Sore itu, Sabria menikmati kegiatan di Stadion Manahan bersama Nayaka dan dayang mereka, Ilyasa, sebab Mbak Anti terus-menerus mendorongnya untuk keluar rumah dan berkeliling kota, mumpung dia ada di tempat yang belum pernah ia datangi. Tadinya, Mami mau ikut mereka juga, sebab Mami setengah tidak rela jika Sabria pergi hanya ditemani dua orang laki-laki dewasa, sebab Mbak Anti hanya singgah sebentar di rumah Mami sampai bagel Sabria matang, lalu membawa pulang beberapa untuk anaknya di rumah. Namun, karena beliau ada kegiatan arisan rutin di kampung pada sore hari ini, jadi beliau tidak bisa bergabung. Tetapi, jika acara arisan sudah selesai dan mereka bertiga belum pulang, Mami bilang akan menyusul mereka dengan Papi naik taksi daring.
Sabria sedang duduk di salah satu meja yang disediakan sambil menunggu makanan yang mereka pesan seluruhnya siap. Ia memesan zuppa soup dan dimsum dari penjaja food truck dekat sana yang sedang dimasak, sementara di hadapannya ada beberapa makanan lain seperti sebungkus kemasan ramah lingkungan tteokpokki dari stan makanan Korea, satu gelas kertas berisi dua batang eomuk, sebungkus telur gulung kesukaan Ilyasa sebab dia sedang diet tinggi protein, serta sekantong gorengan milik Nayaka. Berbeda dengan kakaknya yang baru-baru ini ikut gym, Ilyasa sudah jauh lebih dulu rajin olahraga. Hal tersebut terlihat dari pilihan makanan mereka di luar dari kue yang pernah Sabria buatkan untuk mereka. Ilyasa sedang berlari dua lap dengan Nayaka. Di sini, masih ada aktivitas orang yang berolahraga meski sudah malam. Tadinya, Sabria ingin ikut lari juga karena dilihatnya ada banyak pelari perempuan lain, namun kata Nayaka yang diamini oleh Ilyasa, mereka takut Mami marah kalau sampai dengar.
Sebelum mereka bertiga bertolak ke Manahan, Sabria sempat bertemu dengan Pak Husein, calon bapak mertuanya. Beliau seharian sibuk dengan kegiatan di balai desa, membantu proses renovasi di sana bersama warga-warga lain. Sabria pikir, ia mungkin akan canggung jika mengobrol dengan bapak-bapak yang belum pernah dia temui, namun ada alasan mengapa pria manula itu yang menjadi orang tua Nayaka. Beliau menyapa Sabria dengan hangat, mereka bersalaman, Sabria mencium punggung tangan beliau, sementara Pak Husein mengusap puncak kepalanya dengan lembut, namun tetap sopan. Bahkan, bapaknya sendiri tidak pernah mengusap kepala Sabria, sejauh yang dia ingat. Calon papi mertuanya bukanlah sosok yang mengerikan, meski selera humornya sangat receh, tetapi setidaknya beliau bukan seseorang yang mengingatkan Sabria akan traumanya dengan relasi anak perempuan dan ayah di masa kecil. Sabria sedikit bersyukur saat mengetahui tidak semua pria paruh baya meninggalkan trauma pada anak perempuan. Orang tersebut akan menjadi mertuanya dalam dua tahun ke depan.
"Air ... Air ..." terdengar keluhan Nayaka yang menghampiri Sabria dengan napas tersengal dan kaki terseok. Sabria buru-buru mengulurkan sebotol air mineral utuh pada kekasihnya. Nayaka menenggak habis minuman tersebut dalam beberapa teguk. Melihat ekspresi kepayahan sang pacar, Sabria jadi iba padanya.
"Kalau udah nggak kuat jangan dipaksain," hiburnya. "Mas Yaka kan masih baru sebulanan ini mulai olahraga lagi, jelas beda sama Yasa yang anak gym. Jangan ikut-ikutan, jangan mau juga kalau dia provokasi."
"I-ya," gumam Nayaka lirih. "Tadinya aku kira masih kuat satu putaran lagi, ternyata belum bisa."
Sabria menepuk sisi kosong di sebelah kanannya, mengisyaratkan Nayaka untuk duduk di sana. "Sini istirahat dulu. Mau aku belikan minuman dingin?"
Nayaka menggeleng, "Nggak perlu."
Sabria mengeluarkan kipas listrik kecil dari dalam tas, kemudian menepuk pahanya. "Sini, rebahan di pangkuanku biar aku kipasin."
Dalam kondisi normal, Nayaka tentu akan menolak tawaran ini mentah-mentah, namun karena ia sekarang berada di ambang rasa letih, jadi dia menurut saja diminta begitu. Nayaka melebarkan handuk kecil yang sudah ia persiapkan dari rumah karena memang tujuan mereka ke sini untuk berolahraga di pangkuan Sabria, lalu membaringkan tubuh di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh di Tangan Bu RT
RomanceAda sebuah pepatah mengatakan, 'the way to a man's heart is through his stomach'. Cara mengambil hati seorang pria adalah lewat makanan. Namun, Sasa tidak percaya dengan pernyataan tersebut. Sabria Maharani, perempuan lajang di usia kepala tiga, su...