11. Pencarian Agra

13 11 0
                                    

~Mencari dan mencari, dengan harapan suatu hari nanti aku bisa bertemu kamu.

🌸🌸🌸

"Kami sudah lama mencarinya tapi tidak ada jejak sama sekali, mungkin karena waktu kepergiannya sedang hujan jadinya tidak ada saksi mata yang melihatnya kemana," jelas ayah.

"Tidak mungkin." Tanganku bertautan dan saling meremukkan untuk alasan pelampiasan atas tidak terima di hatiku.

"Claudya...."

Begitu mobil berhenti di pekarangan mansion, aku bergegas memasuki kediaman yang sudah lama tak kulihat. Meski begitu, fokusku tidak untuk bernostalgia tetapi menuju ruang tamu.

"Selamat datang, Tuan Muda." Kepala pelayan menyambut seraya membungkuk beserta pelayan lainnya yang berbaris rapi membentuk jalanan untuknya.

Aku mengibas tanganku sebagai isyarat aku menerima perlakuan mereka. "Beri aku laptop."

"Agra, makan dulu ya. Ibu dengar kau tidur selama di pesawat, pasti kau lapar sekarang," seru Ibu yang berusaha mendahuluiku untuk mengatakan maksudnya.

"Baik. Tolong letakkan makanannya di meja ruang tamu, dan jangan lupa laptopnya," balasku. Walau perutku sebenarnya tidak lapar, tapi aku tidak mungkin mengabaikan kekhawatiran ibuku.

Dan permintaan ku dituruti. Sekarang aku duduk di sofa dengan laptop di hadapanku, dan juga sepiring sandwich beserta segelas susu.

Baiklah, tangan kananku berkerja menyuapi diriku sedang tangan kiriku sibuk mengotak-atik.

Rasanya sulit karena ini laptop baru yang harus diakses terlebih dahulu, pun diriku yang selama ini cuma tau teori saja tapi tak punya kesempatan untuk mempraktekkannya gara-gara nenekku.

Pertama, yang kulakukan melihat jumlah nyawa di negara Flowering.

"Sejauh mana ayah mencari Claudya?" Aku bertanya pada ayah yang duduk di sofa bersebrangan denganku. Ayah sibuk juga mencomot sandwich buatan ibu.

"Ayah mengerahkan orang-orang keseluruhan kota, serta mengumumkan giveaway untuk yang berhasil memberitahu keberadaannya," jawab Ayah.

"Berarti Ayah cuma mencari Claudya di dalam negeri?" tanyaku.

Sontak ayah meletakkannya kembali sandwich nya karena mendengar pertanyaanku. Mimik Ayah berubah serius. "Tidak juga, ayah mencari tahu keberadaan kekasihmu di negara yang ada cabang perusahaan ayah. Tapi Ayah lebih mengusahakannya dalam negeri."

"Begitu ya."

"Kak Agra."

Aku mengendong adikku yang mencoba menganggu usahaku dan memberikannya pada ayah. Aprilia cemberut padaku dan mendengus karenanya.

Aku menunjuk pada seorang bodyguard yang berdiri layaknya pot bunga tak tersentuh. "Kau, berikan aku informasi mengenai cctv utama Negera Flowering."

"Hei, itu berlebihan Agra. Kau mau berurusan dengan presiden?" tegur Ayah.

"Bukan aku, tapi Ayah yang berurusan dengan presiden. Aku 'kan tanggung jawab Ayah," jawabku kembali pada tempat duduk. Dapat aku rasakan ayah yang memandang jengkel padaku.

"Untungnya anakku."

Kurasa ayahku cukup sadar sifatku ini turun dari siapa.

Hariku menjadi sibuk. Padahal aku baru terbebas dari sangkar mewah yang disebut kerajaan, tapi langsung dihadapkan dengan kenyataan yang membuatku harus bekerja keras.

Memang usahaku ini ada pendekatannya, dari beberapa orang yang bernama Claudya walau bukan dirinya. Bahkan ada yang bernama Claudya dan wajahnya juga mirip, mirip dengan Claudya yang berumurnya masih seperti saat aku pertama kali bertemu. Sedangkan harusnya umur Claudya sekarang enam tahun lebih.

Aku juga mengusahakannya mencari di negara lain dengan meminta bantuan para ahli hacker di negaranya masing-masing. Ku menghubungi mereka dengan memasuki sistem rahasia mereka, dan menarik minat mereka atas tujuannya.

Kata rahasianya adalah: Saya menantang kalian untuk mencari seseorang yang sekitar tiga tahun lalu menghilang. Dengan umurnya yang sudah berubah dan mungkin juga wajahnya, bukankah itu sangat sulit?

Strategi menjatuhkan harga diri dengan meremehkan kemampuan para hacker, itulah yang aku lakukan sekarang.

Dan tak ku sangka hal yang kulakukan menghabiskan waktu berbulan-bulan.

Ada yang menyambut adakala tidak, dan yang tidak menyambut dibeberapa negara aku mengurusnya sendiri. Tapi ada juga yang mencoba memasuki sistem milikku untuk mengetahui siapa yang meretas mereka, namun tak berhasil mendapat identitasku karena keberadaan ku yang disembunyikan selama di negara Green Life.

Akan tetapi, ada satu yang berhasil menegurku tapi tetap membantuku walau ujung-ujungnya berkata orang yang aku cari tidak ada di negara Green Life.

Dia hacker yang menurutku paling ahli karena setelah menyentak ku dengan memberitahukan identitasku, dia langsung membereskan kekacauan yang terjadi di sistemnya akibat ulahku di detik berikutnya.

Ketikan milik NTA03: Ternyata putra Rangga Pratama memiliki seseorang yang dicarinya, tapi sayang sekali aku tidak berhasil menemukan orang yang dicari. Teruslah berusaha~

"Orang yang menyebalkan," monoloqku melihat tanda terakhir yang menunjukkan ekspresi santai orang yang mengetiknya.

Aku menghela napas. "Enam bulan lewat begitu saja tanpa hasil apapun."

"Agra, sebentar ya. Ikut kami pergi belanja," seru Ibu dibalik pintu.

Ah, ya. Ini hari diskon besar-besaran di mall terbesar di negara Flowering dan letaknya pun di ibu kota Coolness.

Meski keluarga kami kaya, tapi kami menghadiri event tersebut seperti sebuah tradisi karena ayah dan ibuku pertama kali bertemu di sana dan pada tanggal yang sama.

Meski merepotkan, namun untuk menunjukkan pada keluarga bahwa aku menghargainya diriku sendiri jadi aku melakukannya.

Dalam kondisi ku yang uring-uringan mencari Claudya, aku tetap makan, tidur secukupnya, dan sekolah pun tak pernah ku tinggalkan. Meski badanku tetap kurus karena pengaruh dari pikirannya yang terbeban kata ibuku.

Kebiasaan ku tak pernah berubah, selalu memandangi keluar jendela setiap kali berada dalam kendaraan. Namun kali ini disertai harapan ada Claudya yang terlihat di berjalan di trotoar.

Kami sampai, dan berjalan beriringan dengan Ayahku dibelakang Ibu yang tampak semangat sambil mengendong Aprilia.

Aku tak suka berbelanja.

Kepalaku terasa pusing karena warna yang berbeda-beda terlihat di mana. Aku memilih mengekor Ibu sambil mendorong Ibu dan menanggapi perkataan Ibu kalau diajak bicara. Selebihnya aku berusaha abai akan keadaan sekitar, meski telinga terasa sakit karena teriakan para pelanggan.

Ah, aku jadi teringat sesuatu. Dulu aku beralasan kerja kelompok di rumah Olivia agar tidak ke sini, dan itu menjadi hari pertama aku bertemu Claudya.

Kalau berpikir begini, aku jadi menemukan tanggal kenangan yang bisa aku ingat. Sehingga tanpa sadar bibirku menyungging senyum.

Happy anniversary keempat dari waktu pertama kali kita bertemu.

Aku jadi menyukai hari ini dan event mall yang diadakan seakan merayakannya.

Baru setelah itu aku bisa menikmati berbelanja ini hingga matahari bersembunyi dibalik awan.

Ibu menyadari ini sudah sore dan waktunya pulang. Aku berdiri di belakang Ibu yang sedang membayar belanjaannya di kasir.

Aku menoleh untuk melihat ayah yang menunggu di luar. Untung mall ini bagian depannya kaca, jadi bisa terlihat. Tampak ayah yang sedang berjongkok di depan gadis kecil.

Tunggu!

Kenapa perasaanku tiba-tiba meluap dan jantungku berdetak kencang.

Harapan, secercah cahaya menghampiriku.

Kakiku terasa ringan sehingga tidak berat bagiku untuk berlari dan mendorong kaca pembatas itu, dan begitu aku bisa melihatnya dengan jelas.... Mataku terbelalak.

"Claudya."

Rasa yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang