•
•
•"Rei! Soal kejadian di pesta ulang tahun Louis hari itu, menurut lo siapa yang nge-share video itu?"
"Maksud gue, kejadian itu benar-benar di luar prediksi kita."
Byza mengemukakan argumennya terkait kejadian singkat yang membekas di pikiran semua orang pada malam pesta ulang tahun Louis Scorpius Corpus tempo waktu. Video tentang berita kecelakaan yang terjadi pada Alkeanan Gioveraldo dan Arial Giovandra, yang tiba-tiba muncul di layar panggung.
Sudah pasti kalau ada seseorang dibaliknya, 'kan? Seseorang yang mungkin saja mencoba mengacaukan pesta dan memancing keributan dengan menayangkan video tersebut.
"Entahlah. Udah coba lo selidikin?" Kirei bertanya sembari mengganti channel televisi yang kini tengah ditontonnya. Ia dan Byza memang tengah menghabiskan waktu santai bersama di game room markas setelah sebelumnya ada rapat dadakan antar inti. Tetapi dari pada main game, Kirei lebih memilih mencari acara menarik di televisi.
Namun, seolah raga tanpa nyawa, pikiran Kirei tak berada di sana. Sudah tiga hari, tapi ia belum juga mendapat kabar terkait pencarian Arial dan Om Keanan dari Bang Zevin. Berita tentang kecelakaan keduanya juga masih berseliweran di media.
Anehnya, tak ada lagi pergerakan dari musuh selama beberapa hari ini. Semua tampak berjalan dengan normal, tapi justru hal itulah yang membuatnya semakin curiga.
"Woy! Kirei! Kok malah ngelamun, sih?!"
Kirei sedikit tersentak. Ia berdecak kesal karena suara Byza benar-benar mengagetkannya. "Apa, sih?!" tanya Kirei sewot. Gadis itu melempar remot televisi yang sedari tadi digunakannya untuk mengganti-ganti channel ke atas meja. Mood menontonnya sudah turun sekarang.
"Gue tanya. Gimana kata Bang Zevin soal perkembangan penyelidikannya Arial sama Om Keanan? Udah nemuin titik terang belum?" Byza kembali mengulangi pertanyaannya. Menghadap penuh pada Kirei dan menunggu gadis itu membuka mulut untuk menjawab. Akan tetapi, sepertinya Kirei sedang tidak dalam mood yang baik.
"Belum. Jangankan perkembangan, gue rasa ... dia bahkan belum nemuin titik terangnya. Om Keanan dan Arial seolah lenyap begitu saja tanpa jejak. Tapi gue yakin kalo mereka berdua masih hidup."
Byza mengangguk setuju. "Om Keanan bukan orang sembarangan, Rei. Beliau pasti sudah memikirkan semuanya sebelum mengambil risiko terjun bebas ke laut untuk menghindari kejaran si Sedan Hitam."
Si Sedan Hitam. Julukan yang orang-orang berikan untuk para pelaku yang sampai detik ini belum juga diketahui keberadaan serta identitasnya.
Kali ini, hanya helaan napas yang Kirei berikan sebagai respon atas argumen Byza. Ia sendiri tidak bisa mengira-ngira ataupun menyimpulkan saat ini. Karena semua kemungkinan bisa saja terjadi. Akan tetapi, ia berharap kalau Arial dan Om Keanan akan baik-baik saja di manapun mereka berada.
𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓
Sementara itu di sisi lain ...
Kedua kelopak mata yang sudah berhari-hari tertutup itu, kini terbuka dan menampakkan manik hitam kelam di dalamnya. Dia adalah Arial Giovandra yang baru saja sadar dari tidur lamanya—atau bisa kita sebut sebagai pingsan.
Melihat sang putra bungsu telah sadar setelah beberapa hari terbaring di tempat tidur, membuat Alkeanan senang. Pria paruh baya yang sedari tadi berdiri di dekat kusen jendela di dalam kamar sederhana itu segera mendekat ke tengah ruangan. Di mana Arial terbaring lemas di atas ranjang kecil dengan sprei putih polos di sana.
"Arial! Kamu sudah sadar?"
Kening pemuda bernama Arial itu mengernyit. Arial sedikit meringis saat merasakan denyutan nyeri di kepala belakangnya. Lantas mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan sebelum fokusnya berpusat pada sosok Alkeanan. "Papa? Kita ada di mana, Pa? Kenapa tempatnya terasa asing?" tanya Arial bertubi-tubi.
"Entahlah." Alkeanan menggelengkan kepalanya pertanda tidak tahu. "Yang jelas, kita berada di rumah seorang nelayan yang dengan baik hati mau merawat dan menampung kita untuk sementara. Yahh ... setidaknya sampai kita berhasil memupuk kekuatan baru untuk membalas siapapun yang berada di balik semua ini."
Mendengar penjelasan sang papa membuat Arial jadi semakin pusing. Pemuda dengan kulit pucatnya itu hanya mengangguk dan memilih mendudukkan diri—dengan dibantu oleh Alkeanan—di kepala ranjang kayu tersebut.
Rumah yang ditempati Arial dan Alkeanan ini merupakan rumah sederhana dengan kayu serta bambu sebagai bahan dasarnya. Melihat lantainya yang masih berupa pasir, Arial yakin kalau rumah ini masih berada di sekitar area pantai, dan Arial bisa mencium aroma manis menenangkan dari pohon kelapa.
"Sudah berapa lama aku pingsan, Pa?" tanya Arial Giovandra setelah sebelumnya meraih segelas air bening di meja terdekat untuk ia minum.
Alkeanan menggeleng. "Papa tidak tahu. Mungkin sekitar dua atau tiga hari. Papa tidak bisa memastikannya karena ponsel Papa mati. Di sini tidak ada listrik."
"Tidak ada listrik? Ohh, yang benar saja. Apakah kita terdampar di suatu pulau yang penduduknya bahkan belum pernah menyentuh teknologi masa kini?"
"Tidak juga. Nelayan itu bilang kalau ada pasar dan perkampungan yang tidak jauh dari sini. Di sana ada listrik, tapi memang tidak sebanyak kehidupan kita di kota. Masih banyak yang menggunakan lentera sebagai penerangan, dan tungku untuk memasak. Mungkin orang sini tidak terlalu mengikuti perkembangan zaman."
Penjelasan panjang lebar Alkeanan membuat Arial mengangguk mengerti. Indonesia itu luas, dan bukan tidak mungkin kalau masih ada beberapa tempat yang tidak terjamah oleh pemerintah secara langsung. Apalagi warga sini yang seolah tidak terlalu mengikuti perkembangan zaman modern sekarang ini. Arial sendiri sudah bisa menilainya hanya dari kondisi rumah yang ia tempati sekarang.
•
•
•Wahhh, kira-kira Arial sama Om Keanan terdampar di mana, ya?
Penasaran, nggak?
Tunggu di part selanjutnya, ya!
♡
KAMU SEDANG MEMBACA
NEXT PSYCHO
Mystery / Thriller[𝐏𝐬𝐲𝐜𝐡𝐨 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 #𝟎𝟐] Genre : Mystery / Thriller - Drama Tema : Psychopath, Friendship, Competition ⚠ [𝗢𝗡 𝗚𝗢𝗜𝗡𝗚] ⚠ Follow dulu, dong! Hargai penulis dengan memberikan vote dan komentarmu. Selamat membaca♡ ˚☂︎࣪⋅ 。\ | /。˚☂︎࣪ 。\ |...