Sembilan belas

1.5K 72 0
                                    

Setelah cukup lama mengumpulkan keberanian, akhirnya Cala memutuskan untuk turun. Sepertinya ia akan pergi ke cafetaria yang tadi Galen sebut.

Mau bagaimana lagi? Ia tak menyangka Galen akan sangat lama. Terhitung sudah 4 jam lebih sejak Galen pergi, dan sampai saat ini belum kembali. Ia kira Galen akan menemuinya saat istirahat jam makan siang tadi, tapi nihil. Ini sudah hampir jam 3 sore, dan pria itu belum juga selesai.

Cala sempat mengirim 1 pesan pada Galen, bertanya apa pria itu tidak istirahat makan siang? Namun Galen tidak membalasnya. Bahkan pesannya sendiri sampai saat ini belum dibaca.

Ia bertanya-tanya dalam hati, kemana pria itu pergi? Tak mungkin kan dia sengaja meninggalkannya?

Pintu lift terbuka begitu sampai di lantai 1. Cala keluar dari sana. Berbeda dengan pagi tadi, kali ini orang yang memperhatikannya tidak sebanyak sebelumnya. Mungkin karena saat ini Galen tidak berada di sisinya.

"Maaf, pak. Saya nggak punya kartu akses untuk keluar atau masuk. Boleh minta tolong nggak, ya?" ujarnya pada Sapto, seorang pria berumur penjaga akses keluar-masuk area lift yang tadi pagi ia temui.

"Oh? Mau keluar ya, Bu?" Tanya Sapto kemudian langsung menempelkan kartu aksesnya agar Cala bisa keluar.

"Makasih, pak"

"Iya, sama-sama" balas Sapto sambil tersenyum.

"Cafetaria disini sebelah mana ya, pak?" Tanya Cala.

Sapto menjulurkan tangan kanannya ke satu arah, "Ibu lurus aja, dari sini belok kiri. Cafetaria nya sebelah kanan" jelasnya.

Cala mengangguk mengerti. "Makasih ya, pak"

"Dengan senang hati" balas Sapto sedikit menunduk.

Setelahnya, Cala pun berjalan mengikuti arahan Sapto tadi. Ternyata tak begitu sulit untuknya menemukan cafetaria yang dimaksud, karena bentuk cafetaria tersebut sangat menarik. Design interiornya terlihat aesthetic sekaligus modern.

"Selamat siang, bisa dibantu pesanannya silahkan?" Sapa kasir ketika Cala berdiri di hadapannya.

Cala nampak melihat menu yang terpampang di atas. "Best seller nya apa, ya?" Tanyanya karena bingung dengan apa yang mau ia pesan.

"Makanan atau minuman, kak?"

"Dua duanya"

Sang kasir yang Cala ketahui bernama Rissa melalui nametag yang terpampang di dada kirinya pun memberi penjelasan dengan baik atas pertanyaan yang Cala ajukan.

Setelah cukup lama menimbang, akhirnya Cala memesan 1 makanan berat, 1 minuman, dan 1 makanan pencuci mulut.

"Boleh dibantu pesanannya atas nama siapa?" Tanya Rissa.

"Cala"

"Ditunggu nanti di panggil ya, kak. Terimakasih"

Setelahnya Cala berbalik badan. Pandangannya mengedar, mencari spot yang dirasa nyaman untuk ia duduki.

Setelah lama mencari, ia pun memutuskan untuk duduk di tempat yang nampak sepi. Hanya beberapa orang yang duduk di sekitar. Ia berusaha menghindari keramaian, mengingat tadi pagi ia sempat mencuri perhatian.

Setelah duduk, ia pun memeriksa ponselnya. "Belum dibaca juga, dong." Cala mendumal ketika melihat ceklis 2 pesannya itu tidak kunjung berubah warna.

Ia berdecak "Mending gue pulang aja dari tadi kalo gini ceritanya"

"Jangan dong" ucap Galen yang tiba-tiba muncul di depannya. Tanpa rasa bersalah, ia menunjukkan senyumnya kemudian mengambil duduk di samping Cala.

"Aku lama, ya?"

My Beloved CalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang