[22] - Organisasi

114 7 2
                                    

Menurut KBBI, organisasi sendiri diartikan suatu kesatuan. Suka tidak suka, mau tidak mau, semuanya perlu dijalankan bersama. Di jalan yang sama. Memang menyatukan beragam otak dengan keinginan dan ego masing-masing bukan hal yang mudah. Tapi, justru itu bagian yang menjadi tantangan bagaimana organisasi itu sendiri bertahan untuk tetap satu dalam keegoisan ego.

Lelah. Sudah pasti bergelut dengan emosi dan pemikiran orang bukan hanya menguras mental tapi juga fisik. Menekan ego, menahan keluh kesah, dan memahami orang lain sepertinya akan melekat dalam diri budak organisasi. Salah itu wajar, manusia tidaklah sesempurna Tuhan dalam segala hal.

Apalagi menjadi seorang ketua himpunan. Kepala yang menjadi pusat pergerakan organ tubuh organisasi. Sebagai manusia biasa, Kadewa juga selayaknya bisa melakukan kesalahan. Apalagi menyangkut staf himpunannya satu ini, urusannya bisa bikin pusing. Bukan cuma mental tapi sampai hati.

"Jalannya cepet banget" seru Kadewa berusaha menyamakan langkah kaki dengan gadis di sebelahnya. Sedangkan yang ditanya hanya fokus memandang ke depan tanpa berniat menoleh.

"Zevani Amaris" panggil Kadewa lagi sambil mencoba menggenggam pergelangan tangan gadis di sampingnya. Gerakannya membuat Zeva menghela nafas lelah.

"Aku mau pulang Kak Dew" ucapnya sambil menunduk.

Suasana kampus sudah lengang, hanya terlihat beberapa mahasiswa saja yang berlalu lalang, termasuk parkiran fisip dimana dua insan hanya saling berhadapan dengan tangan masih bertautan.

Kadewa berdehem menetralkan suaranya yang tiba-tiba terasa serak, 

"Aku minta maaf ya buat masalah semnas. Maaf jadi misscom gini dan bikin kamu tertekan, bingung, takut, apapun itu. Maaf aku ga profesional sebagai kahim karena masalah personal."

Zeva akhirnya mengangkat pandangannya. Netranya bertemu dengan manik hitam yang memandangnya dengan sendu. Tak terasa satu tetes air mata lolos begitu saja membuat laki-laki dihadapannya berubah panik.

"Nangisnya jangan di sini, kita pindah tempat aja ya" ajak Kadewa sambil menarik tangan kecil namun segera dilepas oleh pemiliknya. Laki-laki tersebut kembali memandang gadis di depannya yang masih menangis tanpa suara.

"Aku mau selesaiin semua kesalahpahaman di sini" ucap Zeva dengan suara sedikit bergetar. Ia sempat menarik nafas mencoba menetralkan kembali suaranya, 

"Aku bener-bener kecewa sama kamu, sebagai staf yang butuh bimbingan senior nyatanya aku ga dapetin itu Kak. Mbak Caca kaya lepasin aku gitu aja tanpa penjelasan, aku bingung harus jalan kemana. Aku tau semua orang juga punya masalah, tapi emng  ga bisa mereka sedikit menekan ego dengan tetep profesional. Aku tau kita juga ada masalah, tapi dari kemaren-kemaren aku berharap Kak Dew tetep profesional, nyatanya ngga. Bahkan kita sampe misscom masalah narasumber yang bikin aku merasa disudutin banyak pihak."

Kadewa berusaha mendekat namun gerakannya terhenti ketika tangan gadis tersebut menyuruhnya berhenti.

"Tapi aku paham, kita semua ga sempurna. Ini konsekuensi juga yang harus aku ambil buat join organisasi. Buat masalah kita dan masalah semnas cukup sampe sini. Aku juga minta maaf ke Kak  Dew kalau kata-kataku nyakitin."

Zeva bergerak mendekati Kadewa yang masih fokus menatapnya. Seperti anak kecil, gadis tersebut tiba-tiba mengeluarkan jari kelingkingnya dengan cengiran kecil. Mau tidak mau, suasana yang tadinya sendu perlahan berubah mencair. Kadewa tersenyum sambil menautkan jari kelingkingnya tanda berbaikan. Lantas kedua insan tersebut terkekeh.

"Aku pikir kamu bakalan marah banget, Zev. Makasih ya udah mau ngobrol sama aku, mulai sekarang komunikasi jadi hal penting. Apapun itu, tolong ceritain ke aku ya" Kadewa lantas tersenyum dan mengajak Zeva menuju ke arah motornya terparkir.

MODERASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang