34. Skenario Penyelamatan

73 12 1
                                    

Semesta kembali mempermainkanku. Selama bertahun-tahun hidup layaknya manusia pada umumnya, satu per satu kejutan kini terus berdatangan, membuatku seperti orang bodoh yang tak tahu apa-apa tentang dunia sekitarku ketika seorang pria tua muncul di depan pintu apartemen Stannes.

Tubuh tinggi, rambut yang setengahnya mulai memutih, mata biru dan hidung mancung yang teramat familier di mataku. Sesaat aku mengumpat dalam hati atas ketidakmampuanku membaca clue. Dia ... si tua yang sialnya masih berkharisma itu hadir dalam pernikahanku, menggenggam tanganku, mengantarkanku menuju altar. Ya, Lyle, pemimpin redaksi Du Monde ada di hadapanku—sebagai orang yang menurut Debora mampu menjawab rasa penasaranku.

Yang benar saja. Situasi justru berbalik. Aku lebih penasaran dengan hubungan Lyle dan Felix. Sejak kapan mereka saling kenal? Sedekat apa mereka dan apa identitas Lyle?

Ingatanku pun berlari jauh ke belakang, mengingat kembali awal-awal ditugaskan meliput kasus Dusan. Apakah segalanya sudah dirancang? Apakah Lyle sengaja memutasiku waktu itu? Tolong ingatkan aku untuk menginterogasinya hari ini.

"Sebanyak apa yang kau tahu?" tanyaku tanpa basa-basi. Bahkan pria tua berkaca mata itu belum sempat masuk ke dalam apartemen.

Lyle mendengkus. Kedua tangannya mengambang di udara sebatas perut, sementara tatapannya mengarah pada Debora. Ia seolah melayangkan protes lewat sepasang mata tuanya, tapi aku tak peduli. Terlalu banyak yang dirahasiakan dariku dan aku benci itu.

"Aku tidak yakin sebanyak apa, tapi aku mampu menjawab rasa penasaranmu tentang Felix, Dusan, dan kenapa kau dimutasi."

Empat tahun bekerja di bawah pimpinannya, ternyata Lyle mengenalku dengan cukup baik. Ia tahu bagaimana menanggapi Corin Lafebvre dalam mode serius. Dihadapkan pada situasi semacam ini membuatku rindu pada ruang redaksi. Rindu cerita rekan-rekan seprofesi yang baru kembali dari lapangan, rindu pada suara tuts keyboard yang adu cepat mengejar deadline, rindu pada secangkir kopi hitam di sela-sela menulis berita, juga rindu pada suasana malam yang hening.

Meninggalkan Lyle dan Debora yang masih berada di ambang pintu, langkah kaki membawaku kembali ke ruang tengah. Berulang kali aku memejamkan mata sembari menarik napas panjang untuk meredakan kekesalan yang singgah.

"Lyle." Aku mengurungkan niat menuju sofa. Secepat kilat aku memutar tubuh, menatap tegas pria tua yang berjarak beberapa langkah dariku. "Siapa kau sebenarnya?"

"Aku manusia, sama sepertimu." Lyle berjalan ke arah pintu balkon, lalu melongok ke luar sebelum menutupnya rapat-rapat. "Awal pertemuanku dengan Felix sekitar 7 atau 8 tahun lalu dalam situasi yang mirip seperti Pierre."

Kedua alisku berkerut saat mencoba mencerna kalimatnya. Jika kondisinya sama seperti Pierre, berarti Lyle pun menyelediki kasus perdagangan manusia. Pertanyaannya, apakah pelakunya sama?

Jam terbang tak bisa bohong. Sebagai reporter senior yang telah mengabdi puluhan tahun, Lyle punya kemampuan jauh di atasku dalam hal membaca ekspresi dan body language. Hanya dengan bertukar pandangan, ia tahu yang terlintas di pikiranku. Pria itu lantas mengangguk yakin.

"Perdagangan manusia dan organ bukanlah bisnis sembarangan, Corin. Yang terlibat adalah orang-orang dari circle yang sama karena lebih mudah menyimpan rahasia di kalangan sendiri.
Waktu itu bukan Sebastian Giroud, tapi saudaranya yang juga punya jabatan cukup strategis di pemerintahan. Dialah yang mengawali hubungan dengan keluarga Belle dan Raimond."

Aku menghela napas sesaat. Pikiranku bekerja dalam bungkam. Sekitar 7 atau 8 tahun lalu, berarti di tahun awalku sebagai mahasiswa. Kala itu, beberapa kali aku mendapati Raimond bertemu secara diam-diam dengan Belle. Aku tak pernah menyinggung hal itu, sebab takut kehilangan pria yang aku cintai. Aku heran kenapa dulu terus-terusan menutup mata perihal kelakuan buruk bedebah itu. Kau benar-benar bodoh, Corin.

Sacrifice Of Sacred [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang