14. Planning something else?

386 61 0
                                    









Saat ini [Name] hanya diam dan termenung lantaran bosan, iris legamnya bergulir memerhatikan seluruh sudut kediaman Park Jonggun. Ah, sudah beberapa hari ia terkurung di tempat ini– karena Jonggun melarangnya keluar dengan alasan keselamatan. [Name] lantas menghela nafas panjang, mengkhawatirkan semua yang ia tinggalkan, seperti rumah dan pekerjaan. Sayangnya akibat kejadian malam dimana dirinya diculik, ponsel [Name] menghilang entah kemana, membuatnya tak bisa menghubungi siapapun termasuk Daniel. Hendak meminta tolong kepada Jonggun? Entah kenapa [Name] sudah didahului perasaan tak yakin.

“Sampai kapan aku harus berada di sini? Sangat membosankan!” Keluh gadis tersebut berdecak, membuat sang tuan rumah menoleh sambil memicingkan mata.

“Sampai orang-orang dibalik penculikan mu tertangkap, lagipula katakan apa yang kau inginkan. Aku bisa membelikan apapun untukmu agar tidak terlalu merasa bosan.” Sahut Jonggun santai, pandangannya kembali fokus kepada laptop yang sedari tadi pria itu otak-atik. Sedangkan [Name] mendengus— sama sekali tak berminat menerima tawaran Jonggun. [Name] lalu memutuskan untuk tidur siang, saat ia hendak beranjak, Jonggun tiba-tiba mencegahnya dengan menggenggam pergelangan tangannya.

“Jangan pergi dulu, aku membutuhkan pendapat mu.” Ujar Jonggun, memperlihatkan beberapa gambar Mension yang memiliki nuansa berbeda. Yaitu pesisir pantai dan pemandangan hijau. “Mana yang lebih baik?”

“Kau akan membeli salah satunya?” Tanya [Name] langsung diangguki oleh Jonggun membuatnya tercengang seraya meneguk ludahnya, ia lantas berdecih skeptis. “Cih, dasar orang kaya.” Cela [Name] kemudian memperhatikan gambar-gambar yang Jonggun tunjukkan, ia kemudian tertarik pada gambar Mension yang berada ditengah-tengah hutan hijau, tampak menenangkan mempunyai kediaman di kaki gunung dengan pemandangan menakjubkan. Tapi sungguh, [Name] merinding hanya dengan menebak berapa nominalnya. “Bukan kah ini bagus? Mension nya indah begitu juga dengan pemandangannya. Gun— sungguh kau akan membeli nya? Tapi untuk apa? Jangan bilang untuk keperluan klan mu.”

“Tidak.” Balas Jonggun menggelengkan kepalanya pelan, iris putihnya masih memperlihatkan Mension yang [Name] pilih, ia kemudian sedikit melirik kearah [Name] yang masih menunggu jawabannya. “Tempat ini khusus digunakan untuk satu urusan penting.”

“Urusan penting apa?”

Jonggun terdiam, tak langsung menjawab lalu terkekeh. Pria itu lantas menutup laptopnya kemudian menoleh, menatap [Name] sejenak dengan tatapan dalam. Jonggun mengulas senyuman amat tipis diselimuti banyak arti, ia kembali memperhatikan gadis itu, sedikit memiringkan kepalanya sembari meraih ujung rambut [Name] dengan gerakan lembut kemudian memainkannya– melilitkan helaian rambut legam [Name] diantara jemarinya. “Semakin banyak tahu tentang sesuatu, ketenangan dan keselamatan kian menghilang. Kau mengerti apa maksudku?”

“... Kau melarang ku untuk menanyakan apapun.”

“Gadis pintar.” Puji Jonggun tersenyum. “Kini kau tahu bahwa aku bukanlah orang baik, tapi tenang saja aku tidak akan berbuat jahat padamu.” Imbuhnya, entah itu perkataan benar atau manipulasi semata.

Jika menanyakan perasaan [Name] sekarang, sejujurnya gadis itu tak lagi merasa nyaman akan kehadiran Park Jonggun, akan tetapi di sisi lain ia merasa lebih aman dan terkadang terdapat dorongan agar terus bersama pria itu. Semua hal membuangnya bingung, melihat dari situasi yang ada, entah mengapa [Name] merasa terjebak, atau– sebenarnya dirinya memang dijebak? Gadis itu terdiam karena tenggelam dalam pemikirannya, mencari-cari jawaban yang mungkin tersembunyi di benaknya. Diam-diam ia mengamati Jonggun, guna menerka-nerka apakah pria yang bersamanya kini, adalah seorang teman ataukah justru seorang lawan. “Jujur aku merasa– justru kau lah yang paling berbahaya, Gun.”

Ucapan [Name] jelas menarik atensi Jonggun. Pria tersebut menaikkan alisnya, mendengus kemudian terkekeh geli. “Yah, sekarang aku tidak bisa menjelaskan apapun.” Jeda Jonggun sembari mengecek ponselnya. “Semakin banyak aku berbicara, semakin kau akan tenggelam dalam spekulasi liar mu. Lagipula, kau hanya perlu melihat apa yang terjadi kedepannya, maka nilai lah saat itu, [Name].”

[Name] memalingkan wajahnya kemudian menyisir rambutnya kebelakang, mengambil remote yang tergeletak di permukaan meja lalu menyalakan Televisi. Pandangannya terus melihat layar, ia lantas berkata. “Aku merasa tegang setiap berbicara dengan mu. Entah kenapa– aku merasa kau tengah merencanakan sesuatu yang lain.” [Name] melirik, sengaja memperhatikan bagaimana Jonggun bereaksi, namun pria itu tetap tak mengubah ekspresi khasnya membuat [Name] buru-buru memutuskan kontak mata pada Jonggun.

Nevermind. Ngomong-ngomong apa kau punya cemilan atau semacamnya?” Lanjut [Name] kemudian bangun dari duduknya dan mendatangi dimana lemari pendingin terletak.

“Ada, buka saja.”

[Name] langsung membuka pintu lemari pendingin tersebut, terkejut dengan isinya yang dipenuhi botol-botol minuman beralkohol dari berbagai merk. “Di mana? Di dalam sini hanya ada alkohol.”

“Ya, itu cemilan.”

“Sialan kau Gun.”

Tbc.

CHAIN | LOOKISM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang