Yaka menghela napas panjang beberapa kali, sambil mematut di depan cermin. Kamarnya kini jadi terlihat lebih feminin dengan sentuhan beberapa barang milik perempuan yang tercecer di beberapa tempat. Kosmetik yang tertata rapi di meja nakas dari yang botolnya tinggi ke pendek, kardigan merah marun yang digantung di balik pintu bersebelahan dengan jaket denimnya, koper merah muda di depan lemari yang terbuka dan menampakkan beberapa potong pakaian perempuan, serta satu kaus oblong Yaka yang tergantung di rak handuk di kamar mandi dan beraroma parfum perempuan. Sepertinya semalam Sabria meminjam bajunya untuk tidur karena kaus Yaka terlihat besar dan longgar di tubuhnya yang mungil. Ini bukan pertama kalinya isi lemari Yaka dijarah oleh sang pacar, dan ia sama sekali tidak keberatan dengan ini. Yaka juga bukan seseorang yang creepy dengan tidak mencuci pakaian bekas dipakai Sasa lalu diciumi sampai baunya hilang seperti di film-film thriller.
Yaka buru-buru turun setelah memastikan pakaiannya cukup rapi. Ia tidak boleh berlama-lama di kamarnya sendiri, setiap kali ada Sasa menginap di sana, padahal mereka tidak berada di dalam kamar berdua. Hari ini ia memakai kemeja hitam, menyamakan dengan warna rok yang akan dipakai Sasa hari ini. Penampilan mereka mirip orang mau berangkat berkabung, padahal ini hanya acara reuni kecil-kecilan dengan teman kuliahnya. Yaka mengerti jika Sasa ingin memperkenalkan diri pada teman-temannya sebagai calon istrinya, dan ia pun juga sama berhasratnya untuk memamerkan pada semua orang betapa beruntung ia mendapatkan Sasa sebagai pasangan. Hanya saja, teman-teman kuliahnya senantiasa mengungkit-ungkit dan mengingatkan dia pada Elisa, meski Yaka sudah benar-benar move on dari mantannya itu.
Sesampai di bawah, wangi aroma brownies yang baru dikeluarkan dari oven menguar hingga seluruh dapur dan ruang tengah. Untung saja Yasa baru akan kembali ke rumah besok pagi, jika tidak brownies tersebut pasti dicurinya sepotong atau dua potong, meski panas-panas. Karena yang menyanggupi untuk datang hanya kurang dari dua puluh orang dari puluhan teman seangkatan yang cukup akrab dengan lingkaran pertemanannya, jadi acara reuni ini hanya diadakan di rumah keluarga Rasyid saja, alih-alih menyewa hotel atau restoran. Sebagai keponakan dari mantan Bupati, keluarganya memiliki bangunan rumah yang sangat besar, mungkin setengah hektar saking besarnya. Terakhir kali Yaka ke sana, halaman rumah keluarga Rasyid bisa menampung sepuluh mobil dan belasan motor. Karena kali ini Yaka datang ke sana menggunakan motor matik Mami, sebab Sasa bilang dia ingin dibonceng motor sekaligus agar kuenya cepat dingin terkena angin, jadi Yaka tidak perlu khawatir tidak kebagian tempat parkir kendaraan jika dia datang terlambat. Waktu menunjukkan pukul sepuluh lewat lima belas, jika teman-temannya datang tepat waktu sebelum jam sepuluh, mungkin acaranya sudah dimulai.
"Wangi banget," puji Yaka saat menghampiri sang kekasih di dapur.
Melihat Sasa tampak kepayahan mengeluarkan loyang dari oven menggunakan mitten pemberian Mami, dengan sigap, Yaka merebut loyang di tangan sang kekasih menggunakan serbet tipis yang disambarnya dari atas meja dapur bekas mengelap bekas tepung di sana. Sasa memanggang tiga loyang brownies; dua untuk dibawa ke acara reuni sebab ia khawatir jika makanannya tidak cukup, satu untuk keluarga di rumah. Mbak Anti dan anak-anaknya jadi rajin mampir ke rumah minimal sebulan sekali setiap kali dikabari kalau Sasa ada di rumah. Keponakan-keponakan Yaka pun lebih antusias ketemu Tante Sasa ketimbang Om Yaka atau Om Yasa mereka. Untung saja Sasa memakai loyang brownies yang ada sekat-sekatnya, dibelikan oleh salah satu bude Yaka, sebab beliau sering jalan-jalan ke pasar tradisional lalu melihat perabot membuat kue. Mami pun tidak kalah heboh membelikan Sasa ini dan itu, sehingga setiap kali Sasa main ke Solo, selalu ada saja barang baru di rumah yang menunggu untuk dia coba. Sasa pun selalu menggunakan barang-barang tersebut dengan antusias. Meski Yaka tahu di rumahnya di Surabaya loyang-loyang Sasa selalu loyang bagus yang ada lapisan antilengket, namun ia tetap mau pakai loyang aluminium saat di sini.
"Kasihan banget pacar aku udah dandan cantik-cantik gini kena hawa panas dari oven," hibur Yaka. Sasa mencibir mendengar pujian tersebut.
"Ini nggak susah kok bikinnya," balasnya.
Definisi 'nggak susah' menurut Sasa adalah kue-kue yang cukup diaduk dengan whisk dan bisa matang dalam sekali proses saja. Menurut Yaka juga, dari sekian jenis kue yang pernah Sasa buat selama di rumah ini, brownies memang yang paling tidak ribet dan mudah ditiru. Mungkin nanti dia bisa minta diajari takaran bahan dan cara membuatnya untuk dicoba sendiri saat senggang. Bahkan bagi Sasa, seseorang yang dianggap profesional oleh Yaka, pun masih melihat resep setiap kali hendak membuat kue.
Brownies-brownies dari loyang yang masih panas itu kemudian dipindahkan ke wadah plastik kedap udara milik Mami menggunakan tong capitan berbahan silikon agar tidak merusak bentuk kue, lalu siap dibawa ke acara. Mereka berdua berpamitan pada Mami dan Papi, lalu berangkat ke rumah Rasyid dengan berboncengan motor. Untung saja jarak rumah Rasyid dan Yaka hanya sekitar tujuh kilometer, sehingga mereka tidak perlu berkendara terlalu jauh. Setiba di sana, Yaka lumayan terkejut karena rumah Rasyid sudah cukup ramai karena ada lima mobil terparkir di depan--dua di antaranya mobil keluarga Rasyid sebab Yaka mengenali kendaraan-kendaraan dari Eropa itu sejak dulu saat ia sering main ke sini untuk mengerjakan skripsi dan tesis bersama-sama--dan tujuh sepeda motor. Yaka membantu Sasa melepas helmnya, sebab tangan sang kekasih sibuk membawa kotak berisi brownies.
Kotak kue yang masih teraba hangat itu kini berpindah ke tangan Yaka, untuk memberikan Sasa kesempatan merapikan rambutnya sebentar. Kemudian, ia berjalan mendahului, Sasa menyusul persis di belakang, menuju bagian depan rumah keluarga Rasyid. Dalam jarak yang semakin dekat, suara tawa, obrolan dari beberapa orang sekaligus, terdengar riuh rendah bersahutan. Namun, semua suara tersebut seketika hilang ketika sosok Yaka muncul di ambang pintu sambil mengucapkan salam. Yaka memandang berkeliling, menatap wajah-wajah yang dulu familier dan kini telah memiliki kehidupan masing-masing. Ia berdeham kemudian kembali mengulang salamnya.
"Assalamualaikum, kok nggak ada yang jawab sih tadi?"
Orang-orang di sana kompak menjawab, "Waalaikum salam! Masuk, masuk, Yak."
"Sampai kaget tadi, kirain siapa yang dateng."
"Udah lama nggak pernah dateng ke reunian kita-kita, tahu-tahu muncul aja orangnya."
"Bawa apaan nih? Wanginya enak."
Satu-persatu teman Yaka beringsut menghampirinya. Pada saat itulah, mereka menyadari ada sesosok perempuan yang tadinya tidak terlihat sebab ia berdiri persis di balik tubuh Yaka yang tinggi dan bongsor. Sasa melambaikan tangannya dengan kikuk, ia berusaha keras membuat kontak mata dengan semua orang sambil menyunggingkan senyum.
"Hai," sapanya. "Salam kenal teman-temannya Mas Yaka."
Kemudian sorak-sorai yang menyambut kedatangan Yaka semakin ramai. "Wah, alhamdulillah, setelah sekian tahun akhirnya kowe move on juga."
"Pacar e Yaka ayu tenan. Pinter kowe milih bojo."
"Sini, sini Mbak, masuk sini, jangan di luar aja, panas."
Yaka dan Sasa saling berpandangan, kemudian mereka tertawa. Yaka, menertawakan kekhawatirannya sendiri jika teman-temannya akan mengungkit-ungkit masa lalunya dengan Elisa dan mereka tidak bisa menerima kehadiran Sasa. Sementara, Sasa gugup jika harus bertemu banyak orang baru dan memperkenalkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh di Tangan Bu RT
RomanceAda sebuah pepatah mengatakan, 'the way to a man's heart is through his stomach'. Cara mengambil hati seorang pria adalah lewat makanan. Namun, Sasa tidak percaya dengan pernyataan tersebut. Sabria Maharani, perempuan lajang di usia kepala tiga, su...