Setelah makan siang bersama, kami tidak langsung pulang. Dokter Yuda mengajakku belanja paket sembako sebanyak 34pcs, sesuai jumlah umur beliau.
"Aku telpon Mbak Jijah dulu nanyain Zahra udah makan atau belum"
Dokter Yuda tersenyum padaku.
"Udah Mas, lagi tidur siang. Ayo berangkat" ajakku
Sesampainya di supermarket, aku tidak langsung turun. Aku bingung pakai alas kaki atau nggak.
"Kenapa sayang?" tanya dokter Yuda
"Kalau pakai hels jalanku lama, ribet juga. Masa iya harus nyeker?" keluhku
Dokter Yuda membuka pintu belakang, mengambil sepasang sendal jepit miliknya.
"Kebesaran Mas, sendalnya bisa buat boncengan di kakiku" keluhku
"Mau beli?"
"Nggak mau, nyeker ajalah kalau sama sama jadi pusat perhatian" akupun turun dari mobil.
Dokter Yuda menyusul ku tanpa alas kaki.
"Mas kok ikutan sih?" dumelku
"Saya nggak mau kamu jadi pusat perhatian seorang diri" beliau menghampiriku dan mengandeng tanganku masuk
Benar saja setiap orang yang berpapasan dengan kami melihat kami keheranan.
"Ra, masih ingat Ibu Sri? Yang rumahnya di tepi sungai anaknya ada empat?" tanya dokter Yuda
Aku teringat akan kejadian yang membuatku bisa lebih dekat dengan Dokter Yuda.
Kejadian malam itu pula yang membuatku menaruh hati pada Dokter Yuda dan membuang stigma buruk dokter Yuda dari pikiranku.
Dokter Yuda tidak sombong, dokter Yuda tidak angkuh, dokter Yuda tidak galak. Luarnya saja yang terlihat dingin, cuek, tegas, dan disiplin.
Malam itu, lebih tepatnya saat aku pulang dari praktek di rumah sakit ada kejadian diluar dugaan yang ku temui.
Motorku dihadang oleh seorang bapak - bapak berpakaian lusuh. Aku yang mengendarai motor seorang diri menjadi waspada dan takut.
Ternyata beliau sedang mencari bantuan untuk istrinya yang akan melahirkan. Beliau menarik gerobak yang sudah dinaiki oleh istrinya dan sedang dalam perjalanan ke bidan terdekat.
Aku sempat menawarkan motorku untuk beliau bawa namun ditolak karena istrinya berteriak kesakitan dan bilang bahwa kepala bayinya akan keluar.
Aku yang berada di lokasi ikut panik juga. Bapak tersebut menarikku dan memintaku untuk membantu istrinya bersalin. Bapak tersebut yakin aku tenaga kesehatan karena pakaian yang ku kenakan. Seketika aku terdiam, otakku mencerna apa yang sedang ku hadapi. Aku tidak membawa alat untuk membantu istrinya.
Aku berusaha tetap tenang. Aku memandu ibunya untuk mengatur napas.
Sebuah mobil berhenti di depan kami.
Mataku berbinar kala melihat siapa pemilik mobil itu. Dokter Yuda menghampiri kami. Rasanya beban di tubuhku hilang kala dokter Yuda datang.
Tanpa basa basi dokter Yuda mengambil alih tindakan, sebelumnya beliau memperkenalkan diri dan meminta ijin pada suami si ibu.
Akibat kejadian tersebut aku pulang larut malam. Mas Tama yang mendapati aduan dari Ibu langsung marah secara online di WhatsApp dan telpon.
Sebelum itu aku kena marah oleh dokter Yuda akibat tindakanku, beliau menuduhku melakukan malpraktik padahal sudah ku jelaskan kronologisnya. Belum sampai disitu beliau juga mengujiku secara dadakan. Untung saja aku bisa menjawab semua pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memilih Menikahi Duda
NouvellesDimata orang lain mungkin keputusan ku salah, namun buatku ini adalah keputusan yang terbaik bagiku. Karena hidupku tentang apa kata ku, bukan tentang apa kata mereka. Hidupku aku sendiri yang menentukan, bukan mereka yang menentukannya. Buatku, kam...