26. Bagaikan Mimpi

1 1 0
                                    

~Kata Uzumaki Naruto; Rumah adalah tempat dimana seseorang selalu merindukanmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~Kata Uzumaki Naruto; Rumah adalah tempat dimana seseorang selalu merindukanmu.

🌧️🌧️🌧️

Melihatku yang sudah memiringkan kepala pasti membuatnya mengerti akan diriku yang tidak paham atas apa yang ditunjukkan.

Toh, aku memang baru pertama kali mendengar ada makanan namanya bakpao.

"Kau suka coklat?  Soalnya semua yang aku beli isiannya coklat. Rasanya enak kok."

Dia menyodorkan satu padaku. Awalnya aku ragu, namun karena perutku yang entah beberapa hari tidak makan, aku jadi menerimanya.

Satu gigitan awal cukup membuatku tersentak. "Enak!"

"Benarkan." Dia tersenyum lagi, dan itu menciptakan perasaan lelah padaku yang melihatnya dikarenakan mengingatkanku pada kakakku.

Jadilah aku memalingkan muka sambil terus memakan makanan empuk itu.

"Kau habis bermain ya? Makanya nunggu hujan reda di sini, setelah itu baru pulang?" tanyanya.

Seketika aku menunduk. Dadaku berasa ngilu mendengar pertanyaan yang ingin aku lenyapkan muncul dalam batin, tapi tidak mungkin tidak aku pertanyakan memikirkan diriku yang menetap di halte ini.

"Mau pulang bersamaku?"

Aku memandanginya.

"Aku tinggal di rumah yang bisa dihuni semua orang, dan orang-orang di dalam rumah itu semuanya sama. Jadi, tidak ada yang akan merasa tidak berhak untuk menetap di sana," jelasnya yang bisa mengarahkan ku menebak ke tempat dimaksudnya.

Panti asuhan.

Pada akhirnya tempat itulah yang menjadi rumah terakhir bagi anak-anak yang dibuang. Aku tidak perlu mempertimbangkannya lagi, karena sadari awal aku memang tidak punya tempat menetap semenjak orang tua kandungku tak menginginkanku.

"Baiklah."

Jawabanku sepertinya membingungkan dirinya, tapi kemudian dia tersenyum lagi dan itu membuatku kepikiran.

Bisakah dia berhenti?

Dalam sekejap dia berbalik dan berjongkok. Mataku membola juga ketika tangan itu menjulur ke belakang. "Melihat perban di kepalamu, seperti kau pasien yang memerlukan perhatian lebih. Ayo, naik. Aku akan mengendong mu."

Ragu. Aku tidak mau bergantung pada siapapun lagi, tapi kali ini aku memerlukannya dikarenakan kepalaku yang masih merasakan pusing.

Kami menembus hujan dalam posisi aku digendongnya, dan jaket di atas kepala kami.

"Tadinya aku mau menunggu hujan reda, tapi takut malah kemalaman. Aku tidak mau pulang dalam kondisi orang-orang bisa berbuat jahat."

Begitu ya....

Sebuah pemikiran yang tidak kami pikirkan kemarin. Andai, andaikan....

Ah, air mataku kembali menetes.

"Siapa namamu?"

Aku menghapus air mata, baru menjawab dengan suara yang sadari bertemu sudah serak.

"Clau-" Jantungku berdegup kencang. Tidak, aku tidak ingin seseorang memanggilku dengan nama itu lagi. Aku tak ingin ditolak oleh kakakku ketika nama itu didengarnya, karena aku punya harapan untuk bertemu dengannya suatu hari.

Setelah bergelut dengan pemikiranku sendiri, sampai laki-laki yang menggendongku menoleh ke belakang, aku tiba-tiba terbayang sebuah nama yang terngiang-ngiang sadari kecil.

"Agina."

"Clau Agina?" Dia menaikkan alisnya.

"Claudya Agina, tapi aku mau dipanggil Agina."

"Baiklah." Dia tersenyum. Hanya tebakan karena ia kembali menatap lurus. "Dan namaku Erwin, Erwin Army."

"Army, bukannya itu nama keluarga kaya yang punya perusahaan besar itu?" tanyaku.

"Haha.... Benar. Kau tahu dari mana?"

"Tv, soalnya papaku suka bangunan."

"Begitu ya."

"Kalau begitu, kenapa kau tinggal di panti asuhan?"

"Haha.... Mereka sering mengunjungi ku kok."

Tidak nyambung, tapi sepertinya dia tidak nyaman membahasnya makanya langsung memberi kesimpulan.

Tidak ada pembicaraan lagi sesudah itu, dan entah berapa waktu yang dibutuhkan untuk tiba, aku tidak merasakan hal yang membuatku berpikir dia kelelahan. Erwin mempunyai tubuh yang kuat.

Dan ketika kami sampai, aku dibuat terdiam atas apa yang ada di hadapanku.

Rumah yang cukup lebar namun agak pendek, dan taman bermain dengan beragam permainan di sana. Pohon-pohon yang mengelilingi seakan menutup keberadaan tempat ini.

Rupanya berlindung dalam jaket membuatku tak menyadari kondisi sepanjang perjalanan menuju ke sini.

Begitu sampai di depan pintu, Erwin menyundul pintu untuk membukanya.

Sudahlah, dia tidak berpikir aku punya tangan dan kaki.

Duar!

Aku terkejut, tidak.... Erwin juga hingga menyebabkan kami tumbang di lantai.

Bruk!

"Astaga!"

Seorang wanita berambut pirang menghampiri kami. Beliau membantu aku duduk, baru kemudian membantu Erwin.

"Ada yang terluka?"

Erwin menggeleng penuh semangat, aku yang melihat itu mengikuti caranya tapi pelan.

"Selamat ulang tahun, Erwin!"

Aku menoleh pada seruan itu dan mendapati segerombolan anak-anak mengangkat kertas karton yang sudah di lukis.

"Kalian...." lirih Erwin tersenyum haru.

"Kalian tidak ada jeranya ya," lontar wanita yang aku yakini sebagai ibu panti dari pakaian rumah yang dipakainya.

Seseorang mendekat dan merangkul Erwin. "Cie, yang udah tua. Ngomong-ngomong, dia siapa?"

Laki-laki yang memiliki rupa aneh itu menunjuk ke arahku. Kulitnya pucat sedang rambutnya putih dan matanya biru kehijauan.

Manusia albino.

Erwin menepuk tangan. "Benar juga. Daripada merayakan ulang tahunku yang bisa dilakukan di tahun selanjutnya, lebih baik perayaan penyambutan anggota baru keluarga kita."

"Aku setuju," sambut gadis berambut pirang dengan mata sewarna dedaunan.

Dan sahutannya mendapat persetujuan dari lainnya juga.

Entah bagaimana semuanya berlalu. Kami duduk di meja panjang dengan makanan sederhana di atas meja. Mereka bernyanyi dan saling menyuapi satu sama lain termasuk aku mendapat suapan dari kak Lidya, gadis yang menyerukan persetujuan tadi.

"Selamat datang di keluarga Holding the sky!"

Semua berlalu begitu cepat, terasa bagaikan mimpi yang meninggal keinginan untuk tidak terjaga lagi. Tau-tau aku sudah di kasur dari ranjang susun bagian atas karena di bawahku kepunyaan kak Lidya.

"Selamat tidur."

Lampu dimatikan sehingga aku jadi mengedipkan mata.

"Eh."

Rasa yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang