Dua puluh sembilan

1.7K 68 0
                                    

Maaf ya kemarin nggak sempet update. Aku berangkat kerja pagi pulangnya malem. Habis itu istirahat sebentar sambil nulis part ini, tapi malah nggak kelar karena keburu berat matanya hahaha.

Langsung aja kalau gitu ya.

Enjoy~

🌼🌼🌼

"Baru pulang, len?" sapa Tiara pada anaknya yang baru saja masuk ke rumah.

Galen berjalan melewatinya menuju dapur untuk mengambil minum.

Tiara memperhatikan Galen dari ruang keluarga. Anaknya itu belum juga membalas ucapannya.
Galen benar-benar mengacuhkannya.

Setelah mengambil minum, ia langsung berjalan menuju kamarnya tanpa memperdulikan Tiara yang masih setia memperhatikan pergerakannya.

Suara dentuman pintu yang tertutup cukup keras terdengar, membuat Tiara membuang nafas sedih lalu kemudian dengan enggan kembali memfokuskan pandangannya ke layar televisi.

"Aku denger dari Windah, hubungan Galen sama Cala berjalan dengan baik. Progress-nya juga cukup cepet" ujar Tiara pada Dipta yang saat itu sedang duduk disampingnya sambil mengurus masalah pekerjaan dari ponsel nya.

Dipta meliriknya sebentar kemudian melepas kacamata baca yang tadi ia kenakan. Ia juga meletakkan ponselnya di meja, memfokuskan seluruh perhatiannya kepada sang istri.

"Tapi kenapa dia masih marah sama aku ya, mas?" Lanjut Tiara, nampak sedih atas sikap dingin yang ia dapatkan dari Galen barusan.

Sebenarnya, Galen bersikap dingin padanya bukan hanya hari ini. Ia bersikap dingin kepada orangtuanya itu sejak ia mengetahui tentang kecelakaan Cala, lebih tepatnya sepuluh tahun yang lalu.

Saat itu, dia yang ingin memberi hadiah peringatan hari jadi pernikahan kedua orangtuanya itu tidak sengaja mendengar percakapan Tiara dan Dipta tentang kecelakaan yang di alami Cala.

Sepuluh tahun yang lalu, usianya baru menginjak dua puluh satu tahun. Sudah cukup dewasa untuk mengambil sebuah keputusan besar seperti menyewa apartemen untuk ia tinggali sendirian. Dia meninggalkan rumah dan juga keluarganya diatas rasa kecewa sekaligus amarah pada kedua orangtuanya.

Ketika mendengar kabar itu, Galen cukup hancur. Ia tidak menyangka bahwa Cala akan mengalami kejadian se-naas itu setelah kepergiannya, hingga mengakibatkan gadis itu tidak bisa mengingat hal sekecil apapun tentangnya ataupun tentang mereka berdua.

Galen kira, selama ini Cala baik-baik saja. Galen kira, selama ini Cala sehebat itu untuk bisa tumbuh tanpa kehadirannya di sisinya. Galen kira, Cala selama ini selalu merindukannya bahkan menunggu kepulangannya.

Namun, siapa sangka. Gadis itu bahkan sekarang tidak mengenal nya sama sekali.

Semua memori indah dan janji manis yang sering mereka buat semasa kecil, kini tak berarti apapun bagi Cala.

Semuanya hancur. Rencana yang sudah Galen susun selama berpisah dari Cala, hancur. Dirinya hancur.

Sejak saat itulah Galen mulai dingin kepada keluarganya, terutama Tiara dan Dipta. Ia pikir, semua ini terjadi karena kedua orangtuanya. Gadis kesayangannya itu terluka karena mereka.

Andai saja saat itu Tiara dan Dipta mengabulkan permintaan Galen yang meminta Raven untuk berobat di Indonesia saja. Atau, andai saja saat itu Tiara dan Dipta mengabulkan permintaannya untuk tidak ikut ke Amerika, melainkan tinggal bersama eyangnya saja agar tetap bisa bertemu Cala.

Andai kedua orangtuanya mengabulkan salah satu permintaannya, pasti saat ini Cala masih memiliki semua memori indah tentangnya.

Namun, nasi sudah menjadi bubur. Kejadian itu sudah berlangsung tujuh tahun lamanya, namun Galen baru mengetahui hal tersebut baru-baru ini. Bagaimana  mungkin dia tidak se-marah itu?.

My Beloved CalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang