•
•
•Suasana rumah minimalis bernuansa alam dengan gaya tropis modern itu tampak ramai karena para penghuninya tengah mengadakan pesta. Botol-botol anggur, rokok, makanan ringan, kartu remi, dan domino tampak berserakan di mana-mana. Suara musik dengan volume keras juga terasa berdentum-dentum di telinga.
Di pojok Utara ruangan, terdapat seorang pria dengan jas dokter yang masih melekat di badannya tampak asik bermain billiard bersama seorang gadis dengan gaya rambut ponytail-nya. Gadis itu tersenyum lebar saat berhasil memenangkan permainan dan mengalahkan pria dewasa di depannya.
"Kau kalah, Kak Alvan. Akui saja kalau kau payah dalam bermain billiard," ujar sang gadis penuh kesombongan disertai senyum meremehkan yang terulas di bibir merah mudanya.
"Hah, baiklah. Aku mengaku kalah. Kamu memang jagonya kalau soal permainan ini, Dennata."
Alvano Abyantara Deran, sang dokter muda itu mengangkat kedua tangannya pertanda menyerah. Dennata Alea adalah pemain billiard handal, dan ia yang sehari-harinya hanya berkutat dengan alat-alat rumah sakit jelas akan kalah jika berhadapan dengan gadis itu.
"Aku memang jagonya."
Dennata terkekeh sebelum meletakkan stik miliknya dan beranjak mengambil segelas wine di sudut lain ruangan, di mana ada Zenin Aldiga Kovalen dan Gregorius Kennant di sana. Meninggalkan Alvan yang memilih untuk merebahkan dirinya di sofa setelah melepas jas dokternya.
Dennata meraih gelas wine miliknya di samping tumpuan tangan Kennant dan meminum cairan merah itu hingga tandas. Lalu meletakkan gelas yang sudah kosong tersebut kembali ke tempatnya.
Tak!
Kennant memerhatikan setiap aktivitas Dennata dengan raut wajah penasaran. "Katanya lo nemuin HP punya Alzevin Giordano waktu dalam perjalanan ke Alsace, lo letakin di mana?" tanya Gregorius Kennant yang kini sudah menegakkan posisi duduknya—semula sedikit membungkuk.
"Gue balikin," jawab Dennata dengan santainya. "Nggak ada hal yang menyenangkan di dalamnya. Jadi gue balikin aja."
Kennant mendengkus. Dennata Alea dan segala sikap seenaknya gadis itu memang sangat menyebalkan. Padahal ia dan Vino sudah berencana kalau akan menggunakan ponsel itu untuk bermain-main dengan pemilik AGA Company tersebut.
"Lo balikin ke mana?" Zen ikut menyahut setelah menyelesaikan satu babak permainan dadu di ponselnya. Sahabat Davin itu juga menegakkan posisi duduknya saat melihat Dennata mendekat ke arahnya dan membisikkan sesuatu.
"Lewat perantara Jhovando Dirgantara," bisik Dennata tanpa menghilangkan senyum miring yang terukir di bibir. Satu-satunya gadis di kelompok mereka itu tertawa senang saat melihat raut terkejut yang ditunjukkan oleh Zen setelahnya.
"Jhovando Dirgantara?"
"Yups!" Dennata mengangguk. "Dan kalian tau apalagi yang menarik?"
Satu alis Zen terangkat, menunggu Dennata menyelesaikan kalimatnya. Senyuman di bibir gadis itu kian melebar sembari menatap Zen dan Kennant bergantian. Sementara Kennant jadi gemas sendiri karena kebiasaan Dennata yang suka membuat mereka penasaran. Bahkan Alvino yang semula tampak asik berkutat dengan laptopnya di sudut ruangan, kini sudah maju ke tempat ketiganya karena merasa penasaran.
"Aku mendengar suara Asseano Dinata dan istrinya di seberang sana. Sepertinya mereka sudah menyadari keberadaan ancaman yang datang dari kita, dan tengah berdiskusi serta menyusun rencana untuk bertindak."
Vino, Zen, dan Kennant saling pandang seolah berbicara lewat tatapan mata. Bukannya senang, tapi ketiganya justru merasa kalau informasi ini bisa menjadi boomerang bagi mereka.
"Kakek Aryan tidak akan tinggal diam jika tahu tentang ini," tutur Alvano Abyantara yang kini sudah beranjak bangun dari posisi rebahannya di sofa. Pria yang usianya paling dewasa di kelompok mereka itu tampak bersedekap dada sembari menutup kedua mata. "Semua rencana yang sudah kita susun untuk membalas dendam akan kacau balau apabila mereka bertindak lebih dulu."
"Kenapa? Kita hanya harus waspada dan membalas mereka, bukan?"
Alvan menghela napasnya. "Tidak semudah itu, Dennata." Pria dewasa itu menggeleng tak setuju dengan argumen yang disampaikan Dennata Alea. "Kita harus hati-hati dan tetap bermain santai juga transparan. Jangan sampai ada satupun pihak yang mengetahui pergerakan kita. Cukup Deadlock Gang saja yang memang dibentuk khusus untuk mengecoh dan memancing mereka."
"Aku tidak mengerti." Dennata menggeleng. Berbagai pertanyaan muncul di kepalanya. "Jika memang Kakek Aryan tidak ingin pergerakannya diketahui siapapun, lantas mengapa beliau meminta kita mengirim surat teror itu pada Keluarga Seandinata?"
"Hanya pada mereka. Tidak dengan yang lain," sahut Zen dengan cepat. "Karena hanya Keluarga Seandinata yang memiliki hubungan erat dengan Keluarga D'Calls."
"Kecelakaan yang terjadi 20 tahun silam itukan juga karena ide dari mereka." Vino turut menambahkan.
Zen mengangguk, membenarkan perkataan Vino barusan. "Ya, itu memang benar. D'Calls, Albercio, dan Yehezkiel adalah pelakunya. Tapi Seandinata dan Dirgantara adalah pelopornya."
"Huaaa, gue nggak ngerti!" Dennata menjambak rambutnya frustasi. "Kenapa gue bisa terlibat dalam masalah rumit ini, sih?!" pekiknya lagi.
"Siapa suruh lo deketin Kakek Aryan dengan air mata buaya lo itu?" Kennant berujar dengan sarkasnya. Membuat Dennata jadi terkekeh sebelum memeletkan lidahnya pada bule asal Inggris tersebut.
"Seenggaknya karena si Kakek, gue nggak jadi cewek sebatang kara dan gue bisa kenal sama lo semua." Dennata tersenyum lebar. Senyuman yang mengandung ketulusan, dan keempat laki-laki di sana jelas tahu kalau itu benar-benar senyuman tulus dari lubuk hati terdalam milik Dennata Alea.
"Ceilah! Kenapa jadi melankonis gini suasananya?!" Vino memecahkan suasana mellow di antara mereka dengan seruan khasnya. "Mendingan kita lanjutin pesta kita malam ini! Ayo bermain dan minum sepuasnya untuk merayakan kemenangan kita sekali lagi dalam misi balas dendam ini!" Vino berseru sembari mengangkat tinggi-tinggi botol wine miliknya. Meminum cairan merah itu beberapa teguk dan tertawa setelahnya.
Alvan, Zen, Kennant, dan Dennata saling pandang sebelum mengikuti Vino. Mengangkat tinggi-tinggi gelas minuman mereka dan bersulang atas pencapaian terbaru mereka hari ini. Yaitu pencapaian atas berhasilnya misi untuk memukul mundur Alkeanan Gioveraldo Albercio.
Alkeanan adalah target mereka sebenarnya, tapi Arial Giovandra juga berada dalam lokasi kejadian.
Jadi, mereka berhasil.
Sekali dayung, dua pulau terlampaui.
Berita kecelakaan yang terjadi pada Alkeanan dan Arial hari ini adalah kemenangan bagi mereka.
•
•
•Sungguh kejam🫥
Karena dendam pribadi, semua orang jadi kena batunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEXT PSYCHO
Mystery / Thriller[𝐏𝐬𝐲𝐜𝐡𝐨 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 #𝟎𝟐] Genre : Mystery / Thriller - Drama Tema : Psychopath, Friendship, Competition ⚠ [𝗢𝗡 𝗚𝗢𝗜𝗡𝗚] ⚠ Follow dulu, dong! Hargai penulis dengan memberikan vote dan komentarmu. Selamat membaca♡ ˚☂︎࣪⋅ 。\ | /。˚☂︎࣪ 。\ |...