"Skincare sebulan berapa, Mbak? Atau kosmetik dan printilan lain, misalnya pengin jajan cetakan kue gemes-gemes tiap tanggal dobel di e-commerce?" tanya Nayaka meski pandangannya fokus pada jalanan. "Nanti biar aku tahu harus ngasih uang jajan berapa di luar biaya hidup bulanan kita."
"Nggak perlu, aku bisa beli sendiri," sahut Sabria singkat sambil terus menambahkan catatan baru di kertasnya yang mulai lecek.
"Aku tahu, tapi aku pengin belikan, sebagai suami yang baik."
"Aku cari suami bukan buat belikan skincare, tapi mau yang bisa dijadikan pasangan sehidup semati."
"Kalau bisa dijadikan pasangan, sekaligus belikan skincare gimana?" laju kendaraan Nayaka melambat saat mendekati pintu tol.
Sabria mengangkat bahu, "Kalau kamu maksa ya udah, tapi jangan kaget ya nantinya."
"Ooh, aku ngerti sekarang. Mbak Sasa nggak mau ngasih tahu karena harganya mahal ya, bukan karena nggak mau ngerepotin? Nggak apa-apa, Insya Allah aku siap kok. Jangan sampai Mbak Sasa kelihatan lebih kucel setelah nikah sama aku, nanti aku digebukin Mami sampai tulangku patah."
Sabria tidak menjawab, ia malah mengajukan pertanyaan berikutnya, "Punya investasi jangka panjang atau udah ada rencana mau investasi apa? Reksa dana, mungkin?"
"Sejujurnya, aku nggak menemukan di mana serunya beli saham atau obligasi, jadi aku nggak berminat mempelajari itu lebih lanjut selain coba-coba di awal. Selama ini aku cuma simpan uang di deposito aja, sama punya rekening saving di bank digital yang terpisah dari rekening utama," jawab Nayaka. Ketika ia hendak membayar tol, Sabria menyodorkan tongkat tol miliknya yang sudah terisi dengan kartu e-money di dalam.
"Aku aja yang bayar. Habis, kamu enggak mau diganti uang bensinnya."
"Ya nggak apa-apa, kan aku yang—" Nayaka terdiam saat menerima tongkat milik Sabria. Yang menarik perhatian Nayaka hingga ia mematung bukanlah kenyataan jika Sabria ingin membayar tol, melainkan desain tongkatnya yang anime banget.
"Hah, gemesnya. Kenapa barang cewek lucu-lucu banget perintilannya?" seru Nayaka sambil membolak-balikkan tongkat e-toll di tangannya. Untung saja jalanan sangat lengang meski sekarang hari Minggu dan tidak ada penumpukan mobil lain di belakang kendaraan Nayaka selama dia mengagumi tongkat tersebut.
"Well, I have adult money," jawab Sabria singkat. "Udah, buruan bayar, nanti diklaksonin orang kalau kelamaan berhenti."
Nayaka memindai kartu tol tersebut kemudian mengembalikan pada Sabria. "Kok lucu sih? Aku berasa jadi Kinomoto Sakura waktu nge-scan kartunya."
Cahaya matahari di sore hari memantul pada bola mata Nayaka, membuatnya tampak berbinar dengan rasa antusias membuncah dan euforia. Sabria jadi teringat pada mantan-mantan yang menertawakan hobinya dalam hal mengumpulkan pernak-pernik lucu. Katanya, mereka sudah bukan anak-anak lagi, jadi bersikaplah seperti selayaknya orang dewasa. Tetapi, Nayaka di sini bahkan sampai tahu nama tokoh utama dari film kartun kesukaan Sabria di masa kecil. Memang terlihat jelas jika Nayaka memiliki kecenderungan ke arah wibu, hanya saja, Sabria merasa dihargai oleh calon suaminya karena hal sekecil itu. Semakin dia menjadi dewasa, Sabria tidak lagi memandang dunia dalam skala lebih besar, terutama soal ekspektasi terhadap pasangan. Memiliki seseorang yang mendukung hobinya saja ternyata sudah cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh di Tangan Bu RT
RomanceAda sebuah pepatah mengatakan, 'the way to a man's heart is through his stomach'. Cara mengambil hati seorang pria adalah lewat makanan. Namun, Sasa tidak percaya dengan pernyataan tersebut. Sabria Maharani, perempuan lajang di usia kepala tiga, su...