~Karena mu, aku berusaha menjadi sempurna untukmu.
🌸🌸🌸
Apa ya?
Perasaanku ketika menuruni mobil dan dihadapkan dengan saudara-saudara Agina.
Mereka benar-benar meremehkanku, lebih-lebih Nathan melontarkan kata seolah tahu aku penasaran terhadap mereka.
"Benar, aku adalah NTA03."
Aku menggertakkan gigi. Perasaan memberikan rasa 'itu' kepadaku, tapi memikirkan aku yang dipermasalahkan seperti pion sangat membuatku geram.
Pertemuan yang singkat, aku bahkan tidak sadar telah mendekati Steven dan mengatakan sesuatu yang membuatku dipukul.
"Sebenarnya terlalu aneh bagiku untuk mengucapkannya, tapi sepertinya kalian mempercayakan Agina padaku. Makanya kau memberitahukan identitasmu sebagai putra dari keluarga William."
Suaraku selayaknya bisikan antara jarak kami yang sejengkal ini, tapi tak ku sangka akan mendapat hantaman di wajah setelahnya sampai aku tersungkur.
"Agra!"
Aku didekati Agina waktu itu juga, dia membantuku duduk di atas rumput untuk sepuluh tahun umurku.
"Apa-apaan 'sih, Kak! Kenapa memukuli Agra?" Agina memarahi atau menceramahinya aku tak bisa membedakannya. Bagaimanapun orang yang memukulku barusan lebih 'dipercaya' oleh Agina.
"Kau kira itu sudah hebat?"
Oh, dia menyuruhku untuk belajar ilmu bela diri juga.
Itu yang dapat aku pahami lewat pukulan dan ucapannya. Aku yakin dia sudah memperkirakan diriku yang akan meminta guru pelatih pada Ayah begitu sampai di rumah.
Protektif!
Ternyata Steven sangat mempercayaiku sampai merombak ku untuk Agina, sehinga identitasku yang sekarang sepertinya belum cukup memuaskan bagi Steven Wiliam.
Lamunanku buyar merasakan dingin di pipi. Aku tertegun pada Agina yang menempelkan kain berisi es batu di bagian kena pukul.
"Aku tak percaya kalian bahkan sudah mempersiapkan es batu!"
Itu menjawab pertanyaanku yang berpikir darimana es batu ini berasal, rupanya rencana ini didiskusikan dulu tanpa Agina tentunya. Pikiranku berpikir begitu, karena aku percaya Agina tak akan bergabung dalam rencana yang melukai diriku.
Alasannya? Ya, aku percaya saja karena tak mau menerka, yang membuatku terlibat harapan palsu.
Hahaha.... Aku membohongiku diriku lagi?
Agina terkejut dengan tawaku yang tiba-tiba. Raut khawatir jelas tampak padanya. "Kita pulang."
Itu bukan pertanyaan, karena dia langsung memapah ku ke mobil.
Padahal yang terluka wajahku, tapi Agina sampai bersusah payah begini? Lantas aku menariknya agar dia sadar statusku bukan manusia sekarat.
"Kau mengatakan 'kita pulang', memangnya rumah yang kita tuju adalah rumahmu juga?" Aku bertanya begitu supaya apa ya?
Agina tertawa kecil dan menciptakan kebingungan bagiku. "Jawabannya tidak berhak kau harapkan sekarang 'kan?"
Ya, itulah Agina. Kurasa dia lebih suka jawaban dari perbuatan daripada perkataanku.
Aku menghela napas setiap kali mengingat hal-hal yang berhubungan dengan Agina. Rasanya menguap hingga aku merasa capek sendiri, seakan ada rantai jangkar yang memutari kepalaku.
Aku meminum jus di ruang tamu sampai tandas, untuk menyembunyikan perasaan aneh ini.
"Kau gila," cetus Ayah yang sepertinya memperhatikanku sejak tadi. Beliau melonggarkan dasi saat duduk di kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa yang Hilang
Romance"Meski kita harus melalui banyak hal, kita pasti akan meraih musim semi yang bertiupan bunga sakura." ....... Berawal rasa ingin melindungi, Agra tak menyangka akan seterikat ini dengan Agina hingga ia ingin gadis itu tetap berada di sisinya. Seda...