konyol yang akira berikan? tapi kalau itu adalah kebohongan, bagaimana isinya bisa begitu sesuai dengan isi hati rin? karena dia memang berencana untuk tidak ikut pelatihan supaya bisa kuliah dan tetap berhubungan dengan kara.

tapi.. apa tidak bisa dihindari tanpa harus mengikuti pelatihannya? rin ingin tahu lebih banyak. tapi catatannya sudah selesai sampai di kalimat terakhirnya.

***

malamnya, saat kara sedang keluar membeli makanan untuk makan malam, rin mengobrol sedikit dengan akira di ruang tamu.

"bisa nggak kalo gue ngikutin catetan itu tanpa ikut pelatihan?" rin bertanya tanpa basa-basi.

"aku enggak tau," akira menggelengkan kepala. "tapi papa bilang, pelatihan itu pemicunya!" nada bicaranya sedikit lebih bersemangat. dia merasa seperti agen rahasia yang sedang melakukan misi penting.

"mak..sudnya?"

"enggak tau." akira menggeleng lagi.

rin memukul dahinya. merasa sia-sia membuka obrolan dengan anak kecil.

"oh! mungkin artinya.. hasilnya kalo papa ikut atau enggak ikut.. apa ya namanya.. aku pernah denger," akira mengetuk-ngetuk dagunya. "oh! namanya tergantung! kalo papa ikut mama ada, kalo papa nggak ikut, mama nggak ada."

mendengar kalimat akira yang berbelit-belit itu, rin setidaknya menyimpulkan sesuatu. "jadi maksud lo, pilihan gue cuma ikut atau nggak ikut? dan hasilnya tergantung sama pilihan gue?"

akira mengangguk semangat.

"artinya beneran harus ikut ya.. kalo mau kara tetep hidup."

"betul!! kalo papa ngikutin cara lain, masa depannya nggak ada yang berbeda!" akira nyengir, sambil bersenandung lagu yang rin tidak mengerti lagu apa.

"emang gapapa kalo lo nggak lahir?" rin menggeser tempat duduknya sedikit lebih dekat dengan akira.

"eung.. gapapa!"

"lo ke sini untuk nyelametin kara, tapi lo sendiri nanti hilang," rin bergumam. yah, tipikal kara sekali.

"kata nenek, papa nanti nangis sampai 3 tahun karena mama pergi!" akira tertawa.

"iya. bisa dibayangin," rin tersenyum ke arah akira. membuat anak itu kagum karena akhirnya bisa melihat rupa ayahnya yang tersenyum saat remaja.

"akira.." rin memanggil dengan suara pelan.

"iya??"

"siapa yang namain lo akira?"

"papa sendiri.."

rin diam sejenak.
".. gue jadi papa yang baik buat lo, nggak?"

akira tersenyum lebih lebar saat mendengar pertanyaan rin. "iya!! baik luar biasa!"

"nggak mungkin. kalo baik, nggak mungkin gue yang katanya dari masa depan itu, rela ngirim lo ke sini untuk ngasih tau soal masa depan." rin berujar dalam hati.

"papa jangan sedih. aku bisa lahir lagi kalo papa mau." akira ternyata pintar, sama seperti kara. dia peka dan mengerti dengan cepat isi pikiran rin saat itu.

"aku nanti berusaha supaya bisa lahir tanpa bikin mama pergi!" akira mengepalkan tangannya.

pikir rin, mungkin benar kalau akira ini anaknya bersama kara.

"iya. jangan lupa lahir lagi kalo gue udah nyelametin kara," rin mengelus kepala kecil akira dengan gerakan pelan.

***

[✔] [1] pluviophile ; itoshi rinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang