Akun kecil itu hanya memiliki kurang dari lima pengikut saat pertama kali dibuat. Itupun diikuti oleh akun utamanya dan dua orang teman yang mendukung niatan Sabria untuk membuka toko kue. Waktu Sabria memosting foto-foto kue keringnya dan diposting ulang di akun pribadinya berpengikut lima ratus orang serta teman-teman dari komunitas yang turut andil meramaikan, beberapa mulai datang karena tertarik dengan kue kering buatannya hingga mencapai sekitar enam puluhan pengikut. Memang bukan jumlah yang besar, namun jika satu orang masing-masing memesan lebih dari satu toples sesuai varian yang tersedia, maka angka itu akan menjadi besar akibat dilipatgandakan.
Pesanan demi pesanan masuk dari teman-teman daring yang berdomisili di kota yang sama, sebab Sabria mengatakan dia tidak bisa menjamin kuenya tidak akan hancur dalam perjalanan di ekspedisi. Seminggu sebelum lebaran, Sabria sudah menyelesaikan pesanan sebanyak 60 toples kue kering setinggi 750 ml, sehingga ia bisa fokus memproduksi kue kering untuk disuguhkan sendiri di rumah. Ia telah menghabiskan beberapa kilogram telur, empat kaleng butter ukuran dua kilo, serta satu tabung besar LPG ukuran 12 kilo karena ia menggunakan oven tangkring biasa, alih-alih oven elektronik yang memakan daya listrik besar.
Rasa letih yang ia alami saat berjibaku menyelesaikan pesanan sebanyak itu seorang diri mungkin tidak sebanding dengan keuntungan yang ia dapatkan dari berjualan kue. Namun, kepuasan hampir semua pemesan kue-kue kering buatan Sabria jauh lebih besar dari sekadar pertambahan angka di saldo rekeningnya yang kemudian ia keluarkan untuk membeli bahan kue dan toples. Pujian yang datang dari mereka membuat kepercayaan diri Sabria akan kue buatannya jadi meningkat.
Pada lebaran hari ke-dua, Sabria memosting foto kucingnya saat si bandel itu naik ke meja dapur diiringi takarir ucapan lebaran.
'Viscount sedang memantau ketupatnya sudah matang atau belum. Selamat hari raya Idulfitri 1445 H teman-teman.'
Beberapa orang menyukai postingan tersebut. Seorang temannya berkomentar lewat akun cadangan mereka yang tidak menggunakan identitas asli.
'Selamat lebaran mamanya Baron. Hari ini sudah berapa toples yang digulingkan?'
Sabria terkekeh membaca balasan tersebut. Baron, yang menjadi nama toko kue ini, adalah kucing yang Sabria pelihara sejak kecil. Dibuang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab di depan kantornya, Sabria memutuskan untuk memelihara Baron beserta dua saudaranya; Viscount dan Lady. Kini mereka sudah besar, disteril, dan punya hobi menggulingkan apapun barang di atas meja. Rasa jahil kucing-kucing itu yang begitu besar membuat Sabria menjadikan Baron sebagai maskot dagangannya, syukur-syukur kalau bisa jadi penglaris. Saat ia disibukkan dengan aktivitas membuat kue, kucing-kucing bandel itu dikurung di kamarnya agar tidak mengganggu dan bulu mereka mengontaminasi makanan.
Saat ia hendak membalas, sebuah pemberitahuan muncul di pesan sembulan. Ada sebuah balasan lagi dari akun yang baru saja mengikutinya dua hari silam. Karena akun berjualan ini masih kecil, jadi Sabria bisa langsung tahu siapa saja yang mengikutinya baru-baru ini.
A.k.a @/nayakaprawira
membalas ke @/baroncakery
'Selamat siang Baron Cakery &Cookies, apa hanya buka preorder kue di hari lebaran saja? Saya mau pesan.'Sabria tertegun ditanya demikian. Ia memang merencanakan jika toko kuenya tidak hanya buka saat ramadan saja, tetapi ia hanya menyediakan sedikit stok tersedia pada hari biasa, untuk berjaga-jaga jika tidak ada pembeli. Namun, rencana ini masih belum matang, sebab Sabria punya pekerjaan utama di kantor sebagai asisten pribadi Bu Amalia, seorang pengusaha wanita yang sukses di bidang bisnis pakaian.
Setelah menimbang-nimbang beberapa lama, Sabria pun membalas:
'Silakan tunggu informasi dari kami selanjutnya ya, Mbak Naya. Toko kami tidak hanya buka saat bulan ramadan saja, kok, tetapi jadwalnya perlu menyesuaikan dulu dengan owner.'
"Mbak Sasa!" terdengar panggilan ibunya dari arah ruang tamu. "Ada Muthia dateng."
"Ya, Bu," sahut Sabria. Ia segera meletakkan ponselnya di kamar lalu keluar untuk menyambut saudara sepupunya yang datang dari Jakarta. Muthia adalah anak sepupu ibu yang memiliki nasib mujur dan lolos CPNS dengan penempatan di Jakarta. Sebagaimana anak-anak lain yang sukses di usia muda, Muthia selalu menjadi tolok ukur pembanding bagi sepupu-sepupu Sabria yang lain. Termasuk dirinya, meski Sabria memiliki pekerjaan yang bagus, namun tidak ada jaminan dana pensiun, tidak seperti PNS. Di usia yang belum genap tiga puluh, Muthia sudah menemukan pasangan di tempat kerja yang sama-sama sukses di usia muda dan mereka akan merencanakan pernikahan dalam waktu dekat.
Belum puas mengobrol dengan Muthia yang datang ditemani calon suaminya, datang saudara sepupu lain bersama dua anaknya yang masih SD dan batita dan membuat rumah ini menjadi semakin semarak. Ketika Sabria menyentuh kembali ponselnya, ia mendapat balasan dari akun yang sebelumnya berkomunikasi di Baron Cakery & Cookies empat jam lalu.
'Saya laki-laki, Mas Baron.'
Sabria mendengkus geli mengetahui dia dipanggil dengan nama kucingnya. Begitupun ia tidak ingin mengklarifikasi pernyataan tersebut sebab ia tidak mau dianggap seperti menggoda calon pembelinya hanya karena ia laki-laki dengan nama genderless.
Baron, yang merasa sedang dibicarakan, langsung naik ke ranjang Sabria lalu mendengkur keras-keras di atas kepalanya. Sabria terkekeh melihat reaksi Baron. Kucing oren yang di ambang obesitas itu sudah menjadi pembuka rezeki baginya melalui Baron Cakery & Cookies. Ketika kembali mengingat tentang Muthia, Sabria jadi berpikir jika mungkin toko kue kecilnya ini bisa dijadikan sandaran hidup saat dia tidak lagi bekerja dengan bu Amalia.
'Baik Pak Naya, nanti akan kami infokan kalau sudah buka lagi, ya. Selamat lebaran.'
Seketika, setelah balasan tersebut dikirim, Sabria merasa geli karena memanggil seorang pria dengan sebutan nama yang terdengar begitu feminin. Namun, karena tidak ada balasan lagi malam itu hingga keesokan hari, jadi Sabria anggap pria tersebut tidak keberatan dipanggil demikian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh di Tangan Bu RT
RomanceAda sebuah pepatah mengatakan, 'the way to a man's heart is through his stomach'. Cara mengambil hati seorang pria adalah lewat makanan. Namun, Sasa tidak percaya dengan pernyataan tersebut. Sabria Maharani, perempuan lajang di usia kepala tiga, su...