11. Reminisce

438 45 0
                                    


Makan malam saat ini berbeda dari biasanya. Meja makan panjang yang seharusnya diisi oleh empat orang kali ini hanya terisi oleh dua. Yaitu Nolan dan Natalie.

"Gavin sibuk sekali sepertinya." Natalie berkomentar ketika ia memutuskan untuk berhenti menunggu anaknya dan lanjut memulai makan malam.

"Pangeran Louis menggantikan posisi Yang Mulia Raja ya, ibu?" Nolan bertanya, hendak memastikan.

"Iya. Tobias sedang pergi ke kerajaan sebelah, maka urusan yang berada di sini sedang diambil alih oleh Gavin."

"Bagaimana dengan makan malam Pangeran, ibu?"

Natalie tersenyum mendengar setitik suara kekhawatiran di sana. "Tidak apa-apa. Pelayan akan mengantarkan makanan ke ruangannya. Kita sudahi berbicara mengenai Gavin, bagaimana harimu tadi Lani?"

Nolan tersenyum sembari menghabiskan makanannya. "Baik, ibu. Hari ini kelas Lani penuh, dari pagi hingga sebelum makan malam tadi."

"Kamu tidak kelelahan kan?"

Nolan menggeleng. "Lani sudah terbiasa, ibu. Rasanya tidak seberat dulu lagi."

"Baguslah. Apakah Winona sudah menyampaikan jadwal mu besok?"

Nolan lagi-lagi menggelengkan kepala, "Belum, ibu. Memangnya ada apa?"

"Besok adalah jadwal kita ke rumah doa. Winona akan membangunkanmu lebih pagi dari biasanya. Kita harus pergi sebelum ramai pendatang."

Rumah doa.

Nolan teringat di sana lah pertama kali ia bertemu dan bersitatap dengan Pangeran Louis. Nolan juga merindukan rumah doa itu, merindukan ukiran-ukiran di dinding tiap bangunan.

Dia merindukan kegiatannya setiap selesai berdoa, yaitu berjalan-jalan di pasar bersama Talia.

Dia merindukan Talia.

"Apakah kau sering menulis surat kepada keluargamu, Lani?"

Nolan sedikit terkesiap dengan pertanyaan yang tepat sasaran itu, datang ketika ia baru saja memikirkan kakaknya. "Ada beberapa kali, ibu. Tetapi ternyata Lani tidak bisa menulis sesering yang Lani perkirakan."

"Tidak sempat ya?"

Dengan raut wajah yang menyayangkan, Nolan mengangguk. "Lani rasa Kakak akan marah jika kita bertemu."

"Karena kamu jarang menulis surat?"

"Iya." Nolan menggumam, membayangkan bagaimana keadaannya ketika Talia memarahi dirinya. Pasti bahu dan punggungnya menjadi samsak tinju dua tangan mungil itu. Nolan menghela napasnya, dia benar-benar merindukan berkelahi dengan Talia.

"Sepertinya Talia adalah wanita yang menyenangkan, ceritakan tentangnya kepada ibu." Natalie dengan senang meminta, membuat Nolan tersenyum mengingat memori lama selama ia masih tinggal di rumahnya, di bagian barat dari kerajaan.

Maka dengan senyum terukir dan hati yang merindu, ia menceritakan segalanya kepada Natalie.

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang