16 Kepercayaan

11 9 0
                                    

~Kepercayaan adalah rasa yang membuatmu nyaman ketika mempercayai seseorang, tanpa harus ada keraguan sedikitpun.

🌸🌸🌸

Sama seperti di UKS, Agina juga membantuku mengolesi salep. Kemudian membantuku membalutkan perban pada punggung. Bagian ini cukup sulit terlebih lengan Agina yang pendek membuatnya harus berdempetan denganku, sehingga aku menahan napas di awal-awal berpikir posisi ini seperti Agina memelukku dari belakang.

"Selesai."

Mendengarnya, segera aku menuruni kasur untuk mendekati cermin. Aku memperhatikan punggungku yang dibalut rapi oleh Agina.

"Balutan mu bagus," ungkap ku. Dari situ aku berpikir Agina sering melakukan pekerjaan semacam ini.

Aku menghampiri Agina yang sedang mengembalikan kotak p3k ke lemari.

"Aku pulang ya. Terima kasih untuk hari ini." Tujuannya adalah pergi, tapi aku memegang pergelangan tangannya.

"Agina, setelah aku pikir lagi ternyata aku masih menganggap mu anak kecil yang dulu. Aku masih ingin bermain bersama, memandikan mu, menyuapi mu, bahkan menggendong mu. Aku iri pada Ibu yang bisa mengendong mu semudah itu," terang aku padanya agar ia tak salah paham dengan permintaanku yang terkadang merujuk pada dirinya yang masih aku anggap anak kecil.

Agina sempat terdiam dan itu membuatku cemas sampai akhirnya dia membuka mulut, "Sekarang tidak bisa begitu 'kan? Main bersama, bisa dilakukan. Memandikanku, aku bisa mandi sendiri. Tapi untuk mandi bersama, aku tidak mengerti kenapa Bibi Amelia melarangnya padahal aku mengetahui Daddy dan mommy sering mandi bersama."

"Iya 'kan! Ayah dan Ibu juga begitu!" sambut ku dengan mimik geram.

Setelahnya aku berkedip, tersadar akan sesuatu.

Daddy dan mommy?

"Menyuapiku, aku bisa makan sendiri. Dan untuk menggendongku, bobot badanku bertambah seiring bertambah umurku. Jadi, kau harus berusaha lebih keras lagi."

Apa? Aku membeku.

Jawaban Agina terlalu polos untuk aku yang berpikir dia dewasa dibandingkan umurnya. Plus Agina menjawabnya sambil tersenyum, sangat membuatku salah paham.

"Perkataan mu itu seperti memberiku kesempatan untuk melakukannya."

Benarkan?

Meski sekarang aku merasa sanggup menggendongnya, tapi perkataannya seakan menyuruhku untuk berolahraga angkat berat.

"Memang iya. Itu bukan hal yang besar karena para saudaraku sering melakukanya padaku."

Saudara? Aku menukik alis. Terlebih lagi 'para', artinya lebih dari dua 'kan?

"Kau punya keluarga?" Pertanyaan yang mengandung resiko di dalamnya. Tentu aku bertanya setelah siap jika Agina menjawab tidak. Namun jika jawabannya, aku tidak tahu akan mendapatkan senyuman sebahagia itu.

"Iya, dan mereka pasti menungguku sekarang."

Aku jadi merasakan jantungku berdetak hebat lagi. Senyumannya menulari ku hingga aku pun tak bisa mengalihkan pandangan. Aku juga tersenyum agar ia berpikir aku juga merasa senang.

"Sampai bertemu besok, Agra."

Agina pulang diantar oleh ayahku langsung. Aku meminta ikut, tapi berakhir memandanginya keluar kediaman karena Agina melarangnya.

Hari ini cukup berkesan bagiku. Tidak, kurasa hari-hari yang kujalani bersama Agina selalu berkesan. Bahkan di hari-hari berikutnya.

Butuh waktu tiga bagi lukaku untuk sembuh dan sampai saat itu Agina terus membantuku, sedang di hari selanjutnya kami hanya akan bertemu di sekolah, menghabiskan waktu dengan makan bersama di kantin.

Rasa yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang