[20] - Masih Sama (Naren's Side Story)

149 11 0
                                    

Menjadi mahasiswa rantau yang berasal dari ibu kota tentu bukan hal yang cukup mudah bagi seorang Narendra Al Fateh ketika memilih Jogja sebagai tujuannya mencari ilmu. Adaptasi atas perubahan pola hidup baru selama hampir 2 tahun membuat Naren kini sudah mengenal dengan baik segala hal tentang Jogja. Termasuk dengan kata-kata yang sering dia lihat di media sosial soal jangan jatuh cinta di kota pelajar tersebut. Bagaimanapun, dia hanyalah laki-laki biasa yang tetap melirik ketika lihat cewe cantik, bonus ditambah sexy membuat semua kantuk langsung hilang sudah. Hal itu yang Naren rasakan ketika untuk pertama kalinya melihat seorang maba ber-name tag Larissa di tengah hiruk pikuk ratusan manusia berbaju hitam putih.

Love at the first sight, katanya. Naren aja geli bayanginnya, tapi itu hal yang justru dia rasakan ketika melihat seorang Larissa. Larissa yang cantik, Larissa yang suka senyum, Larissa yang public speaking-nya bagus, dan beberapa hal lainnya yang tidak mau Naren sebutkan. Tak cukup berakhir di masa orientasi saja, tidak tahu kenapa Naren selalu dipertemukan dengan gadis tersebut baik dari jadwal mata kuliah hingga di organisasi himpunan. Bikin pikiran Naren selain pusing mikirin tugas juga jadi kepikiran senyum Larissa.

'Caca' sebenarnya panggilan yang ia berikan untuk Larissa. Tapi entah kenapa, anak-anak himpunan sampai merembet ke teman-teman satu jurusan mengenal Larissa sebagai Caca. Awalnya Naren sempat protes karena bagi dirinya itu menjadi sebuah panggilan istimewa, tapi Larissa justru lebih suka dipanggil Caca oleh yang lain. Kasian Naren.

Sudah kenal dari maba, tapi nyatanya Naren tetap tidak bisa menyatakan rasa sukanya. Hal itu berawal dari sebuah pesan yang membuat laki-laki tersebut berakhir terjebak dalam lingkaran "friendzone".

Caca Marica

Ren

Aku berantem sama David :(

Mau gimanapun, Naren hanya bisa menjadi teman berbagi cerita terutama tentang si David, mahasiswa jurusan teknik mesin yang Caca kenal waktu ospek.

Rasanya kalau membicarakan satu laki-laki itu, Naren yang dikenal kesabarannya setipis tisu bisa tiba-tiba berubah lembut dan sabar di depan Caca. Yaaa, meskipun kalau di depan public Naren dan Caca seringkali beradu argumen, terkadang keduanya saling usil satu sama lainnya hanya untuk membuat forum ramai. Tetapi hal tersebut hanya di depan forum saja. Kalau di belakang, sudah dipastikan Naren akan selalu siap sedia menjadi tameng Caca. 

"Si Anjir gue balik kampus dulu anter Caca pulang"

"Bajilak Ren tugasmu pie ki? David nengdi sih kok koe terus sek anter?"

"Sibuk sama cewe lain kali. Tang, ketikin dulu tugas gue, tinggal dikit itu. Ntar malem mie dok dok abah gue traktir"

"Siap abangkuh"

Begitulah kira-kira keseharian yang sepertinya sudah menjadi kebiasaan Naren, mengantar dan menemani Caca kemanapun. Dia sendiri heran, sebenarnya yang pacarnya itu David apa Naren sih. Ditambah lagi, David terlihat bodoamat melihat Naren dan Caca yang sering kemana-mana berdua. Sebenarnya Naren sendiri juga cukup lelah ketika mendengar curhatan Caca yang sering bermasalah dengan pacarnya. Menurutnya, hubungan gadis tersebut sudah tidak sehat dan membuang-buang waktu. Tapi apalah daya, sebagai teman dia hanya bisa mendengarkan dan menenangkan meskipun hatinya meradang. So sad :(((

Sama seperti seminggu terakhir ini yang entah kenapa Naren susah sekali baik menemui atau menghubungi Caca. Hampir setiap hari laki-laki itu sempatkan untuk singgah ke sekre siapa tahu wajah gadis tersebut muncul di sana tetapi nihil. Dan sialnya di semester ini Naren tidak mengambil mata kuliah di kelas yang sama dengan Caca. Gadis tersebut juga sering absen ketika membahas proker litbang di grup whatsapp.

"Zeva!!" panggil Naren ketika melihat adik tingkatnya itu tengah keluar dari kantin fisip bersama temannya yang tidak Naren kenal.

Zeva menolehkan pandangannya, "Eh gimana Mas?"

Naren berdehem, "Tau Caca dimana? Biasanya sama lu sering chatan"

"Lagi engga chatan Mas. Tapi tadi liat keluar fisip dijemput cowo."

"Oh yaudah, makasii Zev. Oiya, jangan cuekin Kadewa lagi kasian noh uring-uringan" canda Naren sambil melambaikan tangannya meninggalkan Zeva yang hanya memberikan tatapan sebal.

Mendengar jawaban Zeva membuat Naren bisa bernafas lega kalau Caca ternyata baik-baik saja. Dia berniat kembali ke kosnya saja untuk tidur namun dering telepon menghentikan langkahnya menuju parkiran. Melihat nama kontak yang tertera membuat jarinya dengan cepat menggeser tanda hijau.

"Halo? Ca?"

Tidak ada suara Caca yang terdengar namun Naren yakin gadis tersebut tengah berada di tempat yang ramai. Mengecek kembali layar handphonenya dan masih tersambung, Naren kembali memanggil gadis tersebut berulang kali.

"Ren.." suara Caca terdengar lirih. Tak lama isak tangis kecil mulai terdengar.

"Lo dimana Ca? Jangan nangis dulu, sekarang sharelock. Tunggu gue di sana" seru Naren sambil mulai menstater motornya.

Cafe N&Co. Disinilah laki-laki itu berada. Dengan tergesa-gesa segera memasuki bangunan 2 lantai tersebut sambil mencari sesosok gadis yang mengganggu pikirannya. Di sudut Cafe, seorang gadis hanya sibuk memandang jendela di depannya dengan tatapan menerawang.

"Ca.." panggil Naren pelan.

Gadis tersebut menoleh, setitik air mata lolos begitu saja dari pelupuk matanya. Membuat Naren secara refleks duduk dan memeluknya. Dia sungguh tidak peduli pandangan orang-orang padanya. Dia hanya lelah melihat Caca menangis, tangisan yang diberikan untuk laki-laki brengsek seperti David. Tak sadar, tangannya mengepal begitu erat.

"Jangan pergi, Ren. Jangan pergi."

"Engga, Ca. Gue selalu di sini. Masih sama, ngga kemana-mana."

"David...gue...selesai"

Naren hanya terus menepuk pundak gadis tersebut, membuat tangisan gadis dipelukannya perlahan-lahan reda. Caca menyudahi pelukannya dan memandang Naren yang juga menatapnya dalam.

"Makasih ya, Ren. Lo ngga bosen jadi temen gue yang nyebelin gini. Maaf selalu ngerepotin lo. Jangan pergi kaya yang lain ya Ren" ucap Caca dalam.

Tanpa sadar jemari Naren mengusap sisa air mata yang ada di pipi gadis tersebut dan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

"Ca, kapan lo bisa liat gue bukan sebagai Naren temen lo. Tapi Naren sebagai laki-laki di hidup lo"

Nyatanya, ucapan tersebut tak sampai di mulutnya. Entah sampai kapan Naren akan bertahan dengan perasaannya. Mencoba bertahan atau melepaskan. Yang jelas, sekarang semuanya masih sama.

MODERASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang