25. Forgiving

546 39 0
                                    


Nolan kembali.

Nolan telah kembali ke istana.

Nolan telah kembali kepada para pelayan dan pengawalnya.

Nolan telah kembali pada jadwal dan rutinitasnya, kepada guru-guru yang telah mengkhawatirkannya selama ia tidak ada.

Nolan telah kembali pada kamar luasnya yang ternyata tidak berubah sedikitpun.

Namun bagi Gavin, Laninya belum kembali.

Satu ketika, Gavin melihat Nolan berjalan sendirian di taman istana. Melihat matanya yang memandangi bunga dengan teduh. Tentu Gavin dengan senang hati berjalan dengan cepat untuk menghampiri Nolan.

"Lani." Panggilnya lembut. Namun bukan senyuman indah yang ia dapatkan.

Nolan malah tersentak mundur mendengar suaranya, sebelum mengatur ekspresi wajahnya kembali untuk memberikan senyum yang tidak mencapai matanya. Seketika senyuman hilang dari wajah Gavin.

Laninya belum kembali.

Gavin telah merusak sesuatu dalam diri Nolan, dan Gavin baru saja menyadari sejauh apa dirinya telah menghancurkan cintanya.

Nolan bersikap seperti biasa ke semua orang. Namun ketika Gavin mendekatinya, Nolan menjaga jarak.

Gavin masih mengantarkan Nolan ke kamarnya setiap malam, namun jarak yang Nolan berikan di antara keduanya teramat sangat menyayat hati Gavin. Walau di dalam hati Gavin tahu bahwa ia pantas mendapatkannya. Ini adalah hukumannya. Hukuman yang harus ia tebus dan sesuatu yang harus dirinya perbaiki. Gavin akan terus berusaha. Dia tahu Nolan juga sedang berjuang, maka dia tidak akan tinggal diam.

Gavin bertekad kuat untuk kembali mendapatkan hati Nolan. Dia akan berusaha sepuluh kali lebih giat dari saat pertama kali ia mencoba mengambil hati pria itu.

Gavin harus berhasil.

Istana telah sibuk selama beberapa minggu terakhir.

Benar. Pernikahan akan dilaksanakan sebentar lagi. Seluruh istana bergembira. Seluruh istana sangat menunggu hari bahagia itu.

Namun orang-orang terdekat dapat dengan jelas melihat kegundahan Nolan. Sebenarnya, apa yang terjadi dengannya? Belum ada yang mengetahui, tidak Natalie, bukan juga Winona, apalagi Gavin. Jangankan mereka semua, Nolan sendiri juga tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya, kenapa rasanya hatinya mempersulit segalanya.

Semakin dekat dengan hari pernikahan, jadwal Nolan dan juga Gavin menjadi semakin senggang. Lebih banyak digunakan untuk mengurus pernikahan, mulai dari tempat, baju, dan banyak urusan lainnya. Dan itu hanya menyita sedikit dari waktu mereka.

Seperti saat ini, Nolan sedang tidak memiliki kegaitan sama sekali, maka ia memutuskan untuk ikut bersama pelayannya ke halaman istana. Membentang kain lebar dan duduk di bawah pohon rindang, bersama dengan beberapa gelas teh dan kue kering.

Semuanya tampak baik-baik saja, namun dibalik topeng itu, ada sebuah hati yang rapuh.

"Tuan." Panggil Winona sembari menuangkan teh ke dalam cangkir Nolan, yang dibalas hanya dengan dehaman. "Tuan tahu, kami tidak pernah mengetahui mengenai identitas Tuan sebelum hari itu." Kata Winona merujuk kepada di hari Nolan diperintahkan untuk meninggalkan istana.

"Maafkan aku." Nolan mengerti maksud Winona. Saat itu ia mengatakan bahwa seluruh istana besikap baik padanya hanya karena dia berdarah biru. Dia telah beranggapan buruk, dan dia berhutang maaf kepada semua orang yang berada di sisinya saat itu. Maka ia tatap satu persatu mata pelayan dan pengawalnya, mulai dari Catherine yang berambut pirang, Kaila yang memiliki mata biru, Tobias dan Elias si kembar, dan yang terakhir kepada Winona, yang merupakan seperti sosok ibu baginya. "Maafkan aku, saat itu aku sedang kalut. Tidak seharusnya aku berkata seperti itu."

The Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang