•
•
•Satu batang. Dua batang. Hingga tiga batang rokok telah habis disesapnya. Kirei menatap langit malam tanpa bintang dari balkon kamar. Cuaca yang dingin membuat Kirei jadi harus merapatkan selimut yang ia pakai guna menghangatkan tubuh. Satu per satu peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini kembali berputar dalam otaknya.
Jika benar ini semua memang sudah direncanakan oleh seseorang, maka apa tujuannya? Kenapa orang itu mengusik teman-temannya? Pertama Bang Nathan, lalu Arial. Setelah ini siapa?
Kirei benar-benar tidak mengerti. Ia sudah kehilangan tiga anggota keluarganya, haruskah ia kehilangan teman-temannya juga?
Satu embusan napas Kirei membuat asap rokok yang baru saja disesapnya membumbung ke udara. Mewarnai gelapnya malam dengan warna abu-abu yang keluar. Terkadang, ia ingin sekali hidup normal seperti orang lain. Berjalan-jalan dan bersenang-senang layaknya gadis normal tanpa harus takut kalau akan dikenali sebagai inti dari sebuah organisasi kriminal.
Seandainya keluarganya adalah keluarga biasa, pasti kedua orang tuanya masih ada sekarang. Pasti kakaknya juga tidak akan terlibat dengan orang jahat seperti Mr. Zarv. Geovan pasti juga bisa hidup normal bersama Kak Alexya.
Seandainya ia tidak terlahir di keluarga pebisnis, ia pasti akan menjalani kehidupannya yang damai dan sederhana. Tanpa embel-embel nama Keluarga D'Calls, ia pasti tidak akan menjadi sosok gadis yang terlalu dihormati karena kekuasaan keluarganya.
Seandainya saja ...
Drrtt! Drrt!
Bunyi getaran ponsel membuat netra Kirei menoleh ke belakang. Tepat ke arah meja kecil yang berada di sudut balkon kamarnya. Kirei memang sempat meletakkan ponsel itu di sana tadi, dan nama Reynand terpampang jelas di layar benda pipih tersebut.
"Halo, Bang. Ada apa?" tanya Kirei sesaat setelah mengangkat panggilan telepon dari anak tunggal Mr. Sean tersebut. "Tumbenan lo telepon gue malam-malam gini." Kirei melirik ke arah jam dinding di kamarnya. Jarum jam sudah mengarah pada pukul setengah dua belas malam.
"Sorry karena ganggu waktu tidur lo, Rei. Tapi gue sama Geovan belum bisa nemuin titik terang terkait siapa pelaku dari semua kekacauan ini."
Perkataan Reynand di seberang sana membuat Kirei terdiam. Ia tahu kalau tidak akan mudah melacak mereka. Apalagi kemampuan Geovan dan Reynand tidak seperti Bang Nathan dan Bang Zevin. Ingin meminta tolong pada Zen, tapi ia tidak enak hati. Zen sudah memiliki tugas lain saat ini. Jadi akan sangat tidak pantas kalau ia memberikan tugas lain sementara tugas sebelumnya saja belum selesai.
"Ya udah, Bang. Gapapa kok, santai aja." Kirei menyesap batang rokok terakhirnya sebelum membuang puntung rokok tersebut ke dalam asbak. "Gue juga udah minta tolong Bang Zev buat selidikin ini."
"Ya udah. Gue cuma mau laporin itu, kok. Selebihnya bisa lo tanya langsung sama Geovan besok. Besok sepulang kuliah, lo langsung ke markas, 'kan?"
Tanpa sadar Kirei mengangguk, meski Reynand tidak dapat melihatnya. "Iya, besok gue langsung ke markas. Sekalian gue mau beli makanannya si Diego."
"Ohh, si Macan. Sebenarnya lo nemu di mana sih itu Macan, Rei?"
"Kenapa emang?" Satu alis Kirei terangkat. Tidak biasanya Reynand bertanya demikian. Apalagi tentang Diego.
"Aneh aja. Itu Macan kayak bukan sekadar Macan. Masa iya dia ngerti sama bahasa manusia? Tadi kan iseng gue ajak ngobrol. Nah, responnya Diego tuh seolah nunjukin kalo dia ngerti sama apa yang gue omongin."
Kirei mendengkus. "Kan dia emang udah dilatih, Bang. Lagian dia juga nggak pasti 100% ngerti. Bisa jadi itu cuma reaksi alami dia, spontanitas."
"Ohh, iya juga sih."
"Emang iya. Udah, ah. Gue tutup dulu, ya? Mau lanjut tidur."
Bohong. Kirei bahkan belum menyentuh ranjang sama sekali. Gadis itu sedari tadi hanya menghabiskan waktu dengan merokok dan berpikir di balkon kamarnya.
"Yeu ... iya deh, iya. Selamat malam."
Sambungan telepon itu pun berakhir. Kirei memutuskan untuk menutup pintu balkon dan kembali ke dalam kamarnya. Besok ia ada kuliah pagi. Jadi alangkah baiknya kalau ia segera pergi tidur sekarang juga.
𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓
Malam memang identik dengan kegelapan. Jika Kirei baru saja memutuskan untuk tidur, maka berbeda dengan Davin yang masih saja terjaga di depan laptopnya. Laki-laki itu sudah melakukan kegiatan tersebut selama kurang lebih tiga jam lamanya.
Entah apa yang tengah dilakukan oleh laki-laki dengan potongan rambut undercut tersebut. Sampai-sampai, Davin tidak sadar kalau jarum jam sudah hampir mendekati angka dua belas. Yang artinya, sebentar lagi sudah akan berganti hari.
Terkadang, menjadi mahasiswa dan juga ketua basket Merpati Jingga membuat Davin begitu kelelahan. Terlebih jika ada jadwal turnamen yang mengharuskannya tidak hadir di beberapa mata kuliah. Membuat ia jadi ketinggalan pelajaran dan harus mengejar ketertinggalan.
Namun hari-hari itu sudah terlewati. Karena sebentar lagi, serah terima jabatan akan dilakukan. Ia akan lengser dari jabatan, dan ketua tim yang baru akan diangkat. Ia bahkan juga sudah memilih beberapa kandidat yang cocok untuk menggantikannya sebagai ketua tim.
Salah satunya adalah Louis.
Louis Scorpius Corpus.
Dari sekian banyak anggota, Louis adalah pilihan yang terbaik menurutnya. Dia memiliki skill dan kemampuan strategi yang bagus. Terlebih posisi Louis sebagai point guard di tim, membuat Davin benar-benar yakin akan memilih Louis sebagai kandidat ketua selanjutnya.
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
NEXT PSYCHO
Misterio / Suspenso[𝐏𝐬𝐲𝐜𝐡𝐨 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 #𝟎𝟐] Genre : Mystery / Thriller - Drama Tema : Psychopath, Friendship, Competition ⚠ [𝗢𝗡 𝗚𝗢𝗜𝗡𝗚] ⚠ Follow dulu, dong! Hargai penulis dengan memberikan vote dan komentarmu. Selamat membaca♡ ˚☂︎࣪⋅ 。\ | /。˚☂︎࣪ 。\ |...