Tiga puluh dua

1.4K 59 11
                                    

Double up karena kemarin hampir sebulan aku gantung. Huhu, maafin banget. Nggak kerasa loh sumpah kalo aku nggak update hampir sebulan.

Semoga kalian suka, ya.

Happy reading..

🌼🌼🌼

"Kamu yakin mau ketemu Alea?" Tanya Galen untuk yang ketiga kalinya.

Saat ini mereka sudah kembali ke rumah Cala. Namun posisinya, mereka berdua masih berada di dalam mobil.

Cala belum berniat turun. Sejak mengutarakan permintaannya untuk bertemu Alea kepada Galen, pria itu berubah. Raut wajahnya berubah serius, nampak berpikir keras tentang sesuatu.

Jelas aja. Permintaan Cala memang terdengar mudah, namun Galen tahu aslinya tidak semudah itu karena Alea adalah orang yang cukup berbahaya.

"Kenapa? Kamu nggak mau? Keberatan?" Cala balik bertanya.

Galen yang awalnya menatap lurus ke depan, kini beralih menatapnya. "Aku bawa kamu ke dia, tapi nggak dari deket. Kita liat dia dari jauh" tegasnya.

Cala menatapnya bingung. Dia heran, kenapa Galen sebegitu tidak ingin memperkenalkan mantan sahabatnya itu padanya? Cala tahu Alea orang yang cukup berbahaya. Tapi bagaimanapun, Alea adalah perempuan. Cala pikir, tak mungkin rasanya jika Alea akan menyakiti sesama perempuan.

"Kenapa?" Cala kembali bertanya.

"Kamu tau alasannya, la. Dia bukan orang sembarangan"

Cala diam menatapnya dengan tatapan menyelidik.

"Aku cuma nggak mau kamu sampe kenapa-kenapa, la. Karena kalau amit-amit nanti terjadi sesuatu sama kamu karena dia, orang pertama yang aku salahin adalah diri aku sendiri. Kalau kamu mau ketemu dia, oke. Aku bawa kamu ke dia. Tapi kita liat dia dari jauh. Percaya sama aku, ya?" Galen menatapnya sungguh-sungguh, mencoba membujuknya.

Cala membuang nafasnya lelah. "Oke" luluhnya.

Galen sedikit tersenyum lega mendengarnya. "Makasih, sayang" ujarnya lalu kemudian mencuri kecupan kecil di pipi Cala.

"Aku masuk dulu kalau gitu" ujar Cala sambil mengambil kantung kresek di dashboard berisi makanan titipan kedua orangtuanya.

"Salam buat ayah sama bunda" balas Galen.

Cala hanya bergumam, lalu segera turun dari mobil. Galen menatap kepergian Cala hingga bayangan gadis itu benar-benar sudah tak terlihat pandangannya.

Setelahnya, ia membuang nafas lelah. Dia menyandarkan punggungnya sambil menengadahkan kepala ke atas, nampak memikirkan sesuatu.

Sebetulnya dari tadi dia sedang berpikir, bagaimana cara yang aman untuk Cala bertemu Alea. Dia harus benar-benar memastikan bahwa Alea tidak menyadari keberadaan mereka berdua.

Sepertinya dia butuh bantuan seseorang.

Tangannya bergerak merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya, berniat menelpon seseorang.

"Halo, ren?"

"Jam berapa ini, pak? Yang bener aja Lo nelfon jam segini? Kayak nggak ada hari besok aja!" Sembur Reno dari seberang sana.

Galen melihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. "Baru jam dua"

"Baru Lo bilang?! Ada gila-gila nya juga Lo! Stress"

Galen terkekeh. "Yaudah yaudah sorry. Besok aja kita omongin langsung di kantor. Gue butuh bantuan Lo"

"Telat Lo ngomong kayak gitu sekarang"

My Beloved CalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang