21 ☠ How to Prove It?

14 2 1
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Di dalam kamar bernuansa antariksa, seorang pemuda tampak menatap tak percaya kertas-kertas di tangannya. Bagaimana mungkin semua bukti ini bisa dikarang dengan begitu indahnya hingga tampak seperti fakta, padahal hanya hoax semata. Jelas-jelas bukanlah ia pelakunya, tapi kenapa semua bukti ini bisa mengarah padanya?

Siapa?

Siapa sebenarnya dalang dibalik semua ini?

Kenapa seolah mereka mengincar kami satu per satu?

"Pertama Bang Nathan, terus gue Arial. Setelah ini siapa lagi?"

Sebenarnya musuh seperti apa yang tengah dihadapi oleh Psycho Elite? Kenapa semua terasa membingungkan? Siapa sebenarnya mereka? Untuk tujuan apa semua ini? Balas dendam? Kehancuran? Atau apa? Seingatnya, Psycho Elite tidak pernah terlibat masalah dengan kelompok manapun. Kami selalu menyelesaikan semuanya di lokasi misi. Lantas siapa dalangnya?

Semua pertanyaan-pertanyaan itu terus saja bersarang di kepala Arial bagai kaset rusak. Terus diputar-putar ulang demi untuk mencari celah ataupun petunjuk dalam setiap kasus yang telah terjadi. Namun rasanya sia-sia saja. Ia benar-benar buntu, tidak bisa berpikir.

"Ck, sial!"

Arial mengacak-acak surai hitamnya dan menghela napas kasar. Pemuda dengan setelan kaos oblong dan boxernya itu menegak soda yang sedari tadi menemani hari suramnya dengan cepat. Hingga hanya menyisakan beberapa tetesan soda di dalam kaleng yang langsung dilemparnya ke tempat sampah.

"Gimana cara buktiin ke Nunna kalo gue nggak bersalah?"

Manik kelam Arial Giovandra menyipit saat sinar mentari masuk melalui celah ventilasi yang berada di apartemennya. Pemuda itu melirik ke arah jam dinding, dan Arial dibuat terperanjat saat melihat jarum jam yang sudah berada di angka 8 pagi.

"Hahaha, gila. Aku bahkan tidak tidur semalaman karena memikirkan ini."

Arial menertawakan dirinya sendiri yang jadi terlalu banyak berpikir tanpa tahu harus melakukan apa. Ia sudah berusaha menghubungi Bang Zev, tapi nomor sang kakak tidak aktif. Entah berada di mana kakak laki-lakinya itu sekarang. Karena terakhir kali, ia hanya mengetahui kalau Bang Zevin mengantarkan Bang Nathan ke tempat persembunyian sementara dari salah satu inti Psycho Elite itu atas perintah Kirei.

Memang, apa yang terjadi dengan Bang Nathan cukup membuatnya terkejut. Orang hebat sekelas Nathanael Vicenzio Orion saja keamanannya bisa dibobol dan dibongkar identitasnya ke publik. Lantas bagaimana dengan ia yang hanya seorang bocah ingusan? Menjadi sasaran kambing hitam saja ia sudah kesulitan. Bagaimana jika ada hal yang lebih buruk menimpanya suatu saat? Apa yang harus ia lakukan?

"Semua bukti ini mengarah padaku, tapi bagaimana bisa?"

Arial memerhatikan salah satu kertas berisi bukti email yang diberikan oleh Kirei dan mencocokkan email itu dengan email miliknya di ponsel. Ya, memang. AL@a.al.com adalah email miliknya. Namun ada sesuatu yang aneh di sini. Karena ia sama sekali tidak merasa mengirim email apapun pada hari di mana identitas Bang Nathan terbongkar. Sungguh, ia berani bersumpah. Ia tidak mengirim pesan apapun pada akun pribadi Bang Nathan hari itu. Jangankan mengirim pesan, membuka aplikasinya saja tidak.

Lantas kenapa satu pesan kosong dengan email pribadinya bisa ditemukan di email Bang Nathan tepat satu menit sebelum kejadian itu terjadi?

"Argh! Mikirin ini bikin kepala gue jadi pusing aja!" Dengan kesal, Arial beranjak dari kursi dapur yang sedari tadi didudukinya dan memutuskan untuk mengistirahatkan diri. "Lebih baik gue tidur habis ini. Nanti pas bangun tidur baru gue pikirin lagi. Toh, hari ini kampus libur. Jadi nggak masalah kalo gue tidur pagi-pagi kek gini dan bangun di siang hari nanti."

Ya, begitulah Arial dan segala monolognya.

Semoga saja adik Bang Zevin satu-satunya ini bisa menemukan solusi dan membuktikan kalau dirinya tak bersalah pada Kirei.

☠☠☠

Universitas Garuda Asa, Kantin Mahasiswa.

"Rei, lo yakin kalo Arial pelakunya?" tanya Reynand hati-hati pada eksistensi Kirei yang duduk tepat di depannya dan sedang asik bermain ponsel. Gadis yang hari ini menguncir rambut panjangnya dengan gaya ponytail itu hanya melirik ke arah Reynand sekilas tanpa berniat untuk menjawab.

"Menurut lo aja gimana, Rey?" Geovan menyahut sembari menyodorkan kertas berisi bukti-bukti akurat yang telah ia copy pada Reynand. "Semua bukti ada di situ, dan semuanya ngarah ke Arial."

Tatapan tajam seketika diberikan oleh Reynand pada Geovan. "Hati-hati, ogeb! Kalo sampe ada yang tau isi dari tuh kertas ... mati lo." Reynand berkata sembari memberi sedikit ancaman pada Geovan yang tentunya tidak akan mempan pada laki-laki itu. "Lagian gue juga heran, dah. Bisa-bisanya lo dengan santai masuk ke kampus kita dengan dalih mengantar proposal kerja sama."

Byza terkekeh. Gadis bule dengan surai blonde yang sengaja digerai itu menggeleng-gelengkan kepalanya saat mengingat alasan yang digunakan oleh Geovan untuk bisa masuk ke Universitas Garuda Asa tanpa dicurigai.

"Perkenalkan, saya Axel Geovan. Presiden Mahasiwa dari Universitas Bangsa Buana. Tujuan saya kemari karena ingin mengantarkan proposal kerja sama untuk Delvinzo."

Delvinzo adalah sang Presma dari Garuda Asa. Sama seperti Geovan, Delvin juga sampai dibuat terheran-heran dengan kedatangan Geovan ke kampus mereka dengan dalih membawa proposal kerja sama. Akan tetapi, yang dilakukan laki-laki itu sekarang malah berkumpul bersama para sahabatnya di kantin kampus.

"Gue bosan di Bangsa Buana. Pengen cari suasana baru aja," tutur Geovan dengan wajah tanpa dosanya. "Lagipula, kalian harusnya malah bersyukur, karena kedatangan gue bikin semua cewek-cewek di sini jadi nggak bisa berpaling dari wajah tampan ciptaan Tuhan ini."

Perkataan Geovan yang penuh rasa percaya diri itu membuat Kirei yang sedari tadi terdiam jadi mendengkus. Gadis itu meletakkan ponselnya sebelum mencondongkan tubuh ke depan dan meraih gelas berisi es jeruk miliknya. "Tapi mereka nggak ada yang berani mendekat dan bicara langsung sama lo," kata Kirei.

"Wajarlah, Rei. Mereka kan tau kalo Geovan bukan mahasiswa biasa, tapi Presmanya Bangsa Buana. Pasti mereka ngerasa segan mau nyapa."

Yahh, teori Byza yang satu itu memang ada benarnya. Karena tanpa disadari, sosok Geovan selalu dihormati dan disegani di manapun laki-laki itu berada. Bukan hanya karena pencapaian dan popularitas. Melainkan karena sentuhan alam dan takdir Tuhan yang sudah ditentukan.

"Terserah kalian dah mau nyimpulin kayak gimana. Cuma sekarang, kita harus waspada dengan apa saja yang bisa terjadi ke depannya. Karena Psycho Elite sedang berada dalam bahaya."

Reynand, Kirei, dan Byza saling tatap sebelum mengangguk serempak. Perkataan Geovan benar. Mereka sudah tidak bisa menghindar. Jadi ada baiknya kalau mereka bersiap dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi.



Hm, kira-kira bagaimana cara Arial untuk membuktikan kalau dirinya tidak bersalah?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hm, kira-kira bagaimana cara Arial untuk membuktikan kalau dirinya tidak bersalah?

Terus pantau tiap chapternya untuk tahu kelanjutan ceritanya♡

NEXT PSYCHOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang