Dua puluh lima

1.7K 60 0
                                    

"La.." Panggil Galen untuk yang kesekian kalinya, masih menatapnya dengan tatapan rindu.

Saat ini mereka sedang duduk di sofa ruang tamu. Galen duduk di sebelahnya sambil menggenggam erat satu tangannya Cala tanpa berniat ia lepaskan sedetik pun.

Yang dipanggil daritadi hanya diam menatapnya, mencoba mencari jawaban kenapa Galen menghilang selama ini.

"Aku tau di pikiran kamu sekarang pasti banyak banget pertanyaan. Biar aku jelasin semuanya dari awal. Habis itu, kalau masih ada pertanyaan yang mengganjal boleh kamu tanya. Ya?" Ujar Galen.

Cala diam sebentar. "Aku pikir hubungan ini udah berakhir"

Galen diam.

"Aku pikir kamu cuma main-main sama aku"

Galen masih diam, membiarkan gadisnya mengatakan apa yang ingin dikatakan.

"Aku pikir kamu yang terbaik. Nyatanya kamu nggak lebih dari cowok brengsek kebanyakan, mas" lirih Cala dengan suara yang mulai bergetar.

"Kenapa harus libatin keluarga kalau cuma main-main? Mau bikin aku malu?" Air mata yang sedari tadi Cala tahan tiba-tiba menetes begitu saja. Buru-buru ia mengusapnya.

"Jijik banget aku sama cowok kayak kamu" desisnya kemudian mencoba menarik tangannya dari genggaman Galen namun tak semudah itu.

Galen menggenggamnya sangat erat. Ia benar-benar tidak akan melepaskan Cala kali ini. Tidak untuk yang kedua kalinya.

"Udah? Masih ada yang mau kamu omongin lagi?" Tanya Galen dengan lembut.

Cala diam, membuang pandangannya. Ia tak ingin melihat pria di sampingnya. Apalagi saat ini ia sedang menangis karena pria itu. Memalukan sekali.

"Kalau udah nggak ada yang mau kamu omongin, gantian aku sekarang yang ngomong. Tolong denger baik-baik ya, sayang." Lanjut Galen.

"Maaf aku sempet ilang beberapa hari setelah aku antar kamu pulang. Demi apapun, aku nggak bermaksud begitu. Tapi aku nggak punya pilihan lain karena ada satu hal yang harus aku urus. Aku mau satu hal itu aku selesaiin dulu sebelum aku ketemu kamu dan jelasin semuanya" Galen memulai penjelasannya.

"Mungkin dimata kamu sekarang aku ini nggak lebih dari cowok brengsek. Nggak papa. Tapi kamu harus tau, aku selama ini nggak kemana-mana, la. Aku tetep di sini, sama kamu. Aku ilang beberapa hari kemarin buat ngurusin hal yang bisa menghambat hubungan kita kedepannya"

Cala masih setia membuang pandangannya. Air matanya sudah tak keluar lagi. Ia sudah lebih tenang sekarang.

"Aku jahat ya, la? Aku minta maaf. Sebenernya pas di cafe tepatnya pas kita mau pulang, aku ketemu salah satu orang dari masa lalu aku"

"Jadi itu alesan sebenarnya kenapa kamu lama masuk mobil? Kamu bohong! Kamu bilang Reno ngajak kamu ngobrol" ucap Cala dengan suara yang kembali bergetar. Ia masih setia membuang pandangannya. Air mata kini kembali membasahi pelupuk matanya.

"Nggak, sayang. Aku nggak bohong. Memang Reno sempet nyapa aku. Bahkan aku keluar dari cafe berdua sama dia. Tapi pas keluar, tiba-tiba ada Alea. Alea, dia salah satu bagian dari masa lalu aku. Aku kaget banget pas liat dia ada di sana kemarin"

Cala mengalihkan pandangan ke arahnya. "Kenapa kaget? Kamu masih sayang sama dia?" Tuduhnya dengan mata merah yang bengkak dan basah.

Galen menggeleng mantap. "Sama sekali nggak, sayang. Aku kaget, karena nggak seharusnya dia disana. Terakhir kita ketemu kurang lebih 3 tahun lalu. Dia ada di tempat rehabilitas kejiwaan. Dia sakit, sayang" bantah Galen.

"Sakit? Sakit jiwa?" Tanya Cala

Galen mengangguk. "Semacam itu"

"Maksud kamu, kamu ninggalin dia karena dia sakit? Jahat kamu, mas" Cala kembali membuang pandangannya.

My Beloved CalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang