"Bude Aminah tadi datang ke rumah lho, Mas," ucap maminya saat Yaka baru keluar dari kamar sambil mengucek mata.
Yaka celingukan mencari orang yang dimaksud, "Mana?"
"Cuma mampir sebentar terus lanjut ke rumah Mbah Putri di Bulakrejo buat istirahat. Kasihan lho, dari Surabaya pagi-pagi langsung ke sini," jawab ibunya.
"Kok aku nggak dibangunin?" tanya Yaka meski setengah mengantuk.
"Kamu sih tidur pules banget. Tadinya Papi kamu mau bangunin tapi Mami larang, soalnya Mami tahu kamu cuma tidur sebentar kemarin, langsung Mami obrak-abrik buat salat ied."
Yaka yang bekerja dari rumah sebagai programmer lepas memang lebih sering aktif di malam hari untuk bekerja, lalu tidur pada siang harinya. Sebab rata-rata kliennya berasal dari luar negeri, sehingga ia harus mengikuti jam kerja mereka. Bahkan saat lebaran pun ia tetap bekerja karena ada proyek yang harus ia selesaikan sebelum deadline.
"Kita nggak nyusul ke rumah Bulakrejo?" tanyanya. Tadi selepas salat ied dan halal bihalal ke rumah tetangga-tetangga satu RW karena mereka saling kenal, Yaka langsung masuk ke kamarnya untuk beristirahat. Perut kenyang sehabis menyantap suguhan opor dan lontong membuat tidur Yaka langsung pulas.
Dari sekian banyak kerabat mami, hanya Bude Aminah yang paling Yaka tunggu-tunggu kedatangannya karena beliau selalu membawa kue cokelat enak yang susah ditemukan di sini. Ini menurut testimoni orang lain, karena dia keponakan beliau yang sudah dewasa, jadi Yaka selalu mengalah pada adik dan keponakannya saat mereka berebut kue dari Bude Aminah. Sering kali ia hanya kebagian sepotong kecil atau malah mengais-kais remah-remah di kardus kue, sehingga ia tak bisa menikmati dengan puas oleh-oleh tersebut. Namun, buat Yaka sendiri yang lebih dari mampu untuk membeli makanan dari toko kue terkenal, ia akui kue tersebut memang enak.
"Kita ke Mranggen dulu, ke rumah keluarga papimu baru ke Bulakrejo. Tapi, masih nunggu Mbak Anti dulu, dia masih ke rumah mertuanya tadi pas kamu tidur."
Yaka mengikuti maminya menuju dapur dengan niatan mengambil minum, namun matanya tertuju pada sebuah kotak di atas meja dekat panci opor. Ia mendekati kotak tersebut lalu membukanya. Seketika, wangi aroma mentega bercampur cokelat menyeruak ke hidung Yaka.
"Kue ini kapan belinya, Mi? Buat dibawa ke keluarga Papi?" tanya Yaka. Maminya sibuk memanaskan lodeh nangka di atas kompor. Dilihat dari bentuknya yang masih utuh, di saat ada seseorang seperti Yasa si bungsu yang masih dalam masa pertumbuhan dan makan seperti kuli, sepertinya kue ini dengan sengaja tidak boleh disentuh oleh orang-orang rumah.
"Oh, dari Bude Aminah. Mami emang sengaja titip buat dibelikan sendiri, biar kita semua bisa kebagian juga, terus lanjut ke rumah Bulakrejo," jawab maminya. "Mami juga pengen cobain, soalnya anak-anak bilang enak. Si Rey sampai nangis-nangis ke Mbak Anti gara-gara cuma kebagian sedikit." Rey adalah keponakan Yaka yang masih TK A, anak kakak perempuan keduanya, Mbak Anti. Mendengar nama Bude Aminah disebut, telinga Yaka langsung tegak.
"Mami sampai segitunya pesen segala. Ini beneran kue yang biasanya jadi rebutan bocil-bocil?" tanyanya untuk memastikan. Dari aromanya sih tercium cukup familier, hanya saja sebab Yaka belum pernah melihat kue bawaan Bude Aminah saat masih utuh, ia jadi tidak tahu bagaimana rupa kue tersebut waktu belum dipotong.
"Iya, yang itu. Mami tadi udah bayar ke Bude, kok, tapi Bude nggak mau katanya buat oleh-oleh aja."
Yaka menutup kembali kardus tersebut. Ia menyadari ada logo kecil tertempel di bagian depan yang sebelumnya tidak pernah ada di sana, setiap kali Bude Aminah membawakan mereka oleh-oleh. Sebab Yaka selalu jadi tangan terakhir yang menerima kue, jadi ia selalu mengamati kardus tersebut lamat-lamat untuk mencari tahu identitas apapun yang mungkin tersemat di sana, namun nihil.
"Kok namanya Baron Cakery & Cookies?" tanya Yaka. Ada foto kucing oren menjilat frosting cupcake di bagian tengah logo. "Biasanya juga ini?"
"Iya, Bude selalu pesen di orang yang sama kok, emang kenapa sih, kok sampai nanya dua kali?" Mami muncul di samping Yasa sambil membawa sendok sayur untuk mencari tahu apa yang dimaksud anaknya. "Oh, sekarang udah ada namanya, ya. Bagus, deh, biar dikenal. Biasanya cuma kardus kosong 'selamat menikmati' aja."
Yaka mengeluarkan ponsel dari kantong celananya lalu mencari nama 'Baron Cakery & Cookies' di peramban internet. Hanya ada satu akun media sosial di X yang muncul di urutan paling atas yang menurut Yaka paling relevan, sehingga ia langsung mengklik tautan tersebut tanpa ragu.
Akun media sosial Baron Cakery & Cookies tampaknya akun yang baru dibuat, sebab postingan di sana hanya ada tiga, dua di antaranya mempromosikan dagangan kue kering yang tidak seperti umumnya kue lebaran, di mana jumlah peminat kue-kue tersebut cukup banyak; ada lebih dari 35 balasan dari pengguna X lainnya.
Yaka menelan ludah melihat foto choco chips cookies, chocolate almond cookies, dan speculoos cookies yang mengingatkannya akan jenama biskuit terkenal yang masuk dalam daftar boikot karena terafiliasi dengan oknum pelaku genosida. Yaka menggulir layarnya untuk melihat balasan yang masuk di akun tersebut, dan menemukan beberapa testimoni dari pembeli Baron Cakery & Cookies.
'Speculoos cookies-nya juara, sih! Mengobati rasa kangen sama L*tus B*scoff gara-gara boikot Sirewel.'
'Sumpah, ini mah ownernya Baron C&C lagi sedekah mentang-mentang puasaan. Toples segede ini cuma 60 rebu, enak lagi, kelihatan bahannya premium. Sehat-sehat terus orang baik.'
'Nyesel cuma beli satu.'
Yaka menatap kembali kue cokelat di dalam kardus yang masih utuh. Mengapa hanya foto kue kering saja yang dijual? Apakah dia belum sempat mengunggah kue-kue lain di akun ini?
"Wah, apa nih kok baunya enak?" si bungsu Ilyasa yang masuk rumah sambil membawa helm langsung menarik kardus kue dari hadapan Yaka kemudian membukanya. Adik bungsu Yaka ini sepertinya menyadari jika tampilan kue tersebut merupakan oleh-oleh yang biasa Bude Aminah bawa, sebab ia selalu ikut war lawan saudara mereka yang lain untuk memperebutkan kue tersebut. "Ini yang dari Bude Aminah ya? Lho, Bude udah sampai Sukoharjo?"
"Udah tadi waktu kamu pergi open house ke rumah dosenmu," jawab Mami.
"Ih mantap! Aku nggak perlu rebutan sama bokem-bokem."
Tangan Yasa terjulur, hendak mencabik kue tersebut secara barbar, namun keburu dipukul oleh spatula di tangan mami yang tadi dipakai mengaduk lodeh.
"Cuci tangan dulu habis dari luar," hardik beliau. "Mas, ambil pisau, potong dulu kuenya, biar nggak di-krawuk pakai tangan sama adikmu."
Yaka buru-buru mengetuk tanda ikuti di akun Baron Cakery & Cookies, lalu merogoh laci dapur untuk mencari pisau. Setidaknya pencarian kue misterius yang sudah membuatnya penasaran selama berbulan-bulan belakangan sudah menemukan sedikit titik terang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh di Tangan Bu RT
RomanceAda sebuah pepatah mengatakan, 'the way to a man's heart is through his stomach'. Cara mengambil hati seorang pria adalah lewat makanan. Namun, Sasa tidak percaya dengan pernyataan tersebut. Sabria Maharani, perempuan lajang di usia kepala tiga, su...