"Kabari kalau sudah sampai rumah," begitu pesan Mami pada Sasa. "Kapan-kapan, Mami mau main ke Surabaya buat ketemu ibunya Mbak Sasa, ya."
Gadis cantik di hadapan beliau yang hanya memakai makeup tipis pagi ini mengulum senyum manis, "Boleh, Mi. Ibu saya lumayan akrab sama Bu RT, jadi beliau pasti seneng banget kalau bisa ketemu sama Mami."
"Ya udah, hati-hati ya, semoga selamat sampai tujuan," Mami kembali memeluk calon menantunya untuk ke-sekian kali saat mereka berpamitan. "Mbak Anti nggak bisa datang karena anak sulungnya lagi demam, jadi dia titip salam aja. Makasih buat tasnya, sama Mbak Anti langsung dipakai ke mana-mana." Sasa terkekeh mendengar ucapan beliau.
"Saya kan ngasih ke Mami dan Mbak Anti memang buat dipakai. Saya malah seneng kalau tahu tasnya langsung dipakai gitu," balas Sasa. Ia memang anak perempuan yang manis dan santun, itu sebabnya Mami dan Mbak Anti langsung jatuh hati padanya. Sepertinya, Papi pun menyukainya juga, hanya saja beliau memang tidak terlalu menunjukkan bentuk perhatian tersebut.
Kepada Yasa yang lagi-lagi bertugas untuk menjadi dayang Yaka dan Sasa, beliau menghardik keras. "Hati-hati kalau nyetir. Kowe kemarin bikin mobil Papi baret lho, soalnya nggak teliti pas parkir."
"Ya Allah Mami, itu waktu aku masih kuliah masih diungkit-ungkit aja sampai sekarang," gerutu Yasa. "Aku sekarang udah lebih hati-hati kok kalau bawa mobil."
"Ya udah, Mami nggak akan nahan-nahan kalian lagi , takut telat. Nanti WhatsUp Mami ya, kalau udah di dalam kereta."
"Nggak sekalian minta laporan udah sampai stasiun mana aja, Mi?" sahut Yasa. Dibandingkan Yaka, Yasa-lah yang lebih sering membantah Mami. Mungkin karena dia anak bungsu di rumah ini, jadi Yasa merasa jika semarah apapun Mami padanya, kedudukannya di sini tidak akan bisa digantikan dengan mudah. Tetapi, sekarang sepertinya Yasa harus merasa gentar, sebab Mami punya Sasa yang jauh lebih manis dan membelikan beliau tas mewah.
"Terima kasih sudah mengizinkan saya tinggal di sini selama akhir pekan ini, Mami," ucap Sasa berpamitan pada Mami. Mendengar itu, Mami kembali memeluk Sasa, seolah enggan melepasnya pulang ke Surabaya. "Kita ketemu lagi bulan depan kok, Mami."
"Bener ya? Nanti Mami suruh Mas Yaka buat nyusul Mbak Sasa."
"Saya janji," balas Sasa. Ia orang terakhir yang masuk ke dalam mobil karena berpamitan paling belakang. Sasa juga berpamitan pada Papi yang dibalas dengan usapan di kepala, seperti ketika beliau memperlakukan anak sendiri. Sepertinya Sasa menyukai gestur tersebut dari Papi, mungkin karena ia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang figur bapak sejak kecil. Yaka tidak keberatan membagi kasih sayang papinya pada Sasa, sebab Sasa berhak mendapatkan segala perhatian dari orang tua utuh.
Sepanjang perjalanan menuju stasiun, Yasa mengizinkan Sasa untuk menyambungkan ponselnya ke perangkat musik mobil. Sasa menggunakan kesempatan ini untuk memutar lagu-lagu Red Velvet, di mana dia dan Yaka menikmati lagu-lagunya sementara Yasa yang wibu sejati dan anti-kpop hanya memberengut pasrah.
"Mbak Sasa, nanti aku minta daftar putar lagunya ya," ucap Yaka saat berturut-turut lagu kesukaannya diputar; mulai dari Red Flavor, Zimzalabim, lalu dilanjutkan dengan Umpah Umpah. "Selera kita sama nih."
"Boleh!" sahut Sasa. "Nanti kita temenan aja di sana. Kalau lagi sama-sama daring kita bisa Session bareng."
Yasa memutar bola matanya mendengar kemesraan antara mereka berdua. "Kalau sama-sama suka Red Velvet, kalian kenapa nggak ketemu pas Mas Yaka nonton konsernya mereka akhir tahun lalu?" Pandangan Yaka dan Sasa saling berserobok, seolah sibuk mencari siapa di antara mereka yang akan menjawab pertanyaan ini. Namun, keheningan yang tercipta justru membuat hati Yasa semakin panas. "Iya deh, iya. Aku tahu kalian emang udah berjodoh dalam segala hal, tapi bisa nggak sih kalau kalian jangan PDA kalau ada aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh di Tangan Bu RT
RomanceAda sebuah pepatah mengatakan, 'the way to a man's heart is through his stomach'. Cara mengambil hati seorang pria adalah lewat makanan. Namun, Sasa tidak percaya dengan pernyataan tersebut. Sabria Maharani, perempuan lajang di usia kepala tiga, su...