15. In Love

810 82 3
                                        


Nolan terbangun dengan bahagia dan hangat menyeruak di dalam hatinya. Tadi malam rasanya adalah tidur ternyenyak Nolan sejak ia datang ke istana. Rasanya tidurnya semalam membuatnya merasa lebih segar dan sangat siap untuk menjalani hari-hari berat di istana.

Atau, mungkin harinya tidak lagi menjadi hari-hari berat. Mungkin harinya akan semakin ringan setelah ini. Tidak ada yang tahu.

Sejak terbangun tadi, Nolan melihat ketiga pelayannya sudah sibuk kesana kemari membersihkan kamarnya. Dia yang masih mengawang di antara kesadaran dan tidak hanya memperhatikan mereka. Catherine yang membuka tirai, Kaila yang menyibak bantal- bantal di sofa agar tidak berdebu, dan Winona yang keluar masuk kamar mandi sedang mempersiapkan seluruh peralatannya.

Namun bukan berarti dengan seluruh kesibukan itu, mereka bertiga tidak melihat perubahan Nolan. Bagaimana bisa tidak sadar, kalau memang perubahan yang ditunjukkan sang tuan sangatlah bertolak belakang?

Baru saja kemarin tuan mereka itu melamun seharian, entah memikirkan apa. Tiba-tiba hari ini wajahnya berseri-seri. Terkadang tersenyum sendiri. Menanggapi penuturan mereka dengan senyum sumringah.

Ada sesuatu yang terjadi semalam, itu yang Winona yakini. "Tuan, airnya sudah siap."

Nolan mengangguk lalu menurunkan kakinya dari tempat tidur. Duduk sebentar di sana sembari mengusap kedua matanya dengan telapak tangan. Ketika dirasanya sudah stabil, baru ia berjalan menuju kamar mandi.

Tentu saja ketiga pelayan Nolan yang sangat ingin tahu itu langsung berkumpul ketika tuannya sudah tidak lagi berada di ruangan. Mereka berbisik, menerka-nerka apa yang sedang terjadi, atau telah terjadi, pada tuannya.

Pada akhirnya mereka sampai pada suatu kesimpulan, yaitu mereka harus bertanya. Maka Winona berdeham lumayan keras. "Tuan."

"Iya?" Jawab Nolan yang masih berendam di dalam, hampir saja tertidur akibat rasa kantuknya yang masih menyerang.

"Tuan, apakah semalam terjadi sesuatu?"

Jika saja Nolan sedang minum sekarang, dapat dipastikan minumannya itu akan menyembur keluar dari mulutnya. Di dalam hatinya bertanya-tanya bagaimana mereka bisa menebak dan tahu akan kejadian semalam.

"T- tidak?" Nolan menepuk mulutnya sendiri. Sudah habis nasibnya. Dengan dia terbata tadi, pelayannya pasti sudah tahu bahwa ia berbohong.

"Tuan, semalam habis melakukan apa?" Suara Catherine amat sangat menyebalkan. Sudah pandai meledek dia sekarang.

"Tidak ada!" Salah lagi, kali ini nadanya terlalu tinggi.

"Jangan terlalu defensif begitu, tuan. Hanya ada kami disini." Kali ini Kaila ikut berbicara.

Nolan menghela napas berat. "Bagaimana bisa aku menyembunyikan sesuatu dari kalian." Gumamnya yang masih didengar oleh para pelayan, membuat mereka tertawa kecil.

Lalu ia mulai bercerita. "Semalam Pangeran Louis datang ke sini." Tidak ada balasan, mungkin mereka sedang lekat mendengarkan ceritanya. "Lalu aku mengatakan bahwa aku merindukannya, dan dia mengatakannya kembali. Sudah, hanya itu."

Hening.

Kenapa tidak ada yang menanggapi? Nolan mulai kesal. Sudah mendesakknya untuk bercerita, tapi tak ada sedikitpun tanggapan dari mereka bertiga.

Nolan keluar dari kamar mandi dengan baju handuk melekat di tubuhnya. "Kenapa sih kalian ini. Aku sudah mau bercerita kenapa tidak ada yang menanggapi?!" Nolan berjalan sembari mengikat handuknya juga mengomel tak henti-henti. "Lain kali aku tidak mau bercerita lagi kepada kal-" Nolan terkesiap lalu langsung membalik badan.

The Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang