22. Arti

14 11 0
                                    

~Tak bisa ku mengerti arti diriku di dunia ini

🌸🌸🌸

"Ini, kamar?"

Cahaya dari dinding berlapis emas memantul di sela-sela benda-benda mengerikan yang digantung, ditambahi bingkai foto seseorang yang dikenalnya dalam keadaan tak layak.

Putri Kayla....

Aku menutup mata, merasakan jantung berdebar-debar dan tubuh yang bergetar hebat.

Tidak, setiap matanya ada aliran air mata dari seseorang yang terpaksa melakukannya.

Mataku terbuka dan mulutku sontak meringis melihat ranjang kayu tanpa kasur, ditambah setiap sudut ranjang ada rantai berujung borgol.

Untuk apa? Aku bocah yang berumur tiga belas tahun apa bisa menebaknya?

Penyiksaan.

Terlebih bau menyengat yang baru tercium sekarang. Sontak aku menutup hidung.

Mual. Perutku seakan diaduk saat menyadari darah kering di beberapa tempat.

Inikah kamar yang ditempati pasangan Hao-Kayla.

Aku tak tahan lagi dan segera membuka pintu.

Bruk!

Aku terbelalak.

Sontak aku berlari menghampiri putri Kayla yang ambruk. "Putri!"

"Pangeran Agra," lirih putri Kayla ketika aku berlutut di hadapannya. Mata putri Kayla membola.

Seketika putri Kayla bangkit sambilan menarik ku berdiri juga. Dengan memegang tanganku putri berjalan cepat melewati orang-orang yang hanya melihat kami menuju ke taman.

Putri Kayla melepas ku. "Mengapa Pangeran mendekati kamar Saya?" pekiknya.

'Mengapa' dan 'mendekati', jelas-jelas putri melihat aku baru keluar dari sana.

Kami diawasi kah?

Mengapa juga putri Kayla membawaku ke taman yang harus melewati banyak orang kalau cuma ingin berkata begini? Lorong itu lebih sepi.

Lantas aku memandangi putri Kayla tajam. "Putri, aku--"

Aku berpaling, atau tepatnya dibuat berpaling oleh tangan putri Kayla yang menamparku.

"Jangan karena Pangeran adalah calon putra mahkota, Pangeran bisa berbuat seenaknya di istana ini sampai bisa pergi ke mana saja!" hardik putri Kayla.

Aku bisa melihat jelas mata berkaca-kaca itu, yang selalu aku artikan sebagai rasa lelah darinya.

"Saya mohon.... Tolong jangan lakukan itu lagi."

Yang aku artikan 'Jangan ikut campur lagi'. Meski ucapan Putri tegas hampir seperti pekikan, namun matanya sesekali menutup agar cairan itu tak keluar.

Setelah mengatakannya, putri Kayla meninggalkanku di taman. Aku memandanginya yang berlalu sampai tak terlihat lagi, barulah aku melangkah ke kamarku.

Di balkon aku menarik napas dan menghembusnya pelan-pelan. "Kalau seperti ini aku pun bisa lelah."

Detik selanjutnya, cahaya bulan pun tertutup dengan hal yang membuatnya senyumnya merekah.

Aku memberikan tanganku sehingga merpati putih itu bisa mendarat di pergelangan tanganku. "Aku menantikan mu Rope."

Aku mengelus kepalanya, baru setelahnya mengambil kertas kecil pada kakinya. "Sana ke dalam, ada makanan untukmu."

Seolah mengerti, Rope langsung terbang ke dalam kamar dengan tujuan dedak di atas meja yang selalu aku sediakan untuknya.

Rasa yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang