Chapter twenty eight; Diundang makan malam.
Gue dan nyokap mampir ke supermarket sebentar untuk membeli beberapa sayur dan daging giling untuk makanan pelengkap nanti malam. Hari ini kakek Chakra mengundang makan malam di rumahnya. Nyokap gue ga enakan kalo misal cuma dateng doang terus makan, akhirnya dia berinisiatif untuk membantu Chakra dan Andra masak. Setelah membeli semua yang dibutuhkan, kita kemudian menuju rumah Chakra.
Kakek Chakra menyambut gue dan nyokap dengan hangat. Chakra tersenyum dan mengelus puncak kepala gue, mengajak gue menuju dapur. Andra melambaikan tangan dan tersenyum ketika mata kita bertemu. Chakra kemudian berjalan ke depan, mengambil semua barang belanjaan yang baru aja gue beli sama nyokap.
"Wah, mau masak apa nih, kak ?" Tanya Andra melihat beberapa keranjang besar di tangan Chakra. "Ini mau masak buat makan malem apa buat hajatan kalian berdua ?" Tanya Andra menggoda.
"Kenapa ? Iri, ya ?" Ejek gue balik dan Chakra mendukung gue. Dia menjulurkan lidahnya pada Andra.
Andra memutar matanya dan menggeleng. "Engga, ya!"
Masakan hari agak sedikit berbeda dengan masakan yang kemaren mereka bikin. Hari ini mereka berniat untuk bikin spaghetti bolognese, roti panggang bawang putih, salad buah dan salad sayur. Kita berempat bagi tugas. Gue dan Andra bagian bikin salad, nyokap dan Chakra bagian bikin spaghetti dan roti panggang. Padahal makanannya ga banyak dan terbilang sedikit lebih gampang, tapi kita masaknya lama karena Andra, nyokap gue, dan kakek ga berhenti ngegoda gue dan Chakra. Terutama kakek tuh paling semangat, yang lagi duduk di meja makan dan melihat gue dengan Chakra di dapur.
Selesai masak, gue, Chakra, dan Andra mulai menata meja. Andra mengambil beberapa gelas serta es sirup yang sudah dia buat sebelumnya, dan menaruhnya di atas meja makan. Lagi-lagi, kakek dan nyokap gue menggoda gue dan Chakra. Sudah mirip suami-istri, katanya. Chakra cuma senyum mesem aja, sedangkan gue bingung mau respon gimana.
Nyokap duduk di samping kakek, gue duduk di samping Chakra, berhadapan dengan nyokap. Sedangkan Andra duduk di samping Chakra. Nyokap membantu mengambilkan spaghetti untuk kakek, dan Chakra mengambilkan spaghetti untuk gue.
Andra protes. "Terus adek, gimana ?" Kata dia menatap Chakra sambil manyun. "Adek ga diambilin ?" Tanya dia lagi.
"Ambil sendiri." Ujar Chakra cuek yang membuat Andra mendecih.
"Cari pacar sana." Gue menimbrung.
"Cariin dong, kak." Ucap Andra cengengesan. "Kan kakak kerja di pertelevisian. Pasti kenal banyak orang."
"Mau golongan artis, kah ?" Tanya gue lagi.
"Ga harus artis. Yang kaya kakak juga ga masalah." Jawab Andra yang tersenyum ramah.
Kalo gue ga naksir Chakra dan masih naksir berat sama Andra, udah gue tembak dia. Gue ajak tunangan langsung sekalian. Sat, set, langsung ke pelaminan.
"Kalo yang kaya dia," Chakra menunjuk gue. "Susah nyarinya. Langka."
Gue tersenyum mendengar perkataan--
"Yang agak bobrok gini susah banget dapetnya."
Kirain gue mau dipuji depan Andra. Gue memukul lengan Chakra dan melotot. "Enak aja dibilang bobrok. Gini-gini lo kepincut, ya!"
Kakek melihat gue dan Chakra ketawa. "Udah, udah. Ayo kita makan dulu. Nanti keburu dingin makanannya."
Gue menyikut Chakra. "Dia nih kek, yang duluan."
Di sela-sela makan, kakek bertanya kapan gue dan Chakra siap untuk ke jenjang selanjutnya. Chakra respon cuek, dia bilang katanya terserah gue. Gue cuma bisa tersenyum kikuk. Ga ada pikiran untuk sampe sejauh itu saat ini. Andra menimbrung, katanya dia udah ga sabar buat jadi om. Buset, dah. Niat nikah aja belum ada, apalagi mikir punya anak--
"Dia juga kayanya ga sabar, tuh." Kata Chakra merespon Andra. "Kemaren kakak beli bed bayi dia pikir buat anak kita--aduh!" Gue menginjak kaki Chakra.
"Siapa yang bilang ga sabar ?! Lagian kemaren bilangnya nyari furniture buat di apartemen. Ya mana tau gue kalo temen lo ada yang mau lahiran." Elak gue.
"Kalo mau cepet-cepet juga ga masalah, sih." Kata kakek menengahi gue dan Chakra. "Kalo urusan gedung, dekor, sama makanan mah udah ada, kan ?" Kakek menunjuk Chakra. "Tuh, hotel kamu bisa dipake buat acara kalian nanti."
Orang kaya raya ini enak bener idupnya. Mau apa aja, ada. Kepengen ini-itu, kebeli. Buset. Kalo gue jadi salah satu anggota keluarga Chakra, ini sampe gue punya cicit kali idupnya masih bahagia dan bergelimang harta.
"Kenapa diem ?" Tanya kakek yang membuyarkan imajinasi gue.
"H-hah ? Engga, kok. Ini mau makan, hehe." Gue menggulung spaghetti dengan garpu dan memakannya.
"Biasa tuh, kek. Paling dia lagi ngebayangin kalo--aduh!" Gue menginjak kaki Chakra yang kedua kalinya. "Tuh kan, kek. Bener kan kata Chakra."
Andra, kakek, sama nyokap gue senyam-senyum. Gue menggeleng sambil cengengesan kaku dikit. Chakra punya mulut apa ga bisa di rem ?! Bikin gue malu aja. Makan malam berakhir mereka bertiga ga berenti-berentinya ngegoda gue sampe gue kikuk ga tau mau respon kaya gimana. Punya pacar bukannya ngebelain gitu, malah ikutan ngenyek!
"Tapi kenapa deh masih ngomongnya gue-lo, bukan sayang-sayangan ?" Tanya kakek Chakra heran.
Chakra menoleh ke gue, menaikkan sebelah alisnya, kepo dengan jawaban gue.
Gue menggaruk leher bagian belakang, kikuk. "G-gimana, ya. Abisnya kebiasaan berantem terus, kek."
"Ya kan udah jadi pacar sekarang. Nanti suatu saat kalo kalian menikah, gimana ?" Tanya kakek lagi.
Chakra yang masih ngeliatin gue. "Coba panggil sayang, coba."
Gue melotot.
"Sayang." Kata Chakra lembut. "Coba."
Gue menatap Chakra dengan tatapan 'ga-usah-banyak-tingkah'. Ga cuma Chakra, tapi nyokap, kakek, dan Andra ngeliatin gue, berharap mendengar gue memanggil Chakra pake kata sayang.
Merasa terintimidasi dikit, mau ga mau gue menuruti Chakra. "S-sayang..." Kata gue pelan tapi masih bisa mereka denger.
"Apa ? Saya ga denger." Kata Chakra menggoda. Chakra mendekatkan kepalanya. "Tadi ngomong apa ?"
"Sayang." Kata gue cuek.
"Mungkin Rora malu kali ya soalnya kita liatin begini." Kata kakek.
"Ntar juga kalo kita tinggalin, itu mulut mereka udah beradu aja." Ucap Andra santai.
"Heh!" Gue melotot pada Andra. Lemes banget itu mulut, Ya Tuhan.
Kakek sama nyokap gue saling tatap dan menahan senyum. Chakra ga ngerespon apa-apa. Gue menatap Chakra, berharap dia mau bantuin gue.
"Apa ? Yang dibilang Andra kan bener." Kata Chakra polos.
Gue menyikut Chakra dan menatapnya sebal. Ya...bener, sih. Tapi masa apa-apa mereka harus tau kita ngapain aja ?!
Nyokap gue berdehem, kakek Chakra juga ga ngebahas lebih lanjut. Mood makan gue udah hilang. Tapi karena ga enakan, jadinya gue paksa makan. Chakra mengambil salad buah dan menaruh di samping gue.
"Makasih." Ucap gue ke Chakra. Untung aja makanan gue di piring dikit, jadi meskipun dipaksain tetep abis. Kan malu kalo ga abis.
"Adek ga diambilin juga, kak ?" Tanya Andra ke Chakra. "Adek juga mau."
"Ambil sendiri." Respon Chakra cuek. "Lagian kakak ambilin buat kak Rora biar nanti selesai makan pas mau ciuman ya bibirnya jadi rasa buah bukan spaghetti--aduh!"
Gue memukul Chakra berkali-kali. Ga peduli sama respon kakek dan nyokap gue yang melihat gue barbar begini. Ga kakaknya, ga adeknya, kalo ngomong ga disaring dulu!
---
sori baru bisa update.
![](https://img.wattpad.com/cover/335841407-288-k713643.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubby Selector • PCY ✔️
RomanceHidup itu memang terkadang ga sesuai dengan apa yang kita mau. Sudah berencana sebagus mungkin tetapi ketika Tuhan berkata tidak, kita bisa apa ? Rosalyn Flora, yang biasa di panggil Rora, ga akan mengerti ngerti kenapa sosial menciptakan norma tid...