[21] - Jangan Jadi Pahlawan

119 9 1
                                    

Ps. Bacanya boleh sambil play lagunya Hindia-Jangan Jadi Pahlawan biar makin ngena^^

Bulan Oktober sampai Desember itu bulan-bulan rawan kesibukan untuk pengurus hima. Gimana enggak? Proker-proker akhir tahun yang bisa dibilang hampir semuanya merupakan sebuah event akan dilaksanakan di bulan-bulan ini. Seakan tidak diberikan jeda, setelah selesai mengurusi semua perintilan untuk acara maba, mereka harus kembali menyiapkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk mengurusi serangkaian proker di akhir periode ini. Beberapa proker memang sudah terlaksana sedemikian rupa di bulan oktober ini. Tersisa dua proker, yakni semnas dan Padfest yang sudah menanti di depan mata. 

"Oke, jadi-jadi... kayanya kita perlu dengerin PIC dulu deh. Mengingat konsepan awal kan ada dari Zeva yang bikin. Kalo tiba-tiba kita ubah konsepan yo kasihan Zeva. Iyo rak, Gi?" ucap Devan di tengah kumpulnya mereka di sekre. Gigi hanya merespon dengan anggukan tanda setuju dengan apa yang dibilang oleh Devan. 

"Bentar, gue coba telfon anaknya masih di kampus apa enggak" sambung Naren.

Saat ini mereka atau lebih tepatnya ada Gigi, Devan, Naren, Jeje dan para selirnya (re: Rere, Yesa, dan Lia) sedang asik tiduran di sekre HMAP ini. Sebenarnya mereka berkumpul di sini atas dasar ketidaksengajaan, niatnya mau mencari sore usai kelas mereka berakhir. Hingga akhirnya obrolan demi obrolan terlewati, sampai yaaa bisa dilihat, mereka sudah sampai ke tahap pembahasan proker, ingat yaa ini bukanlah suatu kesengajaan karena emang niat awal mereka cuma buat istirahat doang. 

"Sebenernya ya guys, aku pengen nanya aja sih ini. Caca emang lagi ada masalah, ya?" tanya Gigi memecah keheningan.

"Ini beneran ga ada yang tau? Naren masa kamu gatau juga?" tanyanya lagi karena masih tidak ada respon dari teman-temannya itu.

Terdengar sedikit helaan napas dari Naren, dia sempat berpikir sejenak. Ya, memang sebenarnya dia tahu apa yang sedang Caca hadapi, mengingat dirinya merupakan sosok yang cukup dekat, pun dengan dia sebagai wakadivnya Caca di divisi litbang.

"Tau gue..."

"Caca baru putus sama cowoknya, emang babi tu cowok" jawab Naren. Beberapa hari setelah Caca cerita ke Naren tentang berakhirnya hubungan dia dengan cowoknya itu memang Caca dibuat uring-uringan. Tak jarang juga Naren menemui Caca dengan mata sembabnya membuat dia ingin sekali menonjok mantan bangsatnya itu. Tega-teganya dia membuat Caca menangis hingga seperti itu.

"Ohhh pantes anaknya sering keliatan lesu gitu" ungkap Jeje yang tengah sibuk meng-scroll instagramnya.

"Oh iya anjirr, jadi inget, Caca juga udah beberapa kali ga join tiap kita kumpul yaa. Even waktu rapat PIKadiv pun dia udah berapa kali izin coba,"

"aku ga nyangka aja patah hati efeknya bisa se-gede itu" tambah Yesa.

"Misii mas, mbak," obrolan mereka terdistraksi karena Zeva yang membuka pintu sekre.

"Masuk aja, Zev" 

"Sendirian aja, Zev?" tanya Jeje.

"Iya, kak. Eh tadi sama Zoe sih, tapi udah balik duluan dia"

"Ga ada kelas po, Zev?"

"Baru selesai sih ini mbak"

"Gimana, Zev. Aman?"

"Sehat kan kamu?"

"Semnas gimana, Zev. Ada kendala nggak? Udah tinggal satu bulan lagi ini" oke sudahi basa-basinya, karena pertanyaan Gigi lah yang memang menjadi tujuan mereka mengundang Zeva di acara ketidaksengajaan berkumpulnya mereka bertujuh.

"Hehehe iya mas, mbak. Mau bilang nggak ada kendala dan aman-aman aja, tapi realitanya ga gitu..." sedikit jeda dia berikan, sempat menoleh ke arah Naren dan hanya mendapatkan anggukan dari Naren.

MODERASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang