Winona mengerti Nolan dan seluruh keluh kesahnya. Namun untuk yang kali ini, ia tak bisa menebak, dan Nolan juga tidak pernah menyinggung apapun kepada mereka.
Nolan murung. Sejak di hari ketika ia menghabiskan waktu bersama pangeran selama seharian penuh.
Winona tahu sesuatu telah terjadi pada hari itu, namun ia tidak bisa membawa dirinya untuk bertanya. Ia... tidak sampai hati.
Nolan bukan hanya terlihat murung. Tampangnya hampir sama seperti mayat hidup. Tak ada semangat dalam dirinya. Raut wajahnya sirna. Raganya ada, pikirannya entah dimana. Seluruh kehidupannya dipengaruhi. Banyak guru yang kecewa dengan performa Nolan beberapa hari ini. Namun semuanya seakan mengerti, tidak ada yang menambah beban Nolan. Semuanya dapat melihat dengan jelas perubahan dari Nolan yang ceria itu menjadi Nolan yang pendiam. Dan semua orang khawatir.
Catherine dan Kaila terbawa oleh suasana sendu Nolan. Tak jarang Winona melihat mereka melamun selagi melakukan pekerjaannya. Satu waktu bahkan Winona melihat satu air mata lolos dari mata kiri Catherine, yang langsung dihapusnya dengan harapan tak akan ada yang melihat. Namun Winona lebih dari itu. Ia memiliki begitu banyak cinta di hatinya untuk remaja-remaja yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri.
Rasanya Winona ingin marah. Tapi apa daya, lawannya adalah seorang pangeran mahkota. Winona ingin sekali menghibur Nolan, namun diajak bicara saja tidak bisa.
Di malam hari, Winona tahu Nolan sering menyelinap keluar kamar untuk menghabiskan waktu di ruangan baru yang diberikan Pangeran Louis untuknya. Winona bisa tahu karena ia pernah merasakan kekhawatiran yang teramat sangat, sehingga ia ingin memeriksa keadaan Nolan malam itu juga. Ketika Winona sampai, ia malah mendapati Nolan dengan berjalan keluar dari kamarnya, sehingga ia ikuti jejak tuannya hingga akhirnya ia yakin bahwa Nolan aman.
Dan memang benar. Nolan sering sekali menyelinap keluar di malam hari untuk pergi ke ruangan itu. Tidak jarang ia tertidur disana dan terbangun tepat sebelum matahari terbit, hanya untuk kembali ke kamarnya dan mulai menjalani hari seperti biasa.
Nolan ingin sekali mengambil kanvas untuk mulai melukis dan berlatih ilmu arsitekturnya. Namun tidak bisa. Ia pernah mencoba, namun usahanya sia-sia. Rasanya tidak ada ide yang dapat ia keluarkan. Otaknya terasa buntu.
Maka ia memilih hal lain. Jika ia tak dapat mengeluarkan ide, maka ia harus menyerapnya. Maka itulah yang ia lakukan.
Berbagai macam buku ia baca di ruangan itu. Terus-terusan tanpa henti selama kantuk belum menyerang. Tidak perduli jika matanya sudah mulai sakit, ia hanya akan beristirahat untuk menangis lalu akan lanjut membaca lagi.
Pangeran Louis memang berubah.
Itu yang Nolan ketahui.
Tidak ada lagi candaan ringan di tiap jam makan siang.
Tidak ada lagi waktu singkat di malam hari untuk sekedar mengantarkan Nolan ke kamar.
Pangeran benar-benar menghindarinya seakan ia adalah sebuah kotoran.
Nolan sakit hati. Tapi ia juga merindu.
Di malam-malam yang lebih berat dari biasanya, ia akan mengikuti kata hatinya dan menangis tersedu-sedu sembari memeluk buku dan bantal yang berada di sisinya. Terkadang berucap kata-kata yang sulit terdengar jelas namun bermakna seperti, "Gavinku menghilang." Atau, "Kemana Gavin pergi?"
Winona pernah mendengarnya pada satu malam. Dan ia tidak kuasa untuk tidak ikut menangis. Winona terisak dalam diam sembari bersandar pada pintu. Ingin sekali rasanya memasuki ruangan tersebut dan memeluk Nolan, menenangkannya hingga ia tertidur. Namun ia tahu bahwa Nolan akan lebih memilih untuk tidak diganggu sama sekali, dan dirinya tidak akan membantu membuat Nolan merasa lebih baik.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Prince
Fanfiction[GeminiFourth Fanfic/Royalty AU] Pangeran Mahkota kerajaan Rouguemont, Pangeran Louis, sebentar lagi akan memasuki umur dewasa. Sang raja sedang berada dalam misi menjodohkan anaknya karena ia meyakini bahwa seorang pemimpin itu membutuhkan pasangan...