Winona menyadari perubahan Nolan beberapa hari ini. Tuannya sulit fokus, lebih ceroboh, dan sering terlihat melamun. Entah apa penyebabnya.
Catherine sudah beberapa kali bertanya kepada Winona mengenai apa yang terjadi pada Nolan, namun Winona juga tidak memiliki jawabannya. Dan dia memastikan kepada gadis-gadis itu untuk tidak bertanya apapun kepada sang tuan. Biarkan tuannya memiliki sedikit privasi. Walaupun di dalam hati ia sudah berencana untuk bertanya kepada Nolan jika keadaan semakin buruk.
Dan benar, keadaan memang memburuk.
Nolan dimarahi habis-habisan di kelas politik karena dia ketahuan melamun di dalam kelas dan tidak berhasil menjawab pertanyaan yang dilontarkan sang guru. Winona yang melihat itu dari luar jendela tidak sampai hati. Dia harus mengetahui apa yang terjadi kepada Nolan.
Apa yang membuat anak seceria itu bisa berubah menjadi seperti ini?
Pada sore hari ketika kegiatan Nolan telah selesai, Winona mengusulkan sebuah ide. "Tuan, mau piknik?"
Nolan menatap Winona dari kasurnya, baru saja ia merebahkan diri, hampir tenggelam dalam lamunannya sendiri sembari melihati langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong.
Nolan mendudukkan diri untuk berbincang. "Piknik?"
"Iya, di halaman istana. Jika anda mau, Catherine dan Kaila telah menyiapkan seluruh keperluannya."
Nolan awalnya hendak menolak karena rasanya ia tidak memiliki tenaga, namun setelah mengetahui bahwa mereka telah mempersiapkan seluruh keperluan dan bahan-bahannya, Nolan merasa tidak enak hati.
Lagi pula, tidak ada salahnya bagi Nolan untuk menerima ajakan itu dan menganggapnya sebagai ebuah rekreasi di tengah kesibukannya di istana, bukan? Sedikit waktu untuk menghirup udara segar dan saatnya untuk menginjak rumput hijau. Lari dari seluruh kewajiban dan bersenang-senang barang hanya sekejap.
"Baiklah, aku mau." Dengan jawaban singkat itu, Winona menyuruh Nolan untuk menunggu dan berkata bahwa ia akan memanggilnya jika seluruh persiapan telah selesai.
—
Sebuah kain persegi yang lumayan lebar sudah terbentang di bawah pohon rindang, melindungi mereka dari cahaya matahari pada sore itu. Di atas kain sudah terdapat beberapa cangkir teh, kue kering, dan juga beberapa roti. Catherine memilih untuk sedikit lebih ekstra dengan menaburkan sedikit kelopak bunga pada sekitaran kain, sehingga saat ini piknik sore mereka terlihat lebih indah.
Nolan sudah duduk di sana, diikuti dengan tiga pelayannya yang duduk di sekitarnya. Elias dan Tobias lebih memilih untuk berdiri, yang satu bersandar pada pohon, satunya lagi diam saja memperhatikan sekitar.
Winona memperhatikan gerak-gerik Nolan. Beliau tidak tersenyum, tidak pula murung. Winona baru menyadari hal ini. Selama ini ia kira Nolan sedang bersedih, dugaannya karena tuannya merindukan rumah, mengingat bahwa Nolan sudah tinggal di istana lumayan lama, belum sekalipun mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan keluarganya.
Namun ternyata setelah diperhatikan lebih lamat, Winona semakin yakin bahwa dugaannya salah. Nolan tidak sedih, tidak sama sekali. Dia hanya terlihat... bimbang.
Seluruh pergerakan Nolan tak luput dari pandangannya, bagaimana Nolan menambahkan tiga sendok gula pasir, yang mana biasanya dia hanya membutuhkan satu setengah sendok. Bagaimana Nolan mengaduk tehnya dengan lambat, matanya menatap kosong cangkir yang sendoknya ia putar. Lalu bagaimana Nolan menyenggol cangkir itu ketika hendak menyingkirkan sendok tehnya, membasahi kain yang telah terbentang, membawanya kembali pada kenyataan.
"Maaf!" Dia terkejut, lalu mencoba membersihkannya sendiri. Winona menahan tangannya, mengisyaratkan kepada Catherine dan Kaila untuk mengambil alih.
"Hati-hati tuan, airnya panas." Ucap Winona lembut.
![](https://img.wattpad.com/cover/366815999-288-k742369.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Prince
Fanfiction[GeminiFourth Fanfic/Royalty AU] Pangeran Mahkota kerajaan Rouguemont, Pangeran Louis, sebentar lagi akan memasuki umur dewasa. Sang raja sedang berada dalam misi menjodohkan anaknya karena ia meyakini bahwa seorang pemimpin itu membutuhkan pasangan...