8. Tentang Putri Kayla

17 14 0
                                    

~Dunia terlalu luas untuk bisa aku telusuri.

🌸🌸🌸

"Kenapa ada foto orang tuaku di sini?" tanya ku pada diri sendiri saat melihat bingkai yang memuat gambar orang tuaku sedang duduk di kursi panjang bersama.

"Apa jangan-jangan taman ini dibuat oleh oleh ayah ya? Hmm, aku harus bertanya pada Putri."

Segera aku keluar dari gubuk dan terkejut atas kehadiran paman Hao disamping putri Kayla. Aku bergegas menghampiri putri.

"Lagi-lagi kau ke sini," papar Hao.

"Apa itu mengganggumu sehingga sering menegurku jika aku kemari?" jawab putri Kayla menatap nyalang.

Aku tersentak akibatnya. Bagiku sosok putri kali ini terlihat berani untuk seseorang yang selalu memilih hati-hati dalam berkata.

Paman Hao tersenyum remeh. Dia mengambil seuntai rambut Putri dan memainkannya. "Tidak, justru aku senang mengetahui kau yang sangat peduli dengan ketenangan anak kita."

Jelas sekali terlihat Putri tidak nyaman atas perlakuan paman Hao, dan aku dapat melihat ketidaksesuaian hubungan mereka.

Apa ini? Seingat Ku ayah pernah bilang bahwa Paman menikah karena cinta dan cinta pun diterima dengan baik oleh Putri, tapi hubungan yang kulihat ini bukan hubungan pasangan penuh kasih.

Putri menepis tangan paman Hao.

Paman Hao berdecak, suatu kelakuan yang dilarang untuk seorang pangeran.

Ini semakin membuatku bingung.

Paman Hao berpaling padaku dengan raut datar. "Rupanya kau mengunjungi taman karya ayahmu."

Aku mengangguk. Tebakanku benar.

"Silahkan dinikmati, maaf sekali tidak bisa menemani karena aku tak ingin istri dan anakku masih diluar di jam segini. Kami permisi ke kamar," tutur paman Hao.

Aku mengangguk lagi. Jujur, aku masih memiliki keraguan atas kecakapan bicaraku, jadi aku harus mengurangi konsekuensi dari kata-kata.

Paman Hao menarik tangan putri Kayla untuk meninggalkan taman.

Aku sempat memandangi mereka, lebih lagi pada putri yang pasrah diseret kasar begitu.

Aku kembali menikmati suasana damai di taman ini. "Taman ini terlalu indah untuk dibilang hasil karya ayahku." Hasilnya, aku menahan tawaku sendiri.

Setelah menghabiskan beberapa menit di sana, aku lanjut menapaki lorong karena ingin menuju kamar. Namun tak ku sangka malah berpapasan dengan Aries. Dia melirikku tajam dan hendak melewati ku.

"Hubungan orang tuamu lucu ya," sembur ku menyeringai ke depan.

"Di bagian mana?" Aries berhenti.

"Ayahmu yang tidak peduli pada ibumu, sedang ibumu mencoba tegar di setiap keadaan. Menurutku lucu, karena hubungan itu mampu bertahan hingga memiliki tiga anak," jelas ku.

Hening.

"Kau benar, setelah mendengar kata-katamu aku jadi berpikir mereka lucu juga." Aries kembali berjalan, dan reaksinya membuatku segera berbalik badan. Melihat dirinya yang berjalan tegap.

Pasti ada sesuatu!

Setelah percakapan itu barulah aku benar-benar ke kamar untuk tidur tanpa ada masalah lagi sampai keesokan hari.

Namun aku memutuskan menyelesaikan rencanaku pagi ini dengan berada di ruang kerja nenek.

"Kau tidak sekolah" tanya nenek karena nenek melihatku pagi-pagi sudah berada di ruangannya dengan masih memakai pakaian biasa.

Rasa yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang