thirty

41 5 0
                                    

Chapter thirty; Tunangan beneran.

Gara-gara kado gue kemaren, tanpa babibu lagi, Chakra berniat untuk mengadakan tunangan secepatnya. Padahal yang ngelamar dia siapa ? Gue geleng-geleng kepala. Udah gitu, gue iyain aja lagi ketika Chakra bilang mau tunangan secepat ini. Gue kira dia bercanda, ternyata engga. Niatnya punya barang couple kaya orang-orang, malah dikira gue udah ga sabar pengen dihalalin. Ya kepengen, sih. Tapi ga secepet ini.

Selang dua minggu setelah ultah Chakra, Chakra mengadakan acara tunangan di rumahnya. Yang diundang cuma temen dekat Chakra dan Andra, serta sepupu-sepupu mereka. Begitu juga gue, yang gue undang hanya sepupu dari keluarga mama, Hemi, Seravin, dan Bu Monika.

Dua jam sebelum acara tunangan dimulai, Hemi memeluk gue sambil menangis. "G-gue ga nyangka, akhirnya temen gue hampir sold juga." Kata dia terbata-bata.

Gue menenangkan Hemi. "Lo ga usah lebay. Gue cuma mau tunangan, bukan mau pergi perang." Gue menepuk punggung Hemi. "Doain yang terbaik aja buat gue. Gue juga berharap lo bisa nyusul nantinya." Gue melepaskan pelukan Hemi dan mengambil tisu, mengelap air mata yang terus jatuh ke pipinya.

Seravin memberikan gue selamat dan sebuah paper bag berisi kado. Gue berterimakasih dan memeluk Seravin.

"Sudah saya duga, kamu sama Chakra pasti berjodoh. Soalnya gelagat Chakra ketahuan banget tuh kalo suka sama kamu dari lama. Kalo ada apa-apa, yang dicari pasti kamu, bukan saya. Padahal saya atasan kamu." Goda Bu Monika.

Gue terkekeh. "Kepelet tuh dia bu sama saya." Mendengar ucapan gue, Hemi dan Seravin ketawa.

"Beruntung bener pelet lo jatuh ke orang ganteng kaya raya." Ucap Hemi yang sudah mulai tenang.

Bu Monika mengajak Seravin untuk keluar dari kamar tamu. Hemi membantu gue make up dan beberapa tim hairstylist pilihan Hemi membantu untuk menyanggul rambut gue.

"Hari ini, gue akan bikin lo cewe paling cantik sejagat raya."

Gue cengengesan. "Pokoknya gue percaya dah sama sahabat gue. Kalo gue ga cantik awas aja!" Ancam gue ke Hemi.

"Beres." Hemi mulai mengambil pelembab yang biasa gue pakai dan memakaikannya di wajah gue. Karena temen gue yang satu ini udah pro banget soal make up, cuma sat set aja udah jadi make up gue. Gue memberikan jempol pada Hemi karena gue suka banget sama hasil tangan dia. Terlihat elegan, tapi engga menor. Sanggul gue pun juga udah kebentuk, dan gue siap-siap untuk keluar sebentar lagi.

Deg-degan, sih. Padahal cuma lamaran, bukan langsung nikah. Respon Chakra bakal kaya gimana ya setelah liat gue...jadi penasaran, deh. Gue senyum-senyum sendiri ngebayangin Chakra sampe disikut sama Hemi.

"Jangan cengengesan lu, ntar dikira kenapa-kenapa, lagi."

"Iya, iya."

"Udah siap ? Yok keluar." Hemi membantu gue berjalan menuju ruang tamu. Semakin dekat dengan ruang tamu, semakin kencang juga degupan jantung gue. Aduh plis jangan melorot dulu, acaranya belom mulai.





-





Semua tamu memberikan selamat pada gue dan Chakra. Untungnya acara berlangsung lancar. Setelah tukar cincin, sekarang para tamu undangan dipersilahkan untuk makan yang sudah di sediakan. Gue dan Chakra belum menentukan kapan waktu pernikahan akan dilaksanakan. Kata dia, yang penting tunangan dulu aja.

Seravin dan Bu Monika pamit lebih dulu karena ada urusan masing-masing. Hemi pun ga lama setelah mereka pamit juga ikutan pamit. Chakra melihat raut wajah gue.

"Sedih temen-temen kamu ga ada ?"

"Ga juga, sih. Kan ada elu masih." Goda gue sambil menaikkan alis.

"Kok masih gue-lo sih ngomongnya. Padahal baru aja ganti status jadi tunangan." Ucap Chakra yang sedikit cemberut.

"Terus, maunya Tuan, gitu ? Ogah manggil Tuan." Kata gue cuek.

"Saya maunya dipanggil sayang."

"Kalo gue ga mau, gimana ?"

"Ya udah, saya cium aja sini--" Ancam Chakra yang mendekat.

"E-eh, iya. Ampun." Gue kikuk. Jangan macem-macem, dah. Ini tamu masih banyak.

Melihat gue yang bersenda gurau dengan Chakra, para tamu undangan menggoda gue ga abis-abis.

"Baru tunangan kayanya udah ga sabar aja, tuh." Kata Andra yang paling semangat ngegodain gue sama Chakra.

"Iya, ga sabar." Kata gue sambil senyum. "Pengen takol kakak lu, nih."

"Kok saya ?!" Chakra menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuk. "Padahal saya ga ngapa-ngapain."

"Kalo ngapa-ngapain juga ga apa-apa, kak." Andra mengompori. "Kan udah mau menuju halal."

"Belom boleh!" Gue melotot mendengar ucapan Andra.

Chakra cengengesan aja. "Adik saya kenapa jadi begini ya sekarang."

"Terpengaruhi yang ga bener dari kakaknya kali." Kata gue cepet. Melihat makanan yang tersaji, gue jadi laper. Gue menelan ludah berkali-kali.

"Mau makan ?" Tanya Chakra yang dari tadi merhatiin gue.

Gue mengangguk.

"Mau saya ambilin ?" Tawar dia.

Gue mengangguk lagi sambil tersenyum. Gue kemudian duduk di sofa dan Chakra melangkah menuju meja makan. Duh enak banget kalo idup gue dilayani begini kaya ratu. Lima menit kemudian Chakra datang membawa sepiring besar nasi beserta lauk-pauk. Gue melotot. Ini dia mau ngasih gue makan seminggu, apa gimana ?!

"Banyak bener!"

"Saya juga laper." Chakra duduk di samping gue dan memberikan gue sendok. Jadi, kita makan sepiring berdua. Tapi sendoknya masing-masing.

Tanpa sadar, sudut bibir gue naik. Ternyata punya pasangan itu ga buruk juga, ya. Bisa ngelakuin hal apa aja sama-sama. Siapa yang pernah nyangka kalo gue bakal makan sepiring berdua kaya begini ?

Chakra sadar gue yang berenti makan, kemudian membuyarkan lamunan gue. "Kamu kenapa ga makan lagi ? Kenapa nih senyam-senyum ?" Chakra menaruh sendoknya di piring dan menutup dadanya dengan kedua tangannya. "Kamu mikir yang engga-engga, ya ?"

"E-enak aja! Orang gue ga mikir begitu, kok!" Elak gue ga terima.

"Buktinya itu ?! Kamu senyum-senyum." Chakra menunjuk gue dengan telunjuknya. "Pasti kamu udah ga sabar, ya!" Tuduh Chakra lagi.

"Siapa yang ga sabar ?!" Tanya gue balik. "Orang ngasih cincin couple dikira ngelamar! Padahal biar kaya couple-couple lain bisa punya barang kembaran." Gue ngedumel sambil makan.

"Ehehe, itu..anu." Chakra cengengesan dan ga bisa bales omongan gue. "Jadi kamu nyesel nih buru-buru tunangan sama saya ?"

Gue memasang wajah jutek, pura-pura marah sama Chakra. "Nyesel ga, ya. Ga tau, dah."

"Jangan marah dong, sayang. Saya cuma bercanda aja tadi." Bujuk Chakra.

"Siapa yang marah ?" Tanya gue masih dengan wajah jutek. "Biarin aja deh gue cepet tunangan biar bisa nikmatin duitnya."

"Boleh. Kalo kamu mau meres saya, boleh. Di sedot juga boleh." Ucap Chakra ambigu.

Gue memukul lengan Chakra berkali-kali.

"Aduh, ampun! Maksut saya kan sedot rekening saya. Kamu aja kali yang mikirnya ga beres!" Chakra memegang kedua tangan gue untuk memberhentikan pukulan.

"Ya ngomong yang bener, dong! Yang jelas!" Gue masih mencoba memukul lengan Chakra. Untungnya ketutup dandan, jadi muka merah gue ga keliatan.

Pas pacaran, berantem. Baru selesai tunangan, berantem. Ini pas nikah gue rasa perang jangan-jangan. Ya Tuhan, sebenernya ini gue milih jodoh bener ga, sih...Dari sekian banyak cowo yang dikenalin sama nyokap, ga ada yang beres. Sekalinya naksir sama orang, eh orangnya bentukan kaya Chakra gini. Nyebelin.

Hubby Selector • PCY ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang