Jodoh di Tangan Bu RT

4. Pesan Pribadi

Tiga hari setelah hari raya, didasari oleh rasa bosan akibat harus menghabiskan pempek sutra yang bejibun—meski sebagian besar sudah dibagi-bagi ke tetangga dan disuguhkan pada tamu yang berkunjung ke rumah—Sabria membuka-buka buku resepnya dengan malas, berharap akan ada satu yang menarik hati, lalu pilihan utama jatuh ke tiramisu. Ia mungkin tidak punya ladyfinger yang dijadikan untuk pelapis tiramisu, namun ia punya bahan-bahan untuk membuat sponge cake, yang fungsi dan teksturnya kurang lebih sama. Setelah hampir tiga tahun belajar membuat kue, kemampuan Sabria untuk mengkombinasikan kreasi resep sudah jauh lebih luwes, meski ia masih tetap patuh pada takaran bahan. Lagi pula, hari ini kakak dan adiknya akan pulang ke rumah, sebab mereka mengisi hari pertama dan kedua lebaran di rumah mertua masing-masing, jadi ada yang membantu menghabiskan makanan.

Kakak dan adik Sabria sudah menikah dan tinggal di provinsi yang berbeda karena tuntutan pekerjaan atau dorongan mengikuti suami. Mbak Sharmila, kakak tertua Sabria, sudah memiliki tiga orang anak dari pernikahannya dengan seorang pria asal Kalimantan Selatan, mantan teman sekantor dulu. Karena jarak yang terpisah pulau, kakaknya itu tidak bisa sering-sering pulang untuk menengok ibu dan adiknya di rumah. Begitu juga si bungsu, Sandy, yang memutuskan menikah hanya tiga tahun setelah lulus kuliah, sebab ia berpacaran dengan anak gadis satu-satunya dari keluarga berada di Jawa Tengah. Meski adiknya laki-laki, tetapi ia tinggal bersama keluarga sang istri untuk membantu bisnis keluarga. Oleh karena itu, momen-momen lebaran seperti sekarang lah saat yang tepat bagi Sabria untuk membuat makanan sebanyak-banyaknya karena akan ada yang membantu menghabiskan.

Sepagi ini, Sabria masuk dapur. Langit di luar jendela bahkan masih gelap dan kucing-kucingnya belum bangun untuk menagih jatah sarapan. Hal yang pertama disiapkan adalah sponge cake, sehingga Sabria membongkar koleksi loyangnya yang sudah dibereskan pada malam takbiran—seusai menyelesaikan pesanan kue cokelat Bu RT—kini harus keluar lagi. Saat membuka kulkas, Sabria menemukan beberapa wortel yang berada di penghujung umurnya karena sudah mulai lembek, jadi dia memutuskan untuk membuat dua makanan sekaligus; tiramisu dan carrot cake. Secara kebetulan, carrot cake menggunakan frosting cream cheese, yang bisa ia substitusi dengan mascarpone cheese sisa adonan tiramisu.

Ibu masuk ke dapur selepas Sabria selesai memanggang dua loyang sponge cake tipis yang ia cetak pakai loyang untuk kue kering. Kemudian, Sabria memasukkan loyang pound cake berukuran persegi panjang dan ketebalan sekitar sepuluh senti berisi adonan carrot cake yang tadi ia mixer sambil menunggu sponge cake dipanggang, tidak lupa mengatur penghitung waktu mundur empat puluh menit.

"Bikin apa lagi?" tanya ibu. Biasanya beliau bangun lebih pagi dari Sabria, sebelum subuh untuk menunaikan tahajjud, lalu dilanjutkan mengaji hingga azan subuh. Namun, sekarang hampir pukul setengah enam pagi, dan ibunya masih tampak seperti mengantuk.

"Kue buat nanti buat suguhan Mbak Sharmila dan Sandy."

"Ngomong-ngomong kue," gumam Ibu. "Bu Aminah bilang pempeknya enak. Ibu sendiri baru tahu kamu bisa bikin makanan selain kue."

Sabria menghela napas seraya menyeka selapis peluh di kening. "Iseng coba resep di internet ketimbang nggak terpakai putih telurnya. Mau dibuat telur dadar juga kebanyakan, bisa-bisa kita bisulan gara-gara telur. Tapi menurutku rasanya agak keasinan, Bu. Habisnya, aku bikin pas lagi puasa, jadi nggak bisa cicipin."

"Kalau dimakan pakai kuah cuko yang agak pedes enggak katanya," jawab Ibu. "Kemarin Bu Aminah kirim wasap ke Ibu panjang banget. Katanya kalau kamu mau jualan pempek bakal laris manis."

Sabria menghela napas panjang, "Agak susah kalau mau bikin buat jualan, nanti bagian kuning telurnya nggak kepakai."

"Emangnya kamu jualan kue cuma pas lebaran aja? Kemarin pesan stiker buat toples banyak banget masih ada sisa. Sayang kalau nggak dihabisin."